Pagi itu, merupakan pagi yang cerah. Vina dan kedua putrinya tengah bersantai di balkon sembari mengobrol menikmati kebersamaan mereka di akhir pekan ini.
"Kak Dena kau sedang melihat apa?" Safira yang melihat kakaknya lebih asik dengan dunianya sendiri memicingkan matanya. "Dari tadi kau hanya bermain ponsel."
"Bukan apa-apa. Hanya ada masalah pekerjaan." jawab Dena seadanya, lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Ck." Safira yang sangat penasaran dengan hidup sang kakak, langsung merampas ponsel milik Dena.
"Hei! Safira apa yang kau lakukan?!"
Safira tidak menghiraukannya, kemudian melihat ponsel yang sudah menyita waktu Dena dari waktu bersantai mereka.
"Kau?" mata Safira membola setelah melihat ponsel Dena. "Kakak menyukai Kak Bara?"
Vina yang awalnya tidak tertarik dengan perdebatan putri-putrinya menoleh.
"Banyak sekali foto Kak Bara di sini." Safira sibuk mengutak-atik ponsel Dena. "Bahkan wallpaper ponselmu foto Kak Bara? Kak Dena?" menatap Dena penuh tanya.
Dena yang sudah tidak dapat berkilah mengangguk pelan dengan senyum malu-malunya.
"Kakak sudah gila? Kak Bara itu Kakak angkat kita." sentak Safira yang masih belum habis pikir dengan Dena.
"Memangnya kenapa? Hanya kakak angkat bukan? Dan kami tidak memiliki hubungan darah sama sekali." ucap Dena tegas membuat Safira melongo.
"Ibu, tidak apa-apa bukan kalau aku menyukai Kak Bara?" tanya Dena pada Vina.
Vina masih syok, dan diberi pertanyaan itu membuatnya bingung.
"Sejak kapan?" tanya Davina dingin.
"Maksud ibu?"
"Sejak kapan kamu menyukai kakakmu?"
Melihat raut wajah Vina, Dena takut tidak mendapat restu darinya.
"Sejak aku masih kuliah Ibu." yang artinya sudah hampir empat tahun lamanya perasaan itu muncul dalam hati Dena.
Davina menghela nafasnya, sebenarnya tidak bermaksud menolak perasaan putrinya itu, hanya saja dia tidak bisa memutuskan keputusan sendiri jik Bata tidak menginginkannya.
"Ibu bolehkah?" Dena memastikan.
"Jika Bara mau, Ibu tidak bisa menolak."
Mendengar itu Dena bersorak gembira dalam hati. "Terima kasih Ibu."
"Itu jika Bara mau. Jika tidak, Ibu tidak bisa berbuat apa-apa." ujar Vina mengingatkan.
"Iya Bu. Aku tau, dan aku akan berusaha untuk mengambil hati Kak Bara."
Pembahasan mereka kembali seperti awal. Berbincang-bincang mengenai kehidupan sosialita kelas atas yang selalu mereka lakukan. Begitulah kehidupan wanita-wanita itu. Sebagai keluarga bangsawan, hal itu sudah menjadi lumrah.
"Oh ya Bu. Bagaimana keadaan Rara sekarang?" Safira mencela perbincangan mereka.
"Hei! Sejak kapan kau memanggil nama anak haram itu?" sentak Dena yang tidak suka Safira memanggil nama Rara.
"Kau ini, apa tidak kasihan padanya? Dia baru saja kemalangan, apakah kau masih tega menindasnya?"
"Kau mengasihaninya?" Dena mendelik kesal.
"Siapapun akan kasihan padanya. Bagaimana jika kau yang ada di posisinya? Kehilangan kesucian secara paksa oleh laki-laki brengs*k?"
"Safira ada apa denganmu? Kau sudah mulai berpihak pada anak haram itu?!"
"Kakak yang kenapa? Apakah Kakak benar-benar tidak punya hati nurani?"
"Cih. Dia pantas mendapatkannya." Dena berdecih jijik.
"Jaga ucapanmu Dena!" Vina menyahut antara perdebatan kedua putrinya.
"Apa?! Ibu juga memihak anak haram itu?"
Davina menatap tajam, "Itu tidak benar! Tapi setidaknya ibu memiliki hati nurani." Vina tidak tahan mendengar perdebatan keduanya hingga akhirnya memilih pergi.
"Sudahlah. Jangan berdebat lagi. Ibu akan menghadiri pertemuan sebentar lagi." pergi dari sana.
***
"Aku akan menikahinya Ayah."
"Apa?" Derri melotot mendengar ucapan Bara baru saja. "Apa yang kau katakan?"
"Aku akan menikahi Rara." ujar Bara dengan wajah datar.
"Kau...." Derri tidak tau lagi. "Jangan bertindak sembrono!" kecamnya. "Rara adikmu, kamu tidak pantas!"
"Kenapa tidak? Kami tidak berhubungan darah sama sekali."
"Tetap saja Ayah tidak setuju!" tolak Derri mentah-mentah. Sebab Derri tau dengan jelas bagaimana perlakuan Bara pada Bara. Bara sangat kejam padanya.
Derri tidak mau. Yang dia inginkan adalah Rara mendapat pria yang bisa menjaga dan melindunginya. Dan tidak akan membuat putrinya itu menderita lagi.
Bara menaikkan alisnya, "Ayah yakin tidak mau?"
"Ayah yakin. Ayah bisa mencari laki-laki lain untuknya."
Bara tersenyum sarkas, "Memangnya laki-laki mana yang menginginkan wanita yang sudah kotor sepertinya?" ucap pria itu tanpa perasaan sedikit pun, membuat Derri terhenyak.
"Ayah tau, bisa saja beberapa waktu lagi, Rara mengandung benih dari pemuda brengs*k itu. Jika Rara menikah dengan laki-laki lain, Ayah yakin pria itu bisa menerimanya?"
Wajah Derri semakin menggelap, dia sudah memikirkan ini sebelumnya.
"Masih untung jika Rara hanya diceraikan. Bagaimana jika Rara dipermalukan? Apa Ayah sanggup melihatnya?"
Derri mati kutu. Sebab semua yang Bara katakan adalah benar adanya.
"Bagaimana Ayah?"
Wajah Derri memucat. Jika dia menolak, maka masa depan Rara akan terancam. Tapi Derri juga tidak rela, Bara menikahi putri kesayangannya.
"Kau bisa berjanji satu hal pada Ayah?" lirih Derri.
"Kalau memang itu jalan yang harus Rara jalani, bisakah kau tidak membuatnya menderita lagi?" pintanya penuh pengharapan.
"Untuk itu aku tidak bisa berjanji Ayah. Itu semua tergantung pada sikapnya. Jika dia menurut, aku juga tidak punya alasan untuk membuatnya menderita."
Derri masih belum bisa bernafas lega, sebab jawaban Bara belum memuaskan.
"Baiklah.... Lakukanlah keinginanmu. Tapi ingat satu hal ini!" sentak Derri. "Jangan sampai Rara tau apa yang telah terjadi padanya. Ayah tidak mau itu sampai terjadi. Dia pasti akan sangat terluka jika mengetahui kebenaran itu. Ayah tidak sanggup melihatnya menderita lagi."
"Untuk itu Ayah tidak usah khawatir. Ayah bisa memegang janjiku." ucap Bara dengan tenang.
Untuk yang satu ini, Derri bisa bernafas lega. Sebab jika Bara sudah berjanji, itu artinya dia akan menepatinya. Pantang bagi Bara mengingkari janjinya.
***
Sedangkan gadis yang tengah menjadi perbincangan hangat di rumah itu, sedang kebingungan sendiri di kamarnya. Tepatnya di kamar mandi, sedang mematut tubuhnya di cermin besar kamar mandi.
"Apa ini?" meraba bekas berwarna biru keunguan di sekitar area leher hingga pundaknya.
"Apakah aku digigit serangga?" menyentuh bekas itu sedikit keras. Agak sedikit perih. Sebenarnya bekas apa ini?
"Tapi darimana serangga di rumah ini?" Rara bergumam sendiri. Namun pikirannya yang masih polos, bersikap masa bodoh dan tidak terlalu menghiraukannya.
Rara membuka pakaian terakhirnya, lalu berjalan menuju shower. Andai gadis itu tau, bekas merah itu tidak hanya ada di leher dan pundaknya. Masih ada lebih banyak lagi di punggung putihnya yang hampir tidak bisa dihitung dengan jari.
Sebenarnya apa yang telah terjadi pada gadis itu. Apakah memang benar Rara sudah ternoda? Aku juga tidak tau, hanya Bara lah yang tau kebenarannya.
TBC ☘️☘️☘️
...JANGAN LUPA LIKE DAN VOTENYA YAAA SAMA GIFT NYA JUGA BIAR OTHOR OLENG SEMANGAT UPDATE NYA...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Maria Magdalena
hah....aroma" mencurigakan . Bara pasti kau pelakunya
2025-02-14
0
Maliqa Effendy
pikiran polis,tapi bisa buat Nesya masuk rumah sakit ya..
2022-10-19
0
aning purwasih
Bara,, aku curiga ma kamu, jangan2 kamu sendiri yg melecehkan Rara, gk mungkin getol banget nikahin bekas orang. Aku curiga si Bara dah ada rasa ma Rara sejak dulu🤔🤔🤔🤔🤔
2022-08-21
0