Dengan senyum penuh harap, seorang gadis bermanik kebiruan, turunan dari sang ibunda, berjalan menuju sebuah ruangan. Pintu yang masih tertutup itu, dibukanya setelah seseorang menyahut ketukannya.
"Sayang..." senyum tulus dari seorang pria yang amat dia sayangi menyambutnya hangat. Rara tersenyum, namun tidak bertahan lama kala maniknya juga menangkap sosok yang berada di ruangan itu.
Melihat pria itu menatapnya tajam, membuat Rara mengurungkan niatnya semula datang kemari.
"Kemarilah." pinta Derri.
Mau tidak mau Rara mendekati Derri, mencoba mengabaikan tatapan mata elang yang selalu mengintimidasinya. Rara mendudukkan tubuhnya di atas sofa samping Derri yang berseberangan dengan Bara. Nampaknya kedua pria itu sedang mendiskusikan pekerjaan.
"Ada apa Nak? Ada yang ingin kau sampaikan pada Ayah?"
Rara bingung apakah dia harus meminta izin keluar malam sabtu besok, sebab ada Bara di sini yang mungkin saja akan mempersulitnya.
"Mmm... Lebih baik kita bicara nanti saja Ayah. Sepertinya kalian sedang sibuk." memutuskan untuk menunda meminta izin.
Derri tersenyum, "Tidak apa-apa. Katakan saja, pekerjaan ini bisa ditunda dulu."
"Ck. Kau sudah ada di sini. Untuk apa lagi menunda!" suara Bara menyentak Rara.
Rara menatap bergantian kedua pria itu, hingga akhirnya dia memutuskan untuk bicara.
"Begini Ayah. Temanku mengajakku ke sebuah acara besok malam. Apakah Rara bisa ikut?" mata itu menatap dengan polos, tetapi Derri hanya diam saja.
Melihat Derri hanya diam saja, Rara mengambil kesimpulan bahwa Derri tidak mengizinkannya.
"Kalau Ayah tidak mengizinkannya, tidak apa-apa." ucap gadis itu, yang sebenarnya tidak terlalu tertarik untuk mengikuti ajakan Mic.
"Siapa bilang tidak boleh. Rara boleh pergi, asalkan bisa menjaga diri." pria itu tersenyum sambil mengusap kepala Rara. Inilah kali pertama Rara membuat permintaan padanya, dan bagaimana mungkin dia menolak permintaan gadis malang itu.
"Ayah menginginkanku?"
"Iya, Ayah mengizinkanmu." ujar Derri, merasa tenang saat melihat senyum di wajah Rara.
Sebelum Rara keluar dari ruangan itu, sebelumnya Derri memberikan banyak pertanyaan tentang acara yang akan Rara datangi besok. Yang ternyata adalah sebuah pesta ulang tahun salah satu temannya. Berbagai nasihat Derri berikan, agar Rara bisa menjaga diri, karena bagaimanapun Derri sangat khawatir dengan putri bungsunya itu.
"Kenapa Ayah mengizinkannya?" Bara yang sedari tadi melihat percakapan kedua ayah anak itu akhirnya protes.
"Sebenarnya ayah juga berat mengizinkannya, tapi ini adalah permintaan pertama setelah sekian lama dia lahir di dunia ini, ayah tidak tega menolaknya." ujar Derri kemudian memeriksa kembali dokumen yang tertunda.
"Tapi dia anak perempuan, tidak pantas berkeliaran malam-malam. Jika terjadi sesuatu padanya, yang ada akan merepotkan kita." Bara masih belum terima.
"Berhentilah memprotes, Ayah juga tidak bodoh membiarkannya keluar tanpa pengawasan." ucap Derri dengan tajam, baru kali ini dia kesal dengan Bara. "Biarkan saja Rara memperoleh kebebasannya, sudah cukup dia tersiksa."
"Bara, sebenarnya Ayah tidak ingin membahas ini. Tapi melihatmu yang sudah keterlaluan pada putri bungsuku, Ayah tidak tahan lagi. Ayah menyayangimu dan mengangkatmu menjadi putraku. Dan Ayah senang karena kau juga menyayangi Dena dan Safira. Tapi tidak bisakah kau juga menyayangi Rara sama seperti Dena dan Safira? Rara juga putriku, yang memang terlahir ke dunia ini dengan jalan yang salah. Tetapi bukan berarti kalian bisa membencinya, karena dia tidak berdosa." ungkap hati pria itu.
Bara hanya diam mendengarkan Derri bicara. Dalam hati dia juga bertanya-tanya, apakah dia bisa menyayangi Rara layaknya adik kandung. Tapi nihil, dia tidak menemukan jawabannya.
***
Sabtu malam....
Rara sudah terlihat rapi dengan gaun selutut berwarna hitam, yang dihiasi dengan pernak-pernik di sepanjang garis jahitannya. Penampilannya kali ini terlihat berbeda. Jika kesehariannya terlihat seperti gadis remaja pada umumnya, tapi malam ini dia terlihat lebih dewasa dari umurnya.
Tepat saat Rara hampir keluar dari rumah, Rara tidak sengaja bertabrakan dengan Safira.
"Maaf... aku tidak sengaja..." Rara gelagapan saat menyadari siapa orang itu.
"Kau ini! Punya mata tidak!" bentak wanita anggun itu, mengibaskan tubuhnya yang baru saja bersentuhan dengan Rara, melakukannya seolah Rara adalah kotoran menjijikkan.
Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari lamanya, Rara kembali mendapat perlakuan kasar dari Safira.
"Maaf Kak. Rara tidak sengaja."
Safira melongos kesal, tangannya terasa gatal ingin menyiksa gadis ini. Tapi dia terlalu malas untuk berdebat, tubuhnya terlalu lelah untuk melakukan itu.
Safira menyorot Rara dari atas hingga bawah, melihat penampilan gadis itu terlihat berbeda.
"Kau mau kemana dengan pakaian seperti ini?" tanyanya ketus.
"Rara mau pergi ke acara teman sekelas Rara Kak." jawabnya jujur.
"Berani sekali kau. Memangnya siapa yang mengizinkanmu?!" bentaknya lagi.
"Ayah Kak."
Safira diam, tidak menyangka Derri akan membiarkan Rara sebebas ini.
"Menyebalkan!" desisnya. "Pergilah cepat! Awas saja kau membuat masalah di luar sana." sarkasnya menatap Rara tajam sebelum akhirnya meninggalkan Rara.
Setelah kepergian Safira, Rara menghela nafasnya berat. Dia bersyukur Safira tidak lagi mencari-cari keributan dengannya.
Tidak lama kemudian, Rara mendapat pesan dari Mic, bahwa pria itu sudah di pekarangan rumahnya.
"Mic." sapanya pada pria yang tengah bersandar membelakanginya di badan sebuah mobil mewah.
Pria itu berbalik, dan tertegun untuk beberapa saat, terpaku dan tidak dapat mengalihkan pandangannya dari wajah cantik di depannya.
"Rara..." pria itu terkesima. Mic mengakui bahwa gadis itu terlihat sangat cantik malam ini. Jantungnya semakin berdetak kencang, bahkan lebih kencang dari pertama kali dia melihat Rara.
Ternyata tatapan Mic tak urung membuat Rara salah tingkah.
"Mic..." panggilnya lagi.
"I..iya. Kau cantik sekali." pria itu berterus terang. Mic tidak lagi menunjukkan sikap sombong dan pongahnya malam ini. Kecantikan Rara sudah melemahkan jiwanya.
"Apa?!" tentu Rara terkejut. Wajahnya sudah memerah sekarang.
"Kau sangat cantik malam ini."
"Mic..." Rara heran sekaligus malu.
Melihat wajah merona itu, membuat Mic gemas, dan ingin mencubit pipi yang disadarinya mulai chubby.
Tangannya yang hendak mencubit pipi Rara, beralih malah mengusap kepala Rara, seperti yang dia lakukan kemarin.
"Jangan terlalu dipikirkan, ayo kita berangkat." membukakan pintu mobil untuk Rara.
Rara yang masih sepenuhnya terpaku, menurut saja. Usapan lembut di kepalanya, jujur saja membuatnya nyaman. Entah kenapa, dia malah ketagihan dengan usapan itu. Mungkin sewaktu kecil jarang mendapat perlakuan selembut itu, membuatnya mudah terbuai.
Tanpa sadar, pertemuan kedua anak remaja itu, dipantau oleh sepasang mata elang dari atas sana. Maniknya penuh ironi, menatap gadis itu sangat patuh.
"Dasar gadis bodoh!" desis pria itu, masih memandangi mobil yang membawa Rara pergi dari pekarangan rumahnya.
TBC ☘️☘️☘️
...TADI OTHOR OLENG BACA KOMEN, MASIH ADA YANG BELUM PAHAM ALUR CERITA INI. OTHOR SARANKAN KALIAN BACA KARYA OTHOR 'MY HOT DADDY' KARENA DARI SANA SEMUA KISAH RARA BERMULA OK...
...JANGAN LUPA LIKE DAN VOTENYA YAAA...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
ㅤㅤㅤㅤ😻Kᵝ⃟ᴸ⸙ᵍᵏ نَيْ ㊍㊍🍒⃞⃟🦅😻
kayaknya typo🤭
2022-08-18
0
uups
sifat Rara yg dulu jahat SM licik itu kemana ,,, knpa jd bodoh SM polos sih,,, seharusnya Dy kan balas perlakuan keluarga tirinya ,,, ini malah kayak orang bego
2022-01-29
0
Niken Sayuti Widyastuti
msh gafok thor,di awal ditulis umur rara 19 thn tp koq msh sekolah
2021-12-12
0