Waktu merambah cepat hingga menjelang sore. Aku masih menyiapkan semua bahan untuk mengadakan promosi produk di kantor. Tentu saja sebagai partner, Gara masih berada di sampingku.
"Kamu bisa pulang terlebih dahulu," ujarku membuat keputusan sendiri.
"Ini pekerjaanku juga. Jadi aku wajib berada disini," ujar Gara. "Aku sedang bekerja bukan bermain. Aku seorang karyawan," tandasnya. Menunjukkan bahwa dia disini bukan sebagai putra pemilik perusahaan.
"Oke."
Saat melihat keluar jendela, langit mulai gelap. "Sepertinya kita akan makan malam dulu sebelum pulang." Gara mengikuti arah kepalaku yang menoleh.
"Kamu lapar?"
"Tentu saja," sahutku. Walaupun tubuhku kurus, jika salah satu jam makan terlewatkan, aku akan merasa tidak tenang. Makanan yang aku makan lumayan banyak.
"Tidak ku sangka tubuh kurus ini banyak makan," ujar Gara membuatku terkejut. Aku menoleh. Dia sedang berusaha bercanda barusan. Namun saat aku menatapnya, raut wajahnya biasa saja. Tidak ada wajah bergurau di sana. Melihat ini aku justru tersenyum merasa lucu. "Kenapa?" tanya dia kebingungan mendengarku tergelak.
"Kamu lucu."
"Aku lucu?" tanya dia heran. Aku mengangguk pelan. "Sungguh heran ada orang yang menyebutku lucu."
"Berarti aku yang pertama mengetahui kalau kamu sebenarnya pria yang lucu." Aku kembali tergelak. Entah kenapa ini menyenangkan bagiku. Gara melihatku yang masih tergelak menertawakannya. Kemudian kembali berkutat dengan pekerjaan.
"Aku ke toilet dulu." Gara mengangguk. Langkah kakiku agak cepat. Sekilas aku melihat tubuh perempuan melintas di lorong menuju ruang kerja Hanen. Walaupun samar, aku merasa kenal. Ingin memfokuskan diri pada perempuan itu karena penasaran, rasa ingin ke toilet semakin besar.
Akhirnya terpaksa aku menyegerakan diri ke toilet karena sudah tidak bisa di tahan lagi. Urusan uriner ini harus di tuntaskan. Rasa penasaran lenyap berganti kebingungan karena ingin segera sampai di toilet. Hingga akhirnya sampai di toilet dan melegakan.
Setelah mencuci tangan, aku mematut diri di depan cermin. Menata rambutku sedikit. Kemudian terbesit untuk mengikatnya karena terlihat lebih ringkas. Kakiku melangkah lagi untuk kembali ke ruangan tadi.
Tak sengaja bertemu Memey.
"Mumpung ada kamu. Aku titip tolong letakkan di kantor pak Hanen, ya ... Adikku sakit. Aku harus segera pulang," ujar Memey meletakkan beberapa dokumen entah apa itu.
"Adikmu sakit? Sakit apa?"
"Mungkin hanya demam, tapi begitulah ibuku. Dia selalu panik berlebihan."
"Ya sudah. Hati-hati. Semoga cepat sembuh."
"Oke. Aku pulang ya ...," teriak Memey sambil melambaikan tangan. Aku menghela napas sambil melihat dokumen di tanganku. Sangat terpaksa aku harus ke ruangan Hanen. Sebenarnya aku senang saat melihatnya duduk di balik meja kerjanya. Pria itu semakin tampan saat tengah serius mengerjakan sesuatu.
Kemungkinan saat ini dia sudah keluar. Namun kulihat cahaya lampu masih menerangi ruangannya. Dia belum pulang? Kakiku bergerak sedikit lebih cepat daripada tadi. Hanen memang sangat rajin bekerja.
Tanganku mau mengetuk pintu saat kulihat pintu terbuka sedikit. Kenapa terbuka? Ini berarti pria itu memang sedang berada di dalam. Ku buka pintu perlahan. Kosong melompong. Tidak ada siapapun.
Bukankah aneh jika pintu terbuka, tapi di dalam ruangan tidak ada orang satupun. Hanen pasti teledor tidak mengunci ruangannya sebelum keluar tadi. Hhh ... pria itu juga bisa teledor. Ku letakkan dokumen yang di beri Memey di atas meja.
Samar-samar aku mendengar suara. Kepalaku menoleh kebingungan. Saat ini diriku sendirian, tapi mengapa ada suara yang terdengar dekat? Kakiku melangkah menuju ke suara. Ternyata semakin terdengar jelas saat aku mendekat ke bilik di dekat rak buku. Sebuah ruangan.
Suara yang asing mulai terasa dekat. Aku menggigit bibir mendengar itu. Jantungku berdegup kencang. Aku berdebar menanti apa yang akan aku temukan sebentar lagi. Suara itu semakin jelas. Suara-suara itu terdengar sangat kontras.
Kudapati Hanen tengah menjajaki tubuh atas milik perempuan itu. Aku menelan ludah melihatnya. Napasku terasa berat. Mataku panas.
Seharusnya aku yang di cumbu. Seharusnya aku. Bukan perempuan itu. Bola mata keduanya menoleh karena keberadaanku. Masih dengan tatapan berkabut karena hasrat, keduanya sedikit terkejut karena aku muncul.
Bukannya menjauh, Kayla justru mendorong tengkuk Hanen untuk semakin merapat pada belahan dadanya. Seakan menunjukkan kepemilikannya akan diri Hanen. Bahkan pria itu diam saja.
"Bisa kamu pergi?" tanya Kayla pelan, tapi menusuk. Aku terdiam sejenak. Kemudian pergi setelah tersenyum seraya mendengus mendengar kata-katanya. Kakiku melangkah cepat keluar dari ruangan itu.
Bruk! Aku menabrak tubuh seseorang di depan pintu. Namun tidak ku hiraukan karena aku ingin segera menjauh. Butiran air mata jatuh membasahi pipiku. Ku usap dengan punggung tangan agar tidak terlihat orang lain.
Aku merasa pedih. Namun aku tahan tangisan agar terlihat baik-baik saja. Hanya beberapa tetes air mata saja yang akhirnya jatuh. Namun bisa segera ku tepis untuk membuat butiran air mata lainnya tidak jatuh berderai.
"Semua sudah selesai. Kita bisa ... " Bruk! Aku tidak mampu lagi menahan sedih. Tubuhku luruh dan berjongkok tiba-tiba. Sungguh, aku tidak baik-baik saja. Aku sakit hati, marah dan kalah. Aku ... mencintai Hanen dan membencinya. Tangisanku merebak. Sambil menutup wajahku, aku menangis tersedu-sedu.
Pria itu tetap berdiri tanpa berusaha menenangkanku. Dia terdiam membiarkan tangisanku merebak. Setelah kurasa aku mulai bisa tenang, aku melepaskan tanganku dan membuka mata.
"Gara ...," ujarku terkejut. Wajahku masih basah. Mataku masih sembab. Aku kebingungan menyembunyikan bekas tangisan ini. Aku semakin kebingungan hingga lupa bahwa masih ada sisa air mata menggenang. Namun dia tetap berwajah datar.
Aku tidak tahu bahwa kali ini aku membuat Gara yang ternyata berada di depanku, memperhatikanku menangis. Aku menabraknya dan menutup wajahku tiba-tiba.
"Kenapa duduk disana? Jika lelah, lebih baik pulang saja," kata Gara membuat aku sedikit tidak terbebani. Pria ini bersikap tidak peduli. Yah ... begitulah Gara. Dengan helaan napas aku mengusap sisa air mata dan berdiri.
"Ya. Aku sangat lelah. Bisa kamu selesaikan sendiri sisa pekerjaannya?" Aku beranjak ingin pergi.
"Sudah selesai. Aku bisa antar pulang. Apa kamu ingin pulang?"
"Ya. Aku ingin pulang," pintaku seperti merengek pada kekasih. Namun aku tidak peduli. Aku benar-benar ingin pulang sekarang ini juga.
"Baiklah. Kita pulang." Gara berjalan menuju pelataran parkir. Aku mengikutinya dari belakang. Masih bersungut-sungut dengan sisa tangisanku. Pasti wajahku tidak karuan. Sembab, acak adul dan berantakan. Namun Gara tidak memandang aneh.
Zia tidak tahu, bahwa seseorang yang di tabraknya dari depan kantor Hanen tengah mengikutinya dari belakang. Setelah melihat juga apa yang ada di dalam kantor Hanen, dia berusaha mengejar Zia. Namun saat melihat Gara, seseorang itu mengurungkan niat untuk mendekatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
rara
siapa ya yang Zia tabrak. ternyata ada cowok Laen, ayo Thor hadir kan cowok yang lebih segala 2nya dari hanen
2022-11-05
1
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Ohhh ternyata bukan Gara.... siapa dia yaa🤔
2022-10-02
0
Christy Oeki
trus bersyukur
2022-07-25
0