"Baiklah..." Hanen setuju. Dia melepaskan tubuhku dan mendekat ke arah ponsel yang ada di meja nakas. Aku masih di depan ranjang hendak melepas gaun pengantinku dan berganti dengan gaun tidur yang sudah di siapkan mertuaku.
Ini sudah beberapa menit sejak kita berdua masuk ke dalam kamar pengantin. Ku lirik Hanen masih berkutat dengan ponselnya. Sementara aku diam sambil melepas aksesoris yang jadi hiasan di kepalaku.
"Siapa?" tanyaku ingin tahu juga.
"Papa," sahutnya datar tanpa menoleh.
"Papa?" tanyaku terkejut. Pasti ada hal penting yang di bicarakan hingga mertua perlu mengganggu waktu berharga ini.
"Iya. Beliau mengira pesta belum usai karena pasti teman-temanku belum pulang." Hanen menjelaskan. Sepertinya dia tahu aku terkejut. "Tenang saja. Ini bukan hal gawat, tapi memang perlu waktu untuk bicara." Aku mengangguk saja. Mungkin beliau berpikir pasti Hanen masih mengobrol dan berbincang lama dengan mereka. "Sebentar ya, aku keluar dulu. Sepertinya sekretaris papa ada di luar."
"Sekarang?" tanyaku merasa berat. Tentu saja. Ini waktu yang berharga bagi pengantin, tapi dia akan pergi keluar kamar sementara aku tetap di sini.
"Aku hanya sebentar. Kamu tunggu saja." Hanen berjalan mendekatiku. Dia tahu aku keberatan. "Buka gaunmu dan ganti dengan gaun tidur yang sexy ... " bisik Hanen tepat di telingaku. Jelas itu membuatku menahan napas sejenak. Sekujur tubuhku meremang.
"Baiklah," ujarku pasrah seraya tersipu. Lalu Hanen pergi keluar kamar dengan membawa ponselnya.
Setelah hampir satu jam, batang hidung Hanen tetap tidak muncul. Sebentar? Apa ini mungkin punya arti kata yang lain? Bukankah sebentar itu bukan hampir satu jam seperti ini?
Aku duduk di atas ranjang dengan gaun tidur sexy yang di berikan mertua di atas meja yang ada di dekat pintu.
Selamat atas pernikahan kalian berdua. Segera beri mama momongan, ya ...
Aku baca lagi kartu ucapan warna merah muda yang tadi berada di dalam bungkus kado dengan warna senada. Ucapan seorang ibu yang ingin segera menimang cucu.
Bibirku tersenyum dan sedikit malu membaca itu. Momongan? Begitu menggebunya mama Hanen ingin menggendong cucu. Namun ternyata, malam ini kita tidak segera membuat cucu yang di harapkan itu. Aku terpekur sendiri menanti pria yang tadi keluar dan berkata akan segera kembali.
Kemana Hanen? Ada apa dengannya?Tiba-tiba aku merinding sendiri. Membayangkan hal buruk terjadi. Bergegas aku berdiri dan ... Aku berhenti. Tidak ada pakaian apapun. Di dalam kamar ini tidak di sediakan pakaian satupun.
Benarkah ini?
Aku duduk kembali ke atas ranjangku. Jelas sekali aku tidak bisa kemana-mana. Tidak mungkin aku berkeliaran memakai gaun pengantin apalagi hanya memakai gaun tidur dengan lekuk tubuh terbuka di sana-sini.
Aku harus bagaimana?Ponsel! Aku harus mencari ponselku! Kakiku melangkah mencari ponsel. Di berbagai tempat aku berusaha mencarinya. Hingga akhirnya ketemu. Tergeletak di sudut laci. Ku cari nama Rara di daftar kontak.
Ketemu! Segera aku tekan tombol panggil. Agak lama Rara baru mengangkat ponselnya.
"Halo, Ra."
"Iya, kak. Ada apa?"
"Kamu masih ada di tempat pesta atau sudah pulang?"
"Sudah mau pulang. Ada apa memangnya?"
"Apa Hanen ada di sana?" tanyaku ragu.
"Kak Hanen?" tanya Rara heran.
"Iya." Suara Rara lenyap. Mungkin sangat aneh seorang istri kehilangan suaminya di saat malam pertama. Aku menunggu dengan cemas jawaban Rara.
"Tidak. Memangnya ... kak Hanen tidak bersama kak Zia?"
"Tidak."
"Bukannya tadi kalian berdua berangkat ke hotel yang di pesan untuk melewati malam ini bersama menggunakan mobil pengantin?" Ini memang sungguh aneh, tapi Zia perlu mencari tahu dimana keberadaan suaminya sekarang.
"Beberapa menit setelah kita sampai, dia meminta ijin pergi. Sekretaris papa ada perlu mendadak," kataku.
"Sekretaris papa? Pak Andi?" tanya Rara seakan tidak percaya.
"Benar. Hanen bilang ada urusan penting hingga membutuhkan waktu untuk bicara dan pergi meninggalkanku." Lagi lagi tidak ada suara disana. Sunyi. Sepi. Entah apa yang sedang di pikirkan adik iparku ini.
"Aku tidak tahu soal itu." Rara akhirnya bersuara.
"Bisa bantu aku membawa pakaian ke kamar hotel?"
"Sekarang?"
"Ya. Aku ingin mencari Hanen, tapi tidak ada pakaian sama sekali disini, kecuali lingerie dan gaun pesta." Aku sebenarnya malu mengatakannya, tapi sekarang ini aku harus jujur agar Rara mau membantu.
"Baiklah. Mungkin aku tidak bisa mengambil baju kakak di rumah orang tua kakak, tapi aku bisa membawakan bajuku kesana."
"Terima kasih." Aku bisa bernapas lega. Ku tunggu di dalam kamar dengan perasaan gelisah. Kemana Hanen?
Setelah agak lama menunggu, pintu kamar terketuk. Aku mengira itu Rara. Dengan segera aku berjalan dengan baju handuk yang tersedia di dalam kamar ini dengan tetap lingerie melekat di tubuhku.
Perlahan aku buka pintu sambil mengintip. Saat membuka pintu sedikit, aku terkejut melihat seorang pria di depan pintu. Karena terkejut aku segera menutup pintu kembali. Siapa dia? Mengapa itu bukan Rara? Namun itu juga bukan Hanen, siapa dia?
Karena terkejut aku tidak sempat melihat dengan jelas siapa dia.
"Siapa?" tanyaku agak keras dari dalam.
"Aku Gara. Rara bilang ingin memberikan kado ini pada kalian segera," ujar Gara dari luar. Kado? Aku mendekat ke meja nakas dan hendak menghubungi Rara. Rupanya adik iparku mengirim pesan.
Aku tidak bisa kesana. Maaf, Kak. Namun aku titipkan ke Kak Gara yang kebetulan sedang keluar. Aku hanya bilang itu kado. Aku tidak memberitahu kalau itu sebuah pakaian. Begitu pesan Rara.
Aku tidak menduga dia akan menyuruh Gara.
Oke. Terima kasih, balasku segera. Jadi itu memang benar adik ipar laki-laki. Negara Laksana.
Lebih baik tidak perlu bertanya soal Kak Hanen kepada kak Gara. Aku akan mencari kak Hanen dan memberitahunya bahwa istrinya sedang menunggu, imbuh Rara dalam pesannya.
Sedikit aneh, tapi perkataan Rara benar. Kakiku melangkah mendekat lagi ke arah pintu. Membuka lebih pelan dan lebih hati-hati daripada tadi. Rupanya Gara masih disana. Di depan pintu. Berdiri membelakangi. Melihat pintu kamar hotel terbuka sedikit, Gara memutar tubuh dan menoleh.
"Maaf. Aku terkejut jadi spontan menutup pintu," kataku malu. Masih menyembunyikan setengah tubuhku.
"Tidak apa-apa," kata Gara tidak banyak ekspresi. Pria ini memang seperti itu. Kurang ramah. "Hanen?" tanya dia singkat.
"Ada. Dia ada di dalam," ujarku berbohong.
Gara mengangguk. "Baik. Aku pulang."
"Terima kasih sudah mengantar." Dia mengangguk dan pergi dengan cepat. Aku segera mengganti baju dan ikut pergi dari kamar pengantin setelah adik ipar pergi.
Mencari ke seluruh penjuru hotel yang semakin sepi karena larut malam. Ini sangat janggal. Bagaimana bisa Hanen tidak muncul di malam pertama kita?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Christy Oeki
trus semangat
2022-07-25
0
Ratna Juwita
kayaknya Hanen pacar Kayla ya, hanya nebak sih
2022-06-09
0
🙃😉
karya ny bagus2
bikin greget...
2022-02-18
1