Suamiku Tak Terlihat
Part 14
Sebulan berlalu, keadaan Vanesa sudah semakin membaik. Setiap pagi dan sebelum tidur, ayahnya secara rutin membaca ayat-ayat ruqyah untuknya. Dan setiap hari minggu Pak Haji juga datang untuk meruqyah Vanesa.
Walaupun pembantu yang dipesan ayah lewat Yayasan Al-hikmah sudah ada di rumah mereka, tapi pembantu itu hanya bertugas memandikan dan menyuapi makan saja. Selebihnya Vanesa lebih banyak bersama ayah dan Affan juga setiap pulang kerja selalu menemani Vanesa hingga malam. Ayah benar-benar secara ketat menjaga Vanesa, ia tidak mau sampai kecolongan lagi seperti tempo hari.
********
Sedang di alam gaib Padang 12 sana, sang nenek sedang kebingungan mendiamkan cucunya yang selalu menangis sepanjang hari dan tidak mau mimik susu.
"Qirey kenapa ya, Pak, kok rewel terus dan diberi susu juga menolak?" ucap si nenek yang sudah hampir putus asa dengan tidak dapat lagi membendung air matanya.
"Loh, Buk ... kok jadi ikutan nangis juga?" Si kakek jadi bingung juga.
"Udah dibawa dokter juga gak ada sakitnya, padahal tempo hari ibu sudah senang waktu lihat Qirey udah jarang rewelnya. Lah ... ini malah tambah parah, ditambah gak mau mimik sus," ucap nenek dalam tangisnya.
"Rikuh mana, Buk? Coba dia yang disuruh menenangkan Qirey! Barangkali aja Qireynya mau sama dia."
"Nggak tahu, Pak. Tuh anak makin hari makin uring-uringan aja!"
"Terus gimana komentar dia ketika ibu kenalin dengan Nabila kemarin? Mau dianya?"
"Tahu deh, Pak. Cueknya minta ampun gitu. Padahal Nabila gak kalah cantik dengan Vanesa, dan dia sebangsa dengan kita."
"Dicoba aja terus bu, sampai Rikuhnya luluh! Semoga mereka berjodoh, biar Qirey ada mamanya," ucap sang kakek dengan mencium dahi cucunya yang mulai terlelap karena keletihan menangis.
"Nabila juga baik sama Qirey loh, Pak. Dia mau ngurusin Qirey, ganti pempersnya, bikinin susu dan menggendong Qirey sampai tertidur."
"Bagus itu, berarti Nabila pilihan yang tepat untuk Rikuh putra kita."
Sang nenek kemudian membaringkan Qirey masuk kedalam ayunan dan memberi isyarat kepada si kakek untuk berhenti berbicara karena takut nanti Qirey terbangun dan lalu menangis lagi.
*********
Pagi ini dengan tubuh yang terasa pegal-pegal semua, Vanesa membuka mata yang terasa masih berat sekali untuk dimelekkan. Kepalanya juga terasa berat sekali untuk digerakkan.
Dilihat sosok pria membuka pintu kamar dan kemudian membuka kain gorden warna pink kesukaannya dijendela.
Kemudian pria itu menoleh ke arah Vanesa lalu berkata, "Kamu udah bangun, Nak?" sapanya ramah pada gadis bermata teduh itu.
"Ayah .... " Vanesa memanggil sang pria paruh baya. Ternyata pria itu adalah ayahnya.
"Vanesa ... kamu sudah bisa mengenali Ayah?" jawabnya senang dan duduk disamping Vanesa.
"Ayah kapan datangnya? Vanesa kangen .... " Air mata Vanesa mulai menetes sembari berusaha bangun.
Ayah Vanesa membantu anaknya yang baru sembuh itu untuk bangun dan duduk dihadapannya.
"Ayah," ujar Vanesa langsung memeluk ayahnya.
Lama sekali mereka berpelukan, dan menangis bersama. Ini kali keduanya Vanesa melihat ayahnya menangis, yang pertama ketika ajal menjemput Ibunya.
Menurut Vanesa, ayahnya adalah pria hebat dan pemberani. Meskipun dia jarang berada di rumah karena tuntutan pekerjaan yang Polisi Kehutanan membuatnya sering berpindah tempat tugas dan menjelajah hutan belantara, tapi kalau sudah berada dirumah, dia akan habiskan waktu berhari-harinya di rumah bersama dirinya dan Ibu.
"Syukurlah sekarang kamu sudah sembuh, Ayah senang sekali," ujar Ayahnya terlihat bahagia menatap Vanesa.
"Emangnya Vanesa kenapa, Yah? Baik-baik saja kok, tidak sakit. Hanya tubuh terasa pegal-pegal saja dan kepala terasa sedikit berat," jawab Vanesa sambil tersenyum.
"Iya, Nak, kamu tidak sakit apa-apa kok. Terimakasih ya Allah atas nikmat yang telah Engkau berikan untuk keluarga hamba." Ayah Vanesa langsung melakukan sujud syukur di lantai kamar.
Taklama kemudian, datang seorang wanita muda yang tampaknya sebaya dengan Vanesa masuk ke dalan kamarnya dengan membawa nampan yang berisi dua potong roti bakar dan segelas susu hangat.
"Selamat pagi, Nona Vanesa. Pagi ini kita sarapan roti bakar ya," ucapnya sembari duduk disamping Vanesa.
Vanesa mengeryitkan dahi menatapnya. Kemudian ayah berkata, "Kenalkan Vanesa, dia Siti pembantu baru di rumah kita!"
"Oh .... "jawab Vanesa singkat dan kemudian memakan roti bakar selai keju kesukaanku itu.
*********
Hari ini cukup aneh menurut Vanesa, mana tadi Siti mau ikutan masuk kamar mandi ketika ia hendak mandi. Aneh deh tuh pembantu, ia, kan bisa mandi sendiri dan bisa pakai baju sendiri.
Dengan dongkol, Vanesa duduk di depan televisi, di samping ayahnya yang sedang membaca koran sambil minum kopi.
"Kenapa Vanesa, kok manyun gitu?" Ayah menatapnya
"Pecat aja tuh pembantu yah, Vanesa gak suka sama dia. Masa tadi pas Vanesa mau mandi, dia mau ikutan masuk kamar mandi juga? Kan, aneh bin gila!" ucap Vanesa ketus.
"Nggak boleh gitu, Nak, bertutur katalah yang sopan! Dia hanya ingin membantumu," jawab ayahnya kemudian berjalan menuju dapur.
Ayah Vanesa terlihat sedang berbincang dengan Siti, dan Siti cuma manggut-manggut saja.
Kemudian ayah Vanesa mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.
*******
Sorenya, Vanesa duduk bersama ayahnya di teras rumah. Taklama kemudian sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya lalu si pemilik mobil mendorong pagar dan memarkirkan mobilnya di halaman rumah.
Kemudian dia menghampiri Vanesa dan sang ayah.
"Assalammualaikum," ucapnya kemudian langsung menyalami ayah Vanesa.
"Affan," ujar Vanesa kaget melihat Affan teman kantornya itu yang datang langsung mencium punggung tangan ayahnya.
"Waalaikumsalam, Nak Affan. Ayo, silakan duduk!" ucap ayah ramah padanya.
"Hai, Vanesa!" sapanya pada Vanesa yang masih terbengong-bengong melihat kehadiran Affan.
"Loh kok, ngapain kamu ke sini? Ayah kok kenal sama dia?" Vanesa menatap bingung wajah Affan dan kemudian beralih ke wajah ayahnya.
"Mau jenguk kamu lah Vanesa, kan sudah seminggu ini kamu sakit dan gak masuk kantor," jawab Affan dengan memamerkan senyumnya.
"Ini buat kamu," sambungnya lagi dengan meletakkan kantong plastik putih di atas meja.
Vanesa langsung meraihnya dan ternyata isinya sekotak Brownis dan beberapa buah coklat Silverquen.
"Makasih ya, tapi gak usah repot-repot gini," ucap Vanesa senang.
Taklama kemudian Siti datang dengan membawa tiga gelas orange juice lalu berkata, "Silakan diminum mas!" ucapnya dengan senyum ganjen ke arah Affan.
"Makasih Siti," jawab Affan membalas senyum kepada Siti.
"Ih, aku makin tidak suka dengan pembantu baru ini, mentang-mentang masih muda dan lumayan cantik. Genitnya makin gak ketulongan," batin Vanesa sambil menatap dongkol tingkah Siti.
Vanesa memperhatikan wajah Affan yang sedang meneguk juice dari Siti lalu berkata dalam hati, "Kok aku merasa dekat sekali dengan dia? Bukankah dia cowok menyebalkan yang sering menggangguku di kantor? Seingatku, aku membencinya. Tapi kok, sekarang sudah tidak lagi ya?"
"Kenapa, Van, kok ngeliatin aku sampai segitunya," tegur Affan membuyarkan pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepala Vanesa.
"Ah, tidak apa-apa." Vanesa menjadi gugup.
Segera diraihnya sekotak brownis itu dan mengambilnya sepotong lalu memakannya.
Kemudian ayahnya bangkit dari duduk dan hendak masuk ke dalam.
"Ayah mau ke mana? Di sini sajalah!" ujar Vanesa agak manja.
Ayah menarik napas lalu kembali ketempat duduknya, "Kan, sudah ada Affan di sini."
"Ayah kok berbicara seolah-olah aku ini sudah akrab dan kenal betul dengan Affan? Padahal 'kan, walaupun satu kantor tapi kami tidak dekat, hanya dia saja yang kadang suka sok akrab kepadaku." Vanesa kembali membatin dengan raut wajah cemberut.
Ayah Vanesa dan Affan mulai mengobrol seperti sudah kenal lama saja, Vanesa hanya mendengarkan obrolan mereka tanpa menyahut sepatah kata pun.
Vanesa sampai capek mendengarkan obrolan mereka, tapi kok Affan gak pulang-pulang juga? Begitu pikirnya, ia makin heran.
Kemudian Vanesa pamit masuk ke dalam dengan alasan mau ke kamar mandi. Dan ketika aku ingin kembali ke teras, terdengar sedikit pembicaraan keduanya.
"Sebaiknya biarkan saja dia seperti sekarang, kita jangan memancing ingatannya tentang semua yang sudah berlalu, Yah," ucap Affan dengan suara pelan.
"Iya, Nak, ayah juga sependapat dengan kamu."
"Mudah-mudahan saja ya, Yah, penyakitnya tidak kambuh lagi, dan kita tetap harus membacakan ayat-ayat Ruqyah untuknya."
"Hari minggu besok juga Pak Haji akan datang," ucap ayah.
Vanesa tidak mengerti isi pembicaraan Affan dan ayahnya, ia semakin bingung dengan ini semua.
"Siapa yang dibicarakan mereka? Siapa yang sakit?" Vanesa termenung lama sekali di balik pintu hingga sampai terdengar suara tangisan seorang bayi yang begitu nyaring sekali hingga memekakkan telinga. Sampai-sampai ia harus menutup telinga dan berteriak-teriak.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
R
kl smpi punya anak gt hukumnya gmn ya🤔🤔🤔 anaknya terpisah dari ibunya
2021-09-15
1
Ina Core
tangisan qiray
2021-09-15
0
Tien 💕💕
Qirey kangen mama nya sampai nagis" terus
kayanya Vanessa udah ga inget masa lalu nya
2021-09-14
0