Bab 20

Faisal tengah membawa Gibran untuk bermain ke sebuah pusat perbelanjaan hari ini bersama kedua anaknya bersama Rianti. Rianti pun ikut serta dalam acara kali ini.

Sebelumnya, Melati menunjukkan nada keberatan dan gelagat tidak nyaman saat Faisal memaksa membawa Gibran. Entah apa yang terjadi, si Gibran justru ikut-ikutan memujuk Melati untuk meminta ijin. Alhasil, Melati mengangguk pasrah, namun kecewa.

Benar kata orang, darah lebih kental dari air. Sekuat apapun Melati menentang kebersamaan mereka, nyatanya mereka tetap kompak untuk menghabiskan waktu bersama. Batin Melati merasa tak nyaman kali ini.

Seminggu berlalu setelah makan malam bersama keluarga Winata, Faisal memang sengaja menjemput Gibran dari temanggung untuk di bawanya ke Yogya. Hal ini juga atas usulan rianti yang meminta berjalan-jalan bersama dan mengikut sertakan Gibran.

Setibanya di pusat perbelanjaan, Faisal segera turun dengan menggandeng Gibran di sebelah kirinya, dan putri, anak pertamanya bersama Rianti di sebelah kanannya. Sedang Risti, anak kedua Faisal, berada dalam gendongan rianti.

Dalam hati, Rianti masih merasa bersalah. Ia teringat akan percakapannya dengan Melati seminggu lalu.

--

"Saya minta maaf, Melati"

Rianti mengatakan apa yang belakangan ini ia pendam seorang diri. Berada di pondok belakang hanya berdua, memberikan celah bagi Rianti untuk berbicara berdua dengan mantan istri suaminya, secara pribadi.

Melati menatap datar Rianti, tidak segera menjawab tanya yang Rianti lontarkan. Sejujurnya, di hati Melati, ia tidak begitu sakit hati akan sikap Rianti sepuluh tahun lalu, ketika dengan tega Rianti mengajak Faisal dan Ratri untuk segera pulang menemui petugas catering.

Namun yang begitu menyakitkan Melati adalah, ketika dirinya datang mencari Faisal demi darah untuk Gibran. Inginnya Melati berteriak dan mengatakan bahwa ia sudah mengikhlaskan Faisal untuk Rianti sendiri. Tapi jelas itu bukan karakter Melati.

"Untuk?"

"Kesalahan saya sepuluh tahun lalu yang sudah...... merebut mas Fai....sal dari... dari kamu".

Air mata Rianti pecah.

Namun tragisnya, Melati tidak memiliki rasa iba sama sekali. Bayangan dirinya yang di hina saat datang beberapa waktu lalu demi bertemu dengan Faisal, menumbuhkan rasa sakit yang hingga kini masih bercokol di hatinya.

"Tidak usah nangis, mbak Rianti. Sakit saya sepuluh tahun lalu, tidak akan merubah apapun saat ini.

Bukankah justru mbak Rianti bahagia. Memiliki suami tampan, baik, mapan, bahkan memiliki nilai yang nyaris sempurna sebagai suami idaman. Di tambah lagi, dua anak yang cantik-cantik dan lucu.

Pasti kehidupan njenengan lebih bahagia dan berwarna di banding saya".

Kali ini, Melati lah yang meneteskan air mata.

"Tapi.... saya, saya merasa bersalah, Melati".

Melati menatap Rianti kembali setelah mengusap air matanya dengan lembut.

"Merasa bersalah atau tidak nya, tidak akan mengembalikan mas Faisal pada saya, bukan? Tidak akan mengembalikan sembilan tahun masa Gibran tanpa ayahnya, bukan? Juga, tidak akan membasuh luka dan malam-malam saya sendiri tanpa orang yang saya cintai. Semua sudah berlalu, jadi jangan mengungkit masa lalu lagi.

Andai jiwa congkak saya muncul ke permukaan saat itu, saya sudah merebut mas Faisal dengan dalih anak tanpa memikirkan gagalnya pernikahan njenengan dengan mas Faisal.

Tapi urung saya lakukan karna saya sangat mencintai mas Faisal. Tidak akan saya biarkan mas Faisal menderita bersama saya, justru saya bahagia kalau mas Faisal bahagia, sekalipun itu dengan saya melepasnya seutuhnya".

Rianti menangis semakin dalam.

Begitu juga dengan Faisal yang bersembunyi di balik guci mahal dengan tinggi hampir menyerupai tubuhnya.

Hati Faisal hancur berkeping ketika mendengar dari Melati sendiri, Melati benar-benar terluka luar dalam kala itu.

"Saya... saya minta maaf."

"Tidak ada yang perlu di maafkan, dan mbak Rianti tidak perlu meminta maaf pada saya.

Saya bukan malaikat yang berhati baik dan mulia.

Saya hanya bisa mengadukan luka dan tangis saya pada Gusti Allah sejak saat itu.

Percayalah, mbak Rianti..... Tidak mudah menjalani semua yang saya alami. Tapi saya mampu melewatinya demi melihat pria yang saya cintai agar bahagia".

Kalimat panjang Melati telak memukul sisi rapuh Rianti, dan Faisal yang menutup mulutnya dengan kedua tangannya, agar tangisnya tak terdengar siapapun.

Membayangkan Melati hidup sendiri kala itu, diusia muda dan tengah mengandung, membuat Faisal tak bisa menahan air matanya.

"Andai saya tidak terlahir sebagai anak dari seorang abdi di keluarga ndoro Winata, pasti tidak akan seperti ini".

Lirih Melati lagi. Ia menangis dan butuh menyuarakan kesakitan hatinya kali ini.

Rianti mendekat dan berniat memeluk Melati, sayangnya, melati menepis tubuh Rianti pelan.

Mendapat penolakan dari Melati, tentu Rianti semakin terluka.

"Sa..saya minta maaf nama mas Faisal dan kesalahan saya di masa lalu. Saya tau kamu tidak baik-baik saja.

Tapi tolong, ijinkan saya menjadi saudara kami, Melati.

Kalau kamu tidak keberatan, Rujuk lah lagi dengan mas Faisal."

Melati menatap nanar Rianti sebelum berkata....

"Bagaimana kalau saya menolak di madu dan meminta menjadi satu-satunya wanita mas Faisal?

Apa mbak Rianti bersedia mundur?

Saya tau, sebagai seorang ibu, tentu mbak Rianti memikirkan nasib anak-anak njenengan dengan mas Faisal. Saya juga ingin bahagia, mbak Rianti. Saya ingin lepas dari bayang-bayang mas Faisal.

Kalau saya kembali dengan mas Faisal, saya akan terluka kembali.

Jadi saya akan tetap menikah dengan mas Fian, apapun yang terjadi."

--

Sampai kini, Rianti masih di hinggapi rasa bersalah.

Terlebih melihat kondisi tubuh Gibran yang tak sempurna. Saat melintasi jalan masuk, beberapa ibu-ibu yang bergerombol, berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk ke arah Gibran.

Melati merasa iba sekaligus geram dalam hatinya.

Namun, si Gibran justru bersikap acuh dan santai. Mereka tetap melangkah santai menuju ke arena game Zone.

"Iban, Iban nggak apa-apa?".

Tanya Faisal.

"Maksudnya, yah? Apanya yang nggak apa-apa?

Ayah tau kan, Iban baik-baik aja?".

"Apa Gibran nggak terganggu dengan ibu-ibu tadi?"

Faisal kembali bertanya-tanya dengan hati-hati.

"Kata ibu, orang yang membicarakan keburukan kita, adalah orang yang rela memberikan pahalanya untuk orang yang dibicarakan.

Iban udah biasa kok yah....."

Faisal yang mendengar kalimat singkat putranya, merasa kan semakin tercubit hatinya.

"Maafkan ayah, nak".

Lirih Faisal penuh sesal.

....

....

....

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

gila nangisss habiisss tghoooe bacanya...sungguh anak dan ibu yg memiliki jiwa yg besar

2021-09-03

1

ratu adil

ratu adil

fian melati bhgia tp rianti ma faisal g bhgia bhkan faisal g mau mnyentuh riati lgi kasihan wkwkaka

2021-07-08

0

alvalest

alvalest

kpn guyue thor tiap bc mewek ra kober leren mewek e

2021-07-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!