Bab 3

"Terima kasih atas jamuannya, mas Faisal."

Suara Rianti lirih menyerupai bisikan angin. Nada suaranya berdayu-dayu dan mengalun merdu mengisi gendang telinga Faisal.

"Ya, sama-sama. Sampai jumpa hari Senin".

Faisal melepas kepergian Rianti dengan senyum manisnya.

Tanpa memikirkan di sudut sana, ada seonggok hati yang terluka melihat senyum menawan milik Faisal, di tujukan pada wanita lain selain dirinya.Bahkan selama pernikahan nya dengan Faisal, Faisal tidak pernah menyunggingkan senyum.

Hati Melati seperti di hujam ribuan belati yang tak kasat mata. Tapi tidak, melati tidak boleh menyerah, bukan?

Derap langkah Faisal kembali memasuki ruang makan. Pandangan matanya menangkap bayangan Melati yang tengah membereskan meja makan.

Hati Faisal seperti berbunga-bunga kala itu. Melihat mata sembab Melati, juga wajahnya yang mendung meski coba Melati tutupi dengan senyuman, membuat Faisal merasakan selangkah lebih menang.

"Ada apa, mas Faisal? Apa butuh sesuatu?"

Tanya Melati lirih.

Tanpa menjawab, Faisal duduk dan memainkan gawainya. Mengabaikan pertanyaan Melati dengan perasaan bangga.

"Mbok....Sini, mbok?"

"Injeh, ndoro". Mbok Ijah segera menghentikan aktifitasnya mencuci piring. Langkahnya tertuju pada keberadaan majikan yang memanggilnya.

"Ada apa, ndoro?".

"Bagaimana menurut pendapat mbok Ijah tentang Rianti? Wanita yang tadi makan di sini?

Apa dia cantik? Apa dia pantas menjadi pengantinku, mbok?"

Faisal sengaja bertanya dengan suara keras, Meski ia sadar, melati pasti tetap akan mendengarnya meski ia berkata dengan suara lirih. Entahlah, menyaksikan kehancuran melati membuatnya merasa moodnya membaik seketika.

"Cantik, ndoro" Mata mbok Ijah menjawab lirih dan melirik Melati dengan penuh kecemasan. Ia tau, wanita yang mematung itu menahan air mata sekuat tenaganya.

"Apakah Rianti wanita baik-baik menurut simbok?".

"Iya, ndoro".

"Bagus. Saya harap Memang begitu".

Faisal mengangguk-angguk dengan senyum sumringah. Sudut matanya tak lepas mengamati melati yang menunduk dengan bahu bergetar.

"Ya sudah, mbok. Saya mau istirahat ke kamar. Besok pagi jangan bangunkan saya karna saya ingin bersantai mumpung hari libur".

"Injeh, ndoro".

Faisal berlalu pergi, meninggalkan mbok Ijah dan Melati yang terisak lirih.

Hati Melati terluka.

"Non Melati?".

"Maaf, mbok. Saya.... Saya mau sendiri di kamar saja".

"Iya, non. Yang sabar ya, non".

"Iya," Melati mengangguk dan berlalu pergi.

Ia perlu menenangkan pikiran dari perkiraan buruk yang akan terjadi kedepannya tentang rumah tangganya.

Sesampainya di kamar, Melati meraung menangis seorang diri di dalam kamar kecilnya.

Kasur sekeras batu tanpa ranjang itu menjadi saksi tangis melati setiap malam.

Dulu.......

Saat mendiang ibunya masih ada, Melati tidak pernah merasakan kepedihan seperti ini. Tapi kini, ia seorang diri. Tidak ada yang bisa mengerti dirinya selain mbok Ijah.

"Apa yang njenengan rencanakan terhadap saya, mas? Seburuk itu kah saya hingga njenengan berniat menghadirkan wanita lain dalam rumah tangga kita?"

"Haruskah saya mundur dan menyerah saja?"

"Tolong jangan sakiti saya lagi!"

Isakan pilu itu, lolos dari bibir Melati.

Ia sempat berpikir untuk pergi, namun cintanya yang begitu kuat, memaksanya untuk tetap bertahan di dalam rumah tangga yang seperti neraka baginya.

Di luar kamar, mbok Ijah mendengar tangisan Melati dengan mendekap mulutnya dengan satu tangan. Rasa ibanya tetap tidak bisa membawa Melati bangkit dari rasa sakitnya.

Dengan menggeser tubuhnya, Melati meraih gagang laci yang ada di bawah lemari nya.

Di raihnya sebuah buku usang yang menyimpan banyak kenangan tentang dirinya.

Hanya pada buku itulah, Melati menumpahkan kisahnya, menuliskan perjalanan hidupnya hingga saat ini.

Dengan air mata yang mengalir deras, Melati menulis kan keluh kesahnya pada buku itu. Tentang cintanya, tentang hatinya yang hancur berkeping, tentang kisah hidupnya yang penuh luka, tentang.... tentang segalanya yang ia alami.

Terkadang, Melati ingin mengikuti ibunya saja yang sudah tenang di sisi Tuhan, Tapi sudut hati Melati masih berprotes meneriakkan perjuangan cintanya yang bertepuk sebelah tangan dengan Faisal.

Hari ini mas Faisal membawa wanita yang bernama Rianti ke rumah ini.

Semangat Melati!!

Kamu nggak boleh sakit hati.

Perjuangkan terus hati Faisal agar luluh padamu.

Dengan gemetar, Melati menempelkan tulisan singkat itu pada dinding sebelah lemari, untuk menguatkan hatinya. Ia tersenyum. Senyum yang terkesan di paksakan.

Hingga kemudian Melati bangkit dan hendak mencari kesibukan lain untuk mengalihkan pikirannya. Melati melangkah kan kakinya menuju ke halaman belakang. Berbekal pisau dan cangkul mini, Melati memisahkan tanaman seledri yang menumpuk untuk di tanam menjadi beberapa bagian.

Setidaknya, kesibukannya ini sedikit membantunya mengenyahkan luka hatinya.

Dari lantai atas, Faisal menyipitkan matanya saat ia melihat sosok melati berkebun seorang diri dari balik jendela di waktu yang telah larut ini. Ia lantas tersenyum sinis ke arah Melati.

Dalam hati Faisal, ia mengejek kegiatan melati di malam hari ini. Faisal yakin, Melati terluka dengan kedatangan Rianti.

"Baiklah, saya akan membuatmu lebih terluka dalam pernikahan kita, melati. Mari kita lihat, apa kau masih kuat bila aku menjadikan Rianti sebagai istriku"

Ucapnya di sertai senyum ejekan.

~~

~~

"Apa yang non lakukan, disini?"

Suara mbok Ijah sontak mengejutkan Melati.

Melati lantas menoleh dan tersenyum.

"Saya perlu mengalihkan rasa sakit saya dengan sedikit kegiatan, mbok".

Melati menjawab lirih.

"Tapi nggak harus berkebun, non. Ayo masuk. Hari sudah malam, nanti non Melati masuk angin".

"Enggak mbok. Ini saya sudah mulai berkeringat meski malam-malam. Simbok masuk saja dulu. Saya akan tetap di sini".

Melati bersikeras untuk tetap di tempatnya. Ia tidak mau kembali ke kamar hanya untuk menangisi nasib yang tak berpihak padanya.

"Maafkan simbok, non. Simbok akan tetap di sini menemani non Melati".

Melati merasa tidak enak hati. Kemudian ia buru-buru menyelesaikan pekerjaannya agar segera bisa berbicara pada simbok.

Hanya mbok Ijah yang bisa mengerti perasaan Melati selama ini.

"Bagaimana bila mas Faisal menikahi Rianti, mbok? Apa orang tua mas Faisal akan menyetujui?".

Tanya Melati lirih ketika ia telah duduk di samping mbok Ijah. Pekerjaannya sudah usai baru saja.

"Ndoro Pram dan ndoro Ratri adalah orang yang bermartabat tinggi, non. Nggak mungkin mereka akan merestui mas Faisal yang akan menikahi non Rianti, sedang Non Melati masih berstatus istri sah ndoro Faisal".

Ujar mbok Ijah lirih. Wajah rentanya begitu teduh dan menenangkan.

"Apa saya mundur saja ya, mbok? Dan mengakui kalau saya sudah memfitnah mas Faisal di depan keluarganya? Rasanya saya juga Ndak tega kalau harus melihat mas Faisal menderita atas pernikahan ini."

Mbok Ijah menatap sendu ke arah Melati yang kini sudah kembali menangis.

Gadis yang berusia sembilan belas tahun ini, seperti belum pantas menerima badai rumah tangga seperti ini.

"Kalau non Melati siap dengan segala konsekuensinya, saya dukung yang terbaik untuk non asal lepas dari penderitaan ini".

Melati mengangguk mantap.

"Saya pikir lagi saja, mbok. Tapi saya harus kuat nantinya, apapun yang menjadi resikonya.

Saya mencintai mas Faisal, mbok. Dan saya akan melepas mas Faisal bila itu membuatnya bahagia. Insya Allah, saya kuat".

....

....

....

Terpopuler

Comments

ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ

ſᑎ🎐ᵇᵃˢᵉ

Lepaskan saja lah Melati dari Faisal..cinta sepihak dari melati..cinta juga tidak harus memiliki.. pilihlah jalan yang menurut diri sendiri bahagiaa..

2023-05-10

0

Diana Tetroman

Diana Tetroman

😭😭😭 nyesek 😭😭😭

2022-02-03

1

Giben Nezar

Giben Nezar

lebih baik melepas kan....walau sakit....tapi tidak sesakit mengejar cinta yang bertepuk sebelah tangan...

2021-07-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!