Bab 11

Melati menegang saat suara familier yang telah sembilan tahun tidak pernah menyapanya.

Sara itu, adalah suara yang selalu menjadi mimpi-mimpi melati. Suara yang dengan sialnya, selalu Melati rindukan setiap waktu.

Membalikkan badan, tubuh melati terasa lemas dan tidak bertenaga.

Waktu seakan terhenti untuk sejenak.

Faisal terharu karna di hadapannya, wanita yang selalu ia rindukan tiba-tiba datang.

Namun Faisal juga khawatir saat melihat Melati datang dengan kondisi yang cukup kacau.

"Mel.....kamu kenapa ada di sini?".

Seketika Melati tersadar dari nostalgia masa lalu. Ia teringat dengan putranya yang terbaring tak berdaya di rumah sakit.

Kembali menangis, Melati bersimpuh di hadapan Faisal sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Demi Gibran, ini demi kehidupan Gibran.

"Saya mohon, ndoro Faisal.... saya mohon....

Ba-bantu saya. Saya butuh darah njenengan untuk seseorang yang terbaring lemah di rumah sakit".

Hanya itu yang mampu Melati ucapkan dengan suara lirih. Rasanya ia tidak bisa menyebutkan bahwa yang membutuhkan darah Faisal adalah darah dagingnya sendiri.

"Apa? Darah? Apa maksudmu?

Ayo berdiri. jangan begini, tidak baik di lihatin semua orang.

Ayo kita bicara di ruangan saya".

Semua mata, termasuk security menatap aneh ke arah Faisal dan Melati. Tidak biasanya Faisal akan peduli pada orang lain.

"Tidak. Saya tidak bisa membuang waktu lagi, ndoro. Saya mohon. Saya rela menukar apapun demi darah njenengan. Saya rela membayar berapapun asal nyawa orang itu terselamatkan. Saya mohon ndoro, saya mohon".

Melati menangis tersedu-sedu.

Faisal bingung. Yang rungunya tangkap dari melati adalah, seseorang membutuhkan donor darah darinya.

"Siapa? Saya akan donorkan jika memang bisa menyelamatkan hidup seseorang."

Faisal berkata dengan mantap.

"Dia... dia ada di rumah sakit temanggung, ndoro".

"Temanggung?".

Melati mengangguk.

"Jadi selama ini kamu tinggal di temanggung?"

"Ii--iya, ndoro".

"Baiklah, kita segera ke sana".

Dengan menumpangi mobil milik Faisal, melati merasakan kelegaan. Meski sudut hatinya yang lain menuntut jawaban, bagaimana bila nanti Faisal tau bahwa Gibran adalah putranya bersama Faisal?

Kemungkinan-kemungkinan itu, Melati pikirkan, namun tidak kunjung mendapatkan solusi.

"Saya minta maaf untuk satu tahun penderitaan yang saya berikan untuk kamu, Melati".

Melati terkesiap. Sejujurnya, ia sedang tidak ingin membahas masa lalu pahitnya saat bersama Faisal.

"Mohon maaf, ndoro. Bisa di percepat laju mobilnya? Kita harus segera sampai".

Faisal melirik Melati sekilas. Kemudian semakin menambah kecepatan laju mobilnya.

"Siapa sebenarnya orang yang kamu maksud butuh donor darah dari saya, Melati?"

"Nanti ndoro Faisal akan tau sendiri setelah tiba di sana".

Melati semakin memucat. Membayangkan anak yang selama ini Melati sembunyikan harus bertemu dengan Faisal, membuat melati merasakan takut akan banyak kemungkinan.

"Apa bedanya saya tau nanti atau sekarang?

Toh saya akan tau cepat atau lambat".

Faisal berkata dengan datar. Tangan kirinya merogoh saku kemejanya, meraih ponsel dan menghubungi seseorang.

"Ri.... Saya harus ke temanggung sekarang untuk membantu seseorang yang butuh bantuan saya.

Mungkin malam saya baru tiba di rumah".

"...."

"Ya. Nanti saya kabari lagi"

Faisal dengan segera menutup ponselnya.

Selanjutnya hanya kebisuan yang menyergap keduanya. Hingga kemudian Faisal dan Melati tiba di sebuah rumah sakit yang Melati sebutkan tadi.

Mereka segera turun dan berjalan tergesa.

"Bu Melati".

Pak Rio nampak semakin cemas saat menyambut keduanya.

"Kondisi Gibran semakin menurun, dokter bilang dia butuh darah secepatnya".

Belum sempat menjawab, seorang perawat datang menghampiri mereka bertiga.

"Bagaimana, Bu?".

Melati segera menunjuk Faisal dengan jempol tangan kanannya.

"Ini...ini yang akan .... mendo...norkan darahnya, sus".

"Apa ini ayah pasien?"

Melati hanya bisa mengangguk lirih. Membiarkan Faisal kebingungan dengan kalimat-kalimat mereka yang terdengar ambigu baginya.

"Ayah?"

Faisal membeo seperti orang tolol.

Sekelebat bayangan tentang malam pertama dan terakhir mereka, kembali melintasi otak Faisal.

"Mari, pak. Kita tidak punya banyak waktu"

Faisal hanya diam dan menurut saat perawat tadi membawa Faisal menuju sebuah ruangan.

Setibanya di ruangan dimana ia diambil darahnya usai melakukan serangkaian pemeriksaan singkat, mata Faisal menatap langit-langit ruangan dengan pandangan kosong.

Pikirannya berkelana kembali pada momen masa lalu dimana ia belum menendang Melati pergi jauh dari hidupnya.

Malam itu.....

Malam yang menyesakkan bagi Faisal karna ia telah memperlakukan Melati layaknya wanita jalang untuk memuaskan hasratnya.

Mungkinkah yang namanya Gibran adalah anak yang melatih lahirkan dari hasil perbuatan Faisal malam itu dengan Melati? Anak yang berasal dari benih yang ia tanam dengan paksa di rahim Melati bertahun-tahun silam?

Sekali lagi, Benang merah yang selama ini menjadi teka-teki dalam mimpi dan kejadian hari ini, seperti terhubung dan saling berkaitan.

Faisal keluar dari ruangan yang menyesakkan itu. Matanya menangkap sosok Melati yang menangis tersedu-sedu dengan seorang sosok yang amat sangat Faisal kenal.

Dialah.... Fian.

Faisal sedikit pusing saat itu. Lantas langkahnya ia seret menuju pada Melati dan Fian berada.

Faisal berdiri dan menyandarkan bobot tubuhnya di pilar rumah sakit, tepat di depan Melati dan Fian yang duduk berdampingan di kursi tunggu.

Hening beberapa saat, hanya keheningan yang mengisi senja di hari ini.

"Apa yang mau kalian jelaskan pada saya tentang Gibran?

Katakan siapa Gibran bagi kamu, Melati?"

Faisal menatap melati dan Fian bergantian, dengan sorot tajamnya. Melati mendongak tanpa berniat menjawab pertanyaan Faisal.

Dalam hatinya terlalu banyak pikiran yang berkecamuk.

"Nanti mas Faisal akan tau setelah Gibran siuman".

Fian menjawab dengan santai. Tidak ada sorot ketakutan dalam matanya.

"Jangan menunda lagi atau saya akan cari tau sendiri, pengkhianat!!"

Tatapan Faisal mengunci netra Fian. Fian yang tadinya berkata dengan suara datar, kini mengubah air mukanya lebih mengeras.

"Ya. Saya sadar saya memang pengkhianat, mas. Tapi tindakan saya yang salah semenjak sembilan tahun lalu, karna saya ingin melindungi wanita rapuh tapi tegar ini, dari pria masa lalu yang menyakitinya, menghancurkannya, dan mengoyak cintanya.

Jadi katakan, apa ini sepenuhnya salah saya?".

Faisal mematung, begitu juga dengan Melati.

Melati benar-benar tidak menyangka Fian akan mengungkapkan perasaanya terhadap Melati secara terang-terangan di hadapan Faisal.

Melati syok luar biasa.

Lama mereka hanyut dalam pikiran mereka masing-masing. Hingga seorang dokter keluar dari ruangan tempat dimana Gibran berada.

"Bagaimana keadaan anak saya, dok? Saya ibunya".

Faisal menghampiri dokter tanpa kata. Ia menunggu jawaban dokter atas pertanyaan Melati.

"Kondisi pasien menunjukkan perkembangan yang bagus. Ibu silahkan melihat anak ibu setelah pasien di pindahkan ke ruang rawat inap, tapi saya mohon untuk tidak mengganggu pasien."

"Pindahkan pasien ke kamar VVIP, dok"

Suara Fian tiba-tiba menggema.

Dokter hanya mengangguk dan berlalu pergi.

~~

Dan disinilah Faisal, Melati dan Fian berada.

Di sebuah ruang rawat berkelas VVIP.

Pandangan mereka bertiga fokus pada sosok anak sembilan tahun yang terlelap damai dengan tubuh berbalut selimut rumah sakit sebatas dada.

Gibran.....

Wajah yang garisnya sangat mirip dengan Faisal itu, membuat Faisal tak henti-hentinya meneteskan air mata.

Tanpa tes DNA pun, Orang-orang di luaran sana yang tidak tau tentang kehidupan Gibran, pasti akan mengatakan bahwa Gibran adalah putra Faisal.

"Jelaskan sama mas Faisal. Mas Faisal juga harus tau semuanya.

Selesaikan masa lalu yang belum terselesaikan. Saya percaya kamu wanita yang kuat. Kamu ibu Gibran yang hebat."

Fian mengguncang tubuh Melati pelan untuk meyakinkan. Melati mengangguk dan meraup oksigen beberapa kali dengan kuat sebelum menjelaskan.

Sedang Faisal tidak melepaskan pandangannya dari adik dan mantan istrinya itu.

"Namanya Gibran Al-Ghifari. Anak panjenengan yang saya lahirkan sembilan tahun yang lalu, ndoro Faisal".

Perlahan dengan gemetar, tangan Melati menyingkap selimut yang membaluti tubuh Gibran.

Jantung Faisal seakan melompat dari rongga dada nya begitu melihat tubuh gagah anaknya, namun tidak sempurna itu.

Tubuh Gibran........

....

....

....

Terpopuler

Comments

Fa Rel

Fa Rel

melati bwgok bgt sih g punya harga diri bgt sbeel liatnya

2022-06-09

1

Mama amiinn Asis

Mama amiinn Asis

aku sll like

😭😭😭🤲😭

2021-10-10

0

Hanifa Hilwa

Hanifa Hilwa

aduhhhh thooorrrr degdegan trus sy😰😰

2021-06-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!