Rara menjerit kesakitan, ketika tangannya ditarik paksa oleh sebuah tangan kekar dengan cengkraman kuku tajamnya. Air matanya yang berlinang, tak urung membuat hati pria itu luluh. Bahkan semakin benci, benci ketika melihat gadis itu menangis.
"Kakak sakit..." Jerit Rara, dengan langkah kaki yang terseok mengikuti langkah lebar pria itu.
"Diam!" Dalam satu kali bentakan yang menusuk gendang telinganya, mampu membuat Rara bungkam. Isakan gadis itu tertahan, ketika manik hazel itu menatapnya dengan tajam.
Rara ketakutan.
Langkahnya kembali terseok mengikuti langkah panjang pria itu.
Gadis itu kebingungan, dari mana pria yang merupakan Kakak angkatnya ini menemukan dirinya di negara ini. Padahal satu tahun yang lalu, Rara sudah memastikan keberadaannya tidak diketahui seorang pun oleh keluarganya.
Pria itu memaksa Rara masuk ke dalam sebuah mobil mewah. "Rara nggak mau Kak. Rara nggak mau pulang ke Jerman!" Teriaknya di telinga pria itu.
Plak!
Satu tamparan keras yang berasal dari tangan kekar itu melayang di wajah cantiknya. Bahkan jemari pria itu tercetak dengan jelas di pipinya.
"Jangan sekali-kali membantahku. Sudah cukup kau membuat kekacauan di sini. Sekarang ikut aku. Kau harus diberi pelajaran!" Bentak pria itu.
Rara masih terpaku, memegangi pipinya yang panas bekas tamparan pria itu. Air mata kembali mengalir di sudut matanya, manik coklatnya menatap nanar penuh penderitaan. Tubuhnya lunglai, ketika hentakan keras mendorongnya masuk ke dalam mobil.
Tubuhnya kaku duduk di jok belakang mobil. Masih terpaku, bahkan tidak menyadari Kakak angkatnya sudah masuk ke dalam mobil, duduk tepat di sampingnya.
Selama di perjalanan yang entah kemana arah tujuannya, Rara hanya diam. Menatap kosong sambil meremas ujung gaun selututnya.
Ketika mobil yang mereka tumpangi berhenti, Rara kembali ditarik paksa keluar. Barulah Rara kembali memberontak, ketika menyadari dimana dirinya sekarang.
"Nggak mau. Rara nggak mau pulang!" Teriaknya, meronta sekuat tenaga agar bisa lepas dari genggaman pria itu.
"Diam!" Teriak laki-laki itu untuk yang kesekian kalinya. Sekarang semua tatapan para pengunjung bandara berpusat pada mereka. Bahkan ada beberapa petugas yang sudah menghampiri mereka. Tapi pengawal yang sedari tadi mengikuti mereka langsung menghadang para petugas itu mendekati Rara.
"Kalau kau masih memberontak, kupastikan tubuhmu ini akan melayang dari atas pesawat!" Bentak pria itu.
Bukannya takut, Rara malah tertawa sinis, menatap pria itu dengan tatapan mengejek. "Silahkan saja Kak. Aku tidak peduli lagi. Bahkan aku senang, lebih baik aku mati daripada harus kembali ke rumah yang bagaikan neraka itu!" Teriak Rara dengan geram, namun air matanya terus mengalir.
Pria itu diam sejenak, melihat wajah gadis itu penuh selidik.
Tangan kanan laki-laki itu merogoh saku celananya, mengambil sesuatu dari dalam sana. Sepersekian detik, benda tajam yang berasal dari saku celananya, ditancapkan di lengan gadis itu.
Rara terpekik ketika sesuatu yang tajam menusuk kulit lengannya. Matanya melebar melihat wajah pria itu, hingga matanya berangsur meredup, hingga dirinya tidak sadarkan diri.
Pria itu dengan sigap menangkup tubuh mungil yang sudah tidak sadarkan diri lagi, mengangkat ke dalam pelukannya, lalu membawa pergi dari tempat itu.
Sesekali matanya tertuju pada wajah Rara yang terkulai dalam pelukannya. Banyak pergolakan dalam hatinya, tapi Bara tidak tau apa.
Rara membuka matanya ketika ruang di sebelahnya bergerak. Gadis itu melenguh lalu memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Manik bulat berwarna coklat itu memperhatikan sekitarnya. "Aku dimana?" Lirihnya ketika hanya kabin putih memenuhi penglihatannya.
Pandangannya berhenti pada seseorang yang duduk di sampingnya. Seorang pria tampan berbadan kekar, mengenakan kemeja navy yang terlihat pas di badannya, hingga otot-otot pria itu terlihat menonjol dari balik kemeja.
"Kak Bara?" Lirihnya memandang pria yang sedang fokus pada tablet di depannya. Pria itu bahkan tidak mendengar lirihannya.
Dalam hitungan detik, semua ingatannya kembali. Ketika dirinya yang dibawa dengan paksa oleh pria ini. Rara tersadar lalu tiba-tiba terduduk.
Rara melihat sekitarnya, dan menyadari dimana dirinya saat ini. Dia ada di pesawat pribadi keluarga Pramana.
Bara melirik Rara yang tiba-tiba duduk, mungkin gadis itu terkejut. Lalu mengabaikannya, fokus pada benda pipih di depannya.
Setelah mengingat semuanya, Rara melihat Bara yang bahkan tidak mempedulikannya.
"Kenapa kakak membawaku? Aku tidak mau pulang. Jangan bawa aku ke rumah itu!" Rara menjerit histeris pada pria di sampingnya.
Teriakan Rara berhasil membangkitkan amarah pria itu. Matanya menatap tajam pada Rara. "Teruslah menjerit, dan sebentar lagi akan kau akan kulempar keluar!" Sergah Bara.
Tapi Rara yang sepertinya tidak memiliki rasa takut, malah menantang. "Lempar saja. Lebih baik aku mati dari pada harus kembali ke rumah itu!" Teriak gadis itu.
"Sepertinya kau sudah bernyali besar rupanya. Setahun tidak bertemu, kau sudah berani melawanku. Apa kau lupa siapa diriku?" Mencengkeram dagunya kuat, hingga membuat wanita itu meringis kesakitan.
Tentu saja Rara tidak lupa siapa pria ini. Kakak angkatnya yang sejak kecil berkomplot dengan saudari tirinya untuk menyiksanya. Menyakiti fisik dan juga mentalnya.
Rara tersenyum lebar, "Kakak pikir aku takut? Aku tidak takut sama sekali." Namun air matanya sudah berlinang.
Mendengar itu, Bara mengetatkan rahangnya, berani sekali, gadis ingusan lemah ini melawan dirinya. Cengkraman Bara turun ke leher gadis itu. Mencekik dengan kuat, hingga membuat gadis itu kesakitan.
Bara menyeringai ketika melihat wajah Rara yang kesakitan. "Sakit? Baiklah aku akan mengabulkan keinginanmu. Aku akan mencabut nyawamu saat ini juga." Semakin mengeratkan cengkramannya.
Namun apa, Bara pikir Rara akan menyerah dan memohon padanya. Tebakannya salah, Rara malah memejamkan matanya, seolah bersiap mati seperti apa yang dikatakan Bara.
Bara langsung melepaskan tangannya dari leher gadis itu. Lalu menarik rambut panjangnya, hingga kepalanya mendongak ke atas.
Rara bernafas terengah-engah, menatap Bara yang juga menatapnya tajam. "Kau sudah bodoh!" Bentak Bara di wajah gadis itu.
Rara menatapnya sendu, air mata terus mengalir. "Kenapa tidak jadi Kak? Padahal aku sudah senang, karena tidak akan merasakan penderitaan lagi. Bunuh aku Kak." Jawabnya lemah.
Matanya sudah sayu, hingga matanya berangsur meredup. Rara tidak sadarkan diri. Kepalanya jatuh tepat di dada Bara.
Bara menangkup Rara yang sudah tidak sadarkan diri. Menyandarkan kepalanya di atas dadanya.
Bara tidak tau kenapa Rara menjadi seperti ini. Rara yang dia kenal adalah gadis kuat yang tidak gentar dengan semua penderitaan yang diberikan olehnya dan juga saudari tirinya.
TBC ☘️☘️☘️
KALAU KALIAN SUKA JANGAN LUPA LIKE DAN COMENTNYA YAA. BANTU DUKUNG OTHOR OLENG DENGAN SEGELAS KOPI 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ning Ning
hai Kaka aku mampir
2023-03-21
0
Nelis Rostiani
gambarnya bagus....banget, apakah itu gambar visualnya Bara?
2022-06-12
0
Juan Sastra
di situ penyiksaan itu yg membuat kejiwaan rara terganggu...dan merusak mentalnya menjadi psycho
2022-06-08
0