"Mic cukup!" jerit Nick yang tengah dihabisi oleh Mic. Wajah anak muda itu sudah hampir tidak berbentuk, berlumuran darah akibat serangan bertubi-tubi dari Mic.
"Diam bodoh! Kenapa kau membiarkan Lucas membawa Rara!" teriak pria itu. Dan kembali menghabisi Nick. Orang-orang yang ada di sana tidak berani melerai, sebab mereka takut pada Mic.
"Itu di luar kendaliku Mic. Aku sudah berusaha untuk melindunginya..."
"Cukup Mic. Tidak ada gunanya kau menghajarnya. Lebih baik cari Lucas, sebelum kekasihmu itu kenapa-kenapa." akhirnya seorang yang lebih berani di antara mereka menahan Mic.
Mic terdiam. Memikirkan kebenaran ucapan pria itu.
Dengan bengis menatap orang-orang itu.
"Cepat cari Lucas! Kalau sampai Rara kenapa-kenapa kalian akan menanggungnya!" bentak pria itu.
Semua anak muda itu tentu tidak mau menjadi sasaran amukan Mic, hingga mau tidak mau berpencar mencari Lucas.
Mic tidak tinggal diam. Secepat mungkin dia turut mencari keberadaan Rara, gadis yang baru saja menempati hatinya.
"Bertahanlah Rara, aku akan datang." batin pria itu.
Sedetik kemudian wajahnya menjadi sangar ketika mengingat Lucas.
"Sialan kau Lucas!"
Mic merasa tertipu. Rival dalam gengnya itu telah berhasil mengelabuinya.
Sudah sepuluh menit berlalu, semua kamar-kamar sewaan di bar ini sudah periksa oleh Mic dan juga teman-temannya yang lain. Namun hasilnya nihil, sepertinya Lucas sudah membawa Rara dari tempat ini.
"Mic, aku baru saja mendapat informasi dari yang lain. Sekarang Lucas ada di hotel dekat sini." ujar salah seorang anak muda itu.
Seketika wajah Mic menggelap, amarahnya semakin tersulut. Dengan langkah cepat, Mic berlari secepat mungkin dari sana. Berharap Rara baik-baik saja sebelum dia sampai di sana.
Hanya butuh lima menit bagi Mic mencapai hotel itu. Kaki panjangnya terus berlari dengan bercucuran keringat di sekujur tubuhnya.
Di meja resepsionis, dengan kekuasaan keluarganya, Mic dengan mudah mendapatkan informasi, nomor kamar Lucas.
"Awas kau Lucas, kali ini kau tidak akan bisa lolos dariku!"
Dalam hitungan menit Mic sudah sampai di lantai kamar yang dia tuju. Kamar nomor seratus dua puluh lima yang berada di ujung koridor.
Langkahnya perlahan berhenti saat melihat di depan kamar itu, ada segerombolan pria berjas hitam berbadan besar.
Anak muda itu bertanya-tanya dalam hati. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Mic mendekat.
Tetapi terkesiap setelah melihat seorang pria dewasa keluar dari kamar itu. Bukan pria itu yang menjadi fokusnya, melainkan orang yang berada di dalam gendongan pria itu.
Rara! Itu Rara, Mic tidak salah lihat. Tubuh Rara hanya berbalut jas hitam yang hanya membungkus dari bahunya hingga sebagian dari pahanya.
Apakah sudah terjadi sesuatu pada Rara? Mic menjadi panik setelah melihat keadaan Rara. Apakah Lucas telah melakukan sesuatu yang buruk pada gadis itu?
Mic sudah tidak tahan lagi.
"Rara..." Mic mencoba menghentikan langkah pria yang membawa Rara.
Benar saja, pria itu berhenti, melayangkan tatapan tajam ke arah Mic.
"Menyingkir dari hadapanku!" sentak pria itu.
"Tidak. Kau siapa? Kenapa kau membawa Rara?" cecar Mic.
Nampaknya pria itu tidak mau membuang waktu dengan bocah ingusan seperti Mic. Hanya dengan mengangkat tangannya saja, para pengawal langsung menahan Mic.
"Lepaskan!" Mic memberontak.
"Jangan sampai aku melihatmu mendekatinya lagi!" suara dingin nan mencekam disambut oleh telinga Mic.
"Apa maksudmu? Kau siapa sebenarnya? Lepaskan!"
Pria itu tidak menjawab, tidak ingin membuang waktu, pergi dari tempat itu. Setelah pria itu dan Rara masuk ke dalam lift, para pengawal itu melepaskan Mic.
Salah satu pengawal itu menepuk keras punggung Mic. "Sepertinya kau harus memberi pelajaran sahabatmu itu, sobat." ujarnya sebelum akhirnya pergi dari sana.
***
Rara membuka matanya setelah terpejam selama beberapa jam. Ketika pandangannya benar-benar jelas, maniknya menangkap wajah-wajah yang dikenalnya tengah mengelilinginya.
"Ayah..." lirih gadis itu seraya memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Tidak hanya Derri yang ada di sana, Bara, Vina dan kedua saudari tirinya juga ada di sana. Menatap Rara dengan sinis penuh mencemooh.
Rara kebingungan akan semua tatapan itu. Hingga beberapa saat kemudian seluruh ingatannya kembali. Ingatan ketika Mic membawanya ke tempat terkutuk itu, dan ketika Mic meninggalkannya bersama teman-temannya. Ingatan terakhirnya berhenti saat dirinya bersulang dengan Lucas, setelah itu Rara tidak mengingat apapun lagi.
"Apa yang terjadi Ayah?"
Rara mencoba mengabaikan tatapan menusuk dari mereka. Rara bingung mengartikan raut wajah Derri. Ada kemarahan dan kesedihan di wajah itu.
"Ayah?" menyentuh tangan Derri. Sedetik kemudian manik Derri berkaca-kaca, menatap penuh iba pada sang putri. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Derri langsung meraup tubuh mungil Rara ke dalam pelukannya. Tanpa suara pria tua itu menangisi gadis itu.
"A..ayah... Ayah kenapa?" tak urung tangannya membalas pelukan itu.
Gadis itu menatap bingung ke arah orang-orang itu. Meminta penjelasan kenapa Derri menangis, namun seolah tidak peduli, Vina dan kedua putrinya memalingkan wajahnya. Sedangkan Bara, pria itu menatap tajam padanya.
"Maafkan Ayah Nak, Ayah tidak bisa menjagamu..." tangisan Derri semakin tidak terkendali.
Vina yang sangat mengenal suaminya itu, tertegun kala melihat Derri menangis. Selama mereka menjalani pernikahan ini, Derri hampir tidak pernah menangis, bahkan pada saat kematian istri keduanya pun, pria itu tidak mengeluarkan air matanya.
Tapi sekarang apa yang dia lihat sangat mengejutkannya. Pria ini menangisi putrinya yang dikabarkan telah mendapatkan pelecehan. Entah itu benar atau tidak, dia tidak perduli. Apakah Rara sungguh sangat berarti baginya?
"Ada apa Ayah? Rara tidak mengerti..."
Derri tidak sanggup lagi melihat wajah polos nan lugu itu. Andai Rara tau apa yang sudah terjadi padanya, Derri tidak yakin Rara bisa menerimanya.
"Ayah kenapa menangis? Ada apa sebenarnya?"
Derri menghapus air matanya, lalu mengusap kepala Rara penuh kepiluan. "Ayah tidak apa-apa. Ayah hanya terlalu emosional saat kau menghilang beberapa saat lalu."
Rara mencoba mengingat-ingat, benar saja. Setelah dirinya meminum minuman itu, dirinya tidak sadarkan diri. Mungkinkah Lucas yang membawanya?
Derri tidak tahan lagi berada di sini. Derri berdiri, kemudian menatap Bara, istri dan kedua putrinya. Derri menggeleng, seolah mengatakan untuk tidak mengatakan apapun pada Rara.
"Ayah pergi dulu sebentar ya Nak." pamit Derri. Dia butuh ruang untuk meluapkan emosinya ini.
Setelah Derri pergi, Rara menjadi gugup. Sebab orang-orang yang sangat membencinya tengah berdiri mengelilinginya.
"Kasihan sekali dirimu." Safira menggelengkan kepalanya menatap sinis terhadap Rara.
Tanpa ingin berlama-lama lagi, Safira mengajak Dena dan Vina pergi. Sebelum pergi, Vina menatap nyalang ke arah Rara. Memang dirinya adalah sosok ibu yang jahat bagi Rara, tetapi hati wanita mana yang tega melihat Rara semenderita ini.
Kini hanya tinggal Bara di sana. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Rara akhirnya mengangkat pandangannya.
"Kak Bara, apa yang telah terjadi sebenarnya?" mata itu berbinar meminta pencerahan.
Bukannya mendapat jawaban, Bara malah berbalik hendak meninggalkannya.
"Kalau kau masih ingin hidup tenang, sebaiknya kau menjauhi pria itu!"
Bara sempat menghentikan langkahnya, setelahnya pergi begitu saja meninggalkan Rara yang digelayuti rasa penasaran.
TBC ☘️☘️☘️
...JANGAN LUPA LIKE DAN VOTENYA YAAA SAMA GIFT NYA BIAR OTHOR OLENG SEMANGAT UPDATE NYA...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Muh. Yahya Adiputra
semoga saja rara belum dirusak oleh lucas.
😪😪😪😪
2021-11-18
0
Cinta Mora
baca crita neysa bnyak yg ku skip..tidak terlalu meresapi..tli crita rara..sungguh menyayat hati...jahattt kmu thorrr😭😭
2021-09-25
0
Cinta Mora
nyesekkkkkk
2021-09-25
0