Keputusan

Waktunya pulang kerja adalah yang terberat. Aku harus bertemu rutinitas palsu yaitu menjadi istri Hanen. Kehangatan di rumah tidak bisa kurasakan. Sepertinya aku memilih lembur hingga malam di kantor, daripada pulang.

Tentu saja aku pulang bersama Hanen. Pria itu tidak mengijinkan aku pulang sendiri. Bukan cemas dan khawatir ada apa-apa denganku, dia hanya ingin memantau gerak-gerikku.

"Gara dan Rara akan sampai rumah." Hanen memberitahu. Aku diam tidak merespon. "Jangan menunjukkan sikap tidak baik di depan mereka."

"Tanpa disuruh, aku selalu bersikap baik di depan keluargamu."

"Bagus." Akhirnya sampai di rumah. Bukan. Ini adalah penjara. Penjara berhiaskan permata. Aku melangkah masuk terlebih dahulu.

"Tunggu." Hanen menghentikan langkahku dengan panggilannya. Tubuhku berputar untuk menghadap padanya. "Jangan bicara yang tidak perlu." Lagi Hanen memberiku aturan baru.

"Jangan khawatirkan itu," ucapku acuh tak acuh. Membuka kenop pintu kamar lalu masuk. Mungkin tempat paling nyaman adalah kamar ini. Aku tidak harus melihat laki-laki itu disini. Tidak perlu merasa tertekan dengan apa yang aku lakukan. Bebas. Aku bebas di kamar ini.

Melihat music box di meja, aku teringat lagi saat Hanen menjadi kekasihku. Saat itu dia begitu perhatian hingga membuatku luluh dan tidak peka. Berpikir kedepannya, bahwa lelaki ini adalah musuh dalam selimut. Monster yang diam-diam akan menggerogoti kebahagiaanku.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, pelayan di rumah memberitahu bahwa Rara dan Gara datang. Aku turun ke lantai bawah. Tidak menduga ada mertua di sana. Terlihat Hanen menegang karena ada kedua orangtuanya. Kemungkinan dia juga tidak menduga bahwa mereka akan ikut berkunjung. Mingk

"Zia ...," panggil ibu mertua sambil tersenyum. Tangannya terbuka untuk menyambutku. Aku langsung menghambur ke pelukan perempuan paruh baya itu. Bukan manja, aku hanya memberikan apa yang beliau inginkan, yaitu pelukan.

Sangat yakin bahwa Hanen muak melihat tingkahku. Saat semua suami ingin melihat istrinya akrab dengan orangtuanya, Hanen berpikir memuakkan melihat aku terlihat akrab dengan mertuaku. Aku tidak peduli. Mereka baik. Mereka berdua telah membuat ibuku tetap bisa hidup dengan wajar, jika apa yang di katakan Hanen benar. Ibu sangat bergantung pada pernikahanku.

"Kamu sehat?" tanya mama.

"Iya," jawabku sambil memasang senyum.

"Baguslah. Hanen memang haruslah menjaga istrinya dengan baik agar selalu sehat. Dengan begitu, cucu mama akan segera lahir." Mama tertawa bahagia saat mengatakannya. Rara dan papa ikut tersenyum. Berbeda dengan Hanen yang aku yakin semakin muak mendengar pembicaraan ini. Gara terlihat biasa saja walau dia ikut mendengarkan perbincangan barusan. Adik iparku itu memang sedikit tidak ramah.

"Oh, ya Han. Adik-adikmu akan berkerja di perusahaanmu." Papa memulai pembicaraan.

"Mereka?" tanya Hanen seperti tidak percaya.

"Ya. Rara kan sebentar lagi selesai kuliah ... Gara juga tidak perlu bekerja di perusahaan lain." Mama sedikit mendelik kepada putra keduanya. Pria itu memang sedikit ingin kebebasan. Bebas dalam mencari kesibukan dunianya. Dia ingin berdiri sendiri dengan tidak mendapat sokongan dari kedua orangtuanya. Makanya Hanen tidak percaya bahwa pria itu akan setuju.

Mendapat pelototan mama barusan, Gara hanya mengangkat alis dan melihat ke arah lain.

"Ya. Papa ingin mereka berdua bekerja di bawah pimpinanmu, Han." Papa berbicara lagi.

"Baiklah jika itu kehendak papa." Sebagai putra tertua, Hanen pantas menjadi pimpinan mereka.

"Lalu ada lagi yang akan mama bicarakan." Mama menoleh pada mereka berdua. Putra dan putrinya. "Mereka akan tinggal bersama dengan kalian." Aku sangat yakin Hanen akan mengeluarkan bola mata dari tempatnya karena perkataan mama barusan. Pria itu terkejut. Dia membelalakkan matanya. Bola mataku hanya melirik sekilas.

"Apa maksudnya, Ma?" tanya Hanen menunjukkan kegusarannya.

"Mereka akan tinggal di sini," ulang mama. Melihat kedua putra putri mereka, sepertinya mereka setuju. Atau jangan-jangan ... mereka terpaksa setuju dengan ide orangtua mereka.

"Apakah harus tinggal disini? Aku dan Zia baru saja menikah." Hanen tidak setuju. Aku tahu. Namun mendengar alasan yang dia sebutkan, aku ingin protes.

"Keberadaan mereka tidak terlalu mengganggu kalian bukan?" Mama menoleh padaku. Menatap dengan tatapan berharap. Aku tersenyum. Jelas sekali aku tidak boleh membuka mulut untuk bilang iya atau tidak. Ini di luar wewenangku sebagai menantu.

"Apakah tidak ada tempat lain untuk mereka selain rumah ini?" Hanen masih bersikukuh menolak mereka.

"Bukan itu, Han ... " Mama merajuk.

"Banyak tempat tinggal untuk mereka, Han. Papa bisa memberikan apartemen bagi mereka berdua sekarang juga. Namun, papa tidak mau kehidupan mereka terlepas dari keluarga. Mereka juga perlu hidup mandiri."

"Lalu apa hubungannya dengan rumahku, Pa? Jika mereka di wajibkan hidup dengan mandiri, seharusnya mereka tinggal sendiri."

"Mereka perlu pantauan. Mereka perlu bimbingan," jawab Papa.

"Mereka sudah terlalu dewasa untuk di pantau, Pa. Mereka berdua bukan anak kecil. Mereka bisa menjaga diri mereka sendiri." Tidak ada pembantahan dari bibir keduanya. Aku melihat mereka sudah di beri pengarahan terlebih dahulu sebelum muncul disini. Sebenarnya raut wajah mereka tampak kesal, tapi sekali lagi ... Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka untuk menentang.

"Papa ingin kalian tetap rukun sebagai keluarga," tegas papa. "Papa lihat Hanen dan Gara sudah jarang berkomunikasi seperti dulu. Karena sudah dewasa, kalian bersikap berbeda. Tidak ada lagi kerukunan seperti saat masih kecil."

"Semuanya karena kita punya kehidupan masing-masing yang berbeda dan perlu di jalani dengan cara sendiri-sendiri." Hanen menjelaskan.

"Mamamu khawatir dengan kalian, Han." Papa akhirnya memberitahu alasan dari permintaan ini.

Mendengar perkataan papa, Hanen menoleh pada mamanya.

"Apa yang perlu di khawatirkan, Ma? Kita sudah dewasa semua. Hanya karena kita terlihat tidak bersama-sama bukan berarti kita tidak rukun di dalam keluarga. Lagipula, mana bisa aku, Gara dan Rara selalu melakukan banyak hal bertiga." Han mencoba memberi penjelasan.

"Kalian ini tidak akan paham perasaan seorang mama. Menurut kalian, kalian sudah dewasa jadi pantas bersikap acuh kepada saudara. Buat mama, saat melihat putra-putrinya tidak rukun, itu sangat tidak menyenangkan ... Mama tidak bahagia jika kalian tidak seperti dulu. Walaupun umur kalian bertambah, mama ingin kalian tetap bersama-sama."

Pemikiran yang sama pada setiap ibu. Ingin anak-anaknya selalu rukun hingga mereka tua. Hanen mendesah lelah. Tidak paham mama punya pemikiran yang terasa aneh.

"Kita tidak sedang bertengkar karena sebuah masalah. Kita hanya saling diam karena punya kesibukan masing-masing." Kali ini putra kedua, Gara berbicara. Mungkin dengan kata tidak rukun, terlihat bahwa mereka sedang saling menjauh karena suatu masalah. Itu sedikit mengganggu di telinganya.

"Mama tahu. Lebih baik kamu yang tidak mau meneruskan perusahaan keluarga, diam. Mama kesal sama kamu." Mama mertua langsung menghardik dengan gemas. Beliau yang tahu Gara justru bekerja di perusahaan lain secara sembunyi-sembunyi, sempat terkejut. Pria itu sudah di tawari perusahaan untuk di kelola, justru kabur dan bekerja di perusahaan milik orang lain.

Terpopuler

Comments

Christy Oeki

Christy Oeki

trus bahagia

2022-07-25

0

Andriani

Andriani

keluarga bermasalah nih mereka, ? kasihan Zia terikut ke dalamnya.

2022-02-21

0

🙃😉

🙃😉

💃

2022-02-18

1

lihat semua
Episodes
1 Pernikahan
2 Selamat, atas pernikahanmu
3 Negara Laksana
4 Menemukanmu
5 Cerai
6 Berharap lepas
7 Keputusan
8 Debat keluarga
9 Kopi
10 Partner baru
11 Sarapan pagi
12 Makan siang
13 Dirimu dan dirinya
14 Sebuah tawaran menarik
15 Aku kacau
16 Terbuai
17 Sentimentil
18 Melihat Hanen
19 Aku sudah membuat masalah
20 Menjauh
21 Itu yang pertama
22 Pengalihan perhatian
23 Pendamping pesta
24 Ibu sakit
25 Jas di bahu Zia
26 Aku cinta kamu
27 Gelisah
28 Menjenguk ibu
29 Telah berubah
30 Kantin
31 Han aneh
32 Marah
33 Aku tidak rela
34 Aku tahu
35 Salah
36 Lepaskan dia
37 Lelah hati dan pikiran
38 Merenung
39 Pria brengsek
40 Maaf, aku menyakitimu
41 Suasana kamar tidur
42 Bersama keluarga
43 Mengungkap masalah
44 Mama tahu
45 Pengakuan
46 Keputusan
47 Bukan pemenang
48 Pemilik perusahaan
49 Rumah baru
50 Syahdu
51 Perasaanmu lebih penting
52 Bertemu kamu
53 Balkon
54 Gelisah
55 Kedua kali
56 Menerima rasa sakit
57 Pulang
58 Menebus salah
59 Pesan dari Gara
60 Pesta
61 Kata hatiku
62 Kabar bagus
63 Tersakiti
64 Aku tahu
65 Kayla
66 Ancaman
67 Sebuah perintah
68 Gara
69 Nomor tidak di kenal
70 Debat
71 Bab. 71
72 Bab. 72
73 Bab. 73
74 Bab. 74
75 Bab. 75
76 Bab. 76
77 Bab. 77
78 Bab. 78
79 Bab. 79
80 Bab. 80
81 Bab. 81
82 Bab. 82
83 Bab. 83
84 Bab. 84
85 Bab. 85
86 Bab. 86
87 Bab. 87
88 Bab. 88
89 Bab. 89
90 Bab. 90
91 Bab. 91
92 Bab. 92
93 Bab. 93
94 Bab. 94
95 Bab. 95
96 Bab. 96
97 Bab. 97
98 Bab. 98
99 Bab. 99
100 Bab. 100
101 Bab. 101
102 Bab. 102
103 Bab. 103
104 Bab. 104
105 Bab 105
106 Bab. 106
107 Bab. 107
108 Bab. 108
109 Bab. 109
110 Bab. 110
111 Bab. 111
112 Bab. 112
113 Bab. 113
114 Bab. 114
115 Bab. 115
116 Bab. 116
117 Bab. 117
118 Bab. 118
119 Bab. 119 Di ruang perawatan
120 Bab. 120
121 Bab. 121
122 Bab. 122
123 Bab. 123
124 Bab. 124
125 Bab. 125
126 Bab. 126
127 Bab. 127
128 Bab. 128
129 Bab. 129
130 Bab. 130
131 Bab. 131
132 Bab. 132
133 Bab. 133
134 Bab. 134
135 Bab. 135
136 Bab. 136
137 Bab. 137
138 Bab. 138
Episodes

Updated 138 Episodes

1
Pernikahan
2
Selamat, atas pernikahanmu
3
Negara Laksana
4
Menemukanmu
5
Cerai
6
Berharap lepas
7
Keputusan
8
Debat keluarga
9
Kopi
10
Partner baru
11
Sarapan pagi
12
Makan siang
13
Dirimu dan dirinya
14
Sebuah tawaran menarik
15
Aku kacau
16
Terbuai
17
Sentimentil
18
Melihat Hanen
19
Aku sudah membuat masalah
20
Menjauh
21
Itu yang pertama
22
Pengalihan perhatian
23
Pendamping pesta
24
Ibu sakit
25
Jas di bahu Zia
26
Aku cinta kamu
27
Gelisah
28
Menjenguk ibu
29
Telah berubah
30
Kantin
31
Han aneh
32
Marah
33
Aku tidak rela
34
Aku tahu
35
Salah
36
Lepaskan dia
37
Lelah hati dan pikiran
38
Merenung
39
Pria brengsek
40
Maaf, aku menyakitimu
41
Suasana kamar tidur
42
Bersama keluarga
43
Mengungkap masalah
44
Mama tahu
45
Pengakuan
46
Keputusan
47
Bukan pemenang
48
Pemilik perusahaan
49
Rumah baru
50
Syahdu
51
Perasaanmu lebih penting
52
Bertemu kamu
53
Balkon
54
Gelisah
55
Kedua kali
56
Menerima rasa sakit
57
Pulang
58
Menebus salah
59
Pesan dari Gara
60
Pesta
61
Kata hatiku
62
Kabar bagus
63
Tersakiti
64
Aku tahu
65
Kayla
66
Ancaman
67
Sebuah perintah
68
Gara
69
Nomor tidak di kenal
70
Debat
71
Bab. 71
72
Bab. 72
73
Bab. 73
74
Bab. 74
75
Bab. 75
76
Bab. 76
77
Bab. 77
78
Bab. 78
79
Bab. 79
80
Bab. 80
81
Bab. 81
82
Bab. 82
83
Bab. 83
84
Bab. 84
85
Bab. 85
86
Bab. 86
87
Bab. 87
88
Bab. 88
89
Bab. 89
90
Bab. 90
91
Bab. 91
92
Bab. 92
93
Bab. 93
94
Bab. 94
95
Bab. 95
96
Bab. 96
97
Bab. 97
98
Bab. 98
99
Bab. 99
100
Bab. 100
101
Bab. 101
102
Bab. 102
103
Bab. 103
104
Bab. 104
105
Bab 105
106
Bab. 106
107
Bab. 107
108
Bab. 108
109
Bab. 109
110
Bab. 110
111
Bab. 111
112
Bab. 112
113
Bab. 113
114
Bab. 114
115
Bab. 115
116
Bab. 116
117
Bab. 117
118
Bab. 118
119
Bab. 119 Di ruang perawatan
120
Bab. 120
121
Bab. 121
122
Bab. 122
123
Bab. 123
124
Bab. 124
125
Bab. 125
126
Bab. 126
127
Bab. 127
128
Bab. 128
129
Bab. 129
130
Bab. 130
131
Bab. 131
132
Bab. 132
133
Bab. 133
134
Bab. 134
135
Bab. 135
136
Bab. 136
137
Bab. 137
138
Bab. 138

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!