NovelToon NovelToon

Aku Bukan Wanita Mandul

Bab 1. Cerai dan Diusir

****

Sehabis Maghrib itu, Yuliana, seorang wanita berkerudung berjalan menyeret kopernya keluar dari gerbang rumah yang ditinggalinya selama 3 tahun terakhir bersama sang suami yang sekarang telah menjadi mantan. Sebuah rumah berlantai dua di komplek perumahan menengah namun cukup asri.

Matanya sembab, air mata pun terus berjatuhan belum mau berhenti. Sesekali ia mengusap lendir yang keluar dari hidungnya dengan tisu yang dibawa dengan sebelah tangannya. Sebuah tas kecil berisi handphone dan dompet tersampir di bahunya.

Tanpa rasa iba, Wahyu sang suami mengusir Yuliana dari rumah itu dan melempar sebuah surat cerai ke wajah perempuan yang baru saja resmi menjadi mantan istri. Berkali kali jika marah ia mengatai dengan kasar Yuliana sebagai wanita mandul, hilang sudah kelembutannya. Hilang sudah rasa cinta yang selalu didengungkannya dulu.

Rasa sakit hati tak bisa ia pupuskan dan tak bisa ia luruhkan dengan air matanya yang masih berderai, tak dapat ia bendung sampai saat ini.

"Tega sekali kamu mas, dulu kamu merayuku bahkan sampai bersimpuh di kakiku untuk mendapatkan cinta perempuan yang kau anggap pembawa sial ini.

Kau merayu dengan sejuta janji yang menjulang tinggi, janji manis yang semanis madu.

Kau juga menjanjikan, surga dunia dalam rumah tangga kita, tapi nyatanya rasa neraka yang kau berikan." gumam Yulia dalam hati masih dengan sisa tangisnya.

Salah.

Ini salah siapa?

Yuliana merasa bersalah, pada dirinya sendiri dan juga pada ibunya. Ia meremehkan teguran sang ibu yang memintanya untuk memohon petunjuk Yang Maha Kuasa melalui shalat istikharah, untuk memikirkan dengan baik pinangan Wahyu yang baru beberapa bulan ia mengenalnya.

Kala itu Yuliana sangat yakin dengan keputusannya, dan tentu saja ngeyel luar biasa. Wahyu memang tampan, postur tubuhnya nyaris sempurna. Pekerjaannya juga lumayan mapan sebagai Manager Produksi di perusahaan rokok.

"Bu, Yulia sangat yakin dengan mas Wahyu, dia laki laki yang bertanggungjawab. Dia juga rajin beribadah. Pekerjaannya juga lumayan mapan. Dia seorang manager, Bu. Buat Yulia yang hanya tamatan SMA ini, pekerjaan semacam itu sangatlah sulit. Apalagi yang kurang, Bu?" debatnya pada sang ibu waktu itu diiringi perasaan sedikit emosi.

"Tapi firasat ibu mengatakan hal yang sebaliknya. Ibu rasa ia tidak cocok denganmu. Nak. Pikirkan baik baik ya, jangan hanya menuruti ***** sementara dan ego cinta semata. Berumah tangga itu sekali seumur hidup. Sekali kamu gagal, dan hati kamu terluka, akan sangat sulit menyembuhkannya." Nasehat sang ibu lagi. Tapi bukannya sadar, Yuliana malah bertambah kesal.

"Bu, harusnya ibu doakan yang baik buat Yulia, bukannya malah ngomong seolah olah ibu tahu kalau rumahtangga Yulia nanti bakalan gagal dan berakhir perceraian." Sungut Yulia.

"Tolong, Bu. Restui Yulia, hanya ibu yang aku punya saat ini. Dan aku juga begitu mencintai mas Wahyu. Rasanya aku tak bisa hidup tanpa dia!" Yulia yang bersimpuh didepan ibunya, menerawang. Andai Wahyu meninggalkannya, apalah artinya hidup ini.

"Yo wis, kalau itu memang mau kamu Nduk! Ibu cuma bisa mendoakan semoga anak ibu ini bahagia dunia sampai di akhirat."

"Aamiin!" Ibu cuma mengalah karena Yulia bersikeras. Biarlah hanya ia simpan dalam hati rasa yang tak bisa ia jabarkan pada sang anak. Yang bisa ia lakukan sebagai seorang ibu hanyalah berdoa, untuk kebahagiaan rumah tangga anak anaknya kelak.

Si sulung Angga, sudah menikah dan punya seorang anak. Mereka sudah mempunyai rumah walau hanya sederhana, di kota yang sama. Namun agak jauh tempatnya.

Dia seorang buruh pabrik, begitu pula istrinya. Dan sang istri yang bernama Dila, harus berhenti kerja saat dia hamil dan melahirkan putri cantik untuk Angga. Sehingga praktis, hanya Angga sebagai kepala rumah tangga yang bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Walau hidup dalam keadaan serba pas pasan, tapi hidup mereka dilimpahi kebahagiaan.

****

Yuliana terus berjalan menuju perbatasan kompleks, ia berdoa semoga akan ada taksi yang lewat agar dia bisa cepat pulang ke rumah ibunya.

"Ibu! Maafin Yulia yang tak pernah mendengar ucapanmu Bu!!" jerit Yulia dalam hati. Air mata masih saja terus menetes dengan lancang. Padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga agar ia tak turun ke pipi putihnya.

"Keluar dari gerbang komplek, ia disapa oleh pak Sapto, satpam komplek yang kebagian shif kerja.

"Loh, ini bukannya neng Yulia, istrinya mas Wahyu. Mau kemana Neng malam malam?" Yulia hanya melirik sebentar.

"Eh, ada pak Sapto. Iya pak, saya mau pulang. Kira kira ada taksi gak ya Pak jam segini?"

"Waduh, kayaknya jarang ada taksi lewat, Neng. Sekarang kan jamannya canggih, adanya taksi lewat biasanya juga udah di order. Taksi onlen istilahnya ya? Apa Neng Yulia mau saya panggilkan taksi?"

Di kejauhan Yuliaia melihat ada sebuah mushala, dan waktu sudah menjelang isya. Yulia berpikir, lebih baik ia shalat dulu sebelum pulang. Agar hatinya lebih tenang, ia yakin sampai rumah ibunya pasti akan memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Eh, gak usah pak Sapto. Makasih banyak. Saya mau ke musholla dulu, salat isya', Nanti saya cari taksi sendiri aja. Makasih ya pak Sapto!" tanpa menoleh lagi Yulia berjalan menuju mushala, diiringi tatapan heran dari pak Sapto. Bukannya tak tahu, Yulia terlihat sedih dan menangis. Tapi ia tak mau turut campur urusan orang.

"Ini pasti kerjaan mas Wahyu nih, aku kan sering liat mas Wahyu keluar masuk pake mobilnya bawa cewek lain. Apa itu selingkuhannya mas Wahyu? Sakno rek rek, ayu ayu kok Yo diselingkuhi. Kurang opo coba mbak Yulia Ki, wis ayu, sopan, gawe jilbab Ki mestine lak Yo muslim taat, tapi bojone.... woalah! Pengen due bojo ayu ae aku gak keturutan, malah seng due bojo ayu di sio sio." Gumam hati pak Sapto.

Yulia meletakkan kopernya didalam mushala, sudah ada beberapa orang yang berdatangan. Saat ada seorang ibu tua yang masuk, ia berbicara dengan wanita itu.

"Ah Bu, boleh minta tolong gak? Tolong jagain tas saya ya Bu, sebenernya gak ada yang berharga didalamnya. Tapi saat ini cuman ini yang saya punya. Saya cuma mau wudhu kok. Tolong sebentar saja ya, Bu!" ucap Yulia dengan sopan.

Wanita tua itu mengangguk, dan mempersilakan Yulia untuk membersihkan diri dan wudhu.

Wajah putih Yulia telah sembab dan memerah terlihat sangat berantakan. Namun karena guyuran air wudhu membuatnya lebih baik dan lebih segar.

Adzan telah berkumandang. Selesai wudhu dan memakai mukena, Yulia melakukan shalat sunah sebelum isya' lalu berdoa. Didalam doanya ia memohon untuk dilapangkan hatinya dan dikuatkan untuk menghadapi cobaan hidup. Ia sadar bahwa hidup memanglah ujian. Dan Tuhan tidak akan memberi ujian pada manusia diluar kemampuannya. Seperti yang tertera dalam penggalan surah Al-Baqarah ayat 286:

Lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā, lahā mā kasabat wa 'alaihā maktasabat.

Yang artinya:

Artinya : Allah tidak membebani seseorang kecuali atas kemampuan atau kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.

Wallahu a'lam bisshawab.

Bab 2. Masa Indah

Saat diri tidak kuasa menahan beban hidup yang dirasa berat, pasrahkanlah semua pada Sang Pencipta adalah pilihan yang terbaik. Sebagaimana manusia biasa dan juga Makhluk makhluk yang lain, kita tak ada kuasa untuk menentukan alur kehidupan kita menurut apa yang kita mau. Karena Allah telah menentukan setting kehidupan setiap insan. Dan kesemuanya tak ada kesamaan. Berbeda dari setiap orangnya.

Hidup berjalan sesuai dengan alur yang sudah tertulis di Lauh al Mahfudz, bahkan sebelum manusia terlahir di dunia. Suka dan duka, tangis dan tawa, menerima atau menolak memang begitulah alurnya, terima dan jalani dengan lapang dada adalah jalan terbaik. Tak lupa pula kita harus berusaha dan bertawakal, apapun yang terjadi. Itulah kehendak Sang Pemberi Ruh.

Flashback On

"Yulia, aku telah jatuh cinta padamu, sejak pertama kali bertemu. Sehari tak jumpa kamu, rasanya sewindu. Itulah sebabnya aku ingin segera menghalalkanmu, agar tak ada lagi jarak dan waktu yang memisahkan kita." Wahyu berjongkok didepan Yulia yang saat itu duduk di bangku taman. Tangannya mengulur membawa sebuah kotak beludru warna hitam yang telah ia buka. Menampakkan sebuah cincin emas yang berkilau, membuat mata Yulia membeliak takjub, dengan sebuah kejutan yang diberi Wahyu. Mulutnya ternganga dengan pemandangan didepannya. Sejurus kemudian senyum bahagia merekah dari bibirnya.

"Maukah kau menua bersamaku, menjadi ibu anak anakku? Menjadi pendamping seumur hidupku. Aku janji, akan selalu membuatmu tersenyum, membuatmu selalu bahagia. Membuatmu seperti ratu di dunia ini." Mata Yulia berkaca kaca. Sebuah lamaran yang tak disangka sangka. Tak lama sebuah anggukan membuat Wahyu tersenyum.

"Iya, aku mau, mas Wahyu." Jawaban mantap dan tanpa ragu Yulia. Wahyu lalu mengambil cincin itu, menarik tangan kiri Yulia dan menyematkan cincin pada jari manisnya. Dengan penuh binar cinta, ia lalu mencium jari lentik Yulia.

"Makasih ya Yulia. Aku akan menepati janjiku untuk bahagiakanmu." Wanita mana yang tak bagai melayang di awang awang, diperlakukan dengan begitu manis dan mesra. Dengan beribu janji indah, selayaknya di surga. Surga dunia.

Dua bulan kemudian peristiwa janji suci dilaksanakan. Akad Nikah berlangsung dengan hikmad di kediaman Yulia.

Akhirnya Yulia dan Wahyu menikah, walau restu ibu Yulia hanya setengah hati. Karena sang Ayah telah meninggal dan ibu memilih tak menikah lagi. Begitu juga dengan Orang tua Wahyu, ibu Wahyu menentang kemauan anaknya menikahi Yulia. Karena dia sudah menjodohkan Wahyu dengan anak temannya. Sedangkan Ayah Wahyu, ia adalah tipe suami takut istri. Sehingga keputusan apapun, Ibu Wahyu yang lebih dominan dalam menentukannya. Termasuk jodoh Wahyu.

Tapi sang Ibu dari Wahyu tak bisa berbuat apa apa selain menerima Yulia sebagai menantunya, karena Wahyu mengancam akan pergi dari rumah membawa Yulia jauh.

"Bagaimana para saksi, sah?" Tanya pak penghulu saat Qabul diucapkan oleh Wahyu dalam sekali tarikan nafas.

"Saaah!"

Dan saat itulah, Yulia resmi menjadi istri Wahyu. Rasa bahagia terpancar dari wajah kedua orang yang baru beberapa menit lalu mengukir janji, melakukan ritual suci.

Di tahun pertama, mereka sangat bahagia. Wahyu begitu perhatian, bahkan dari hal hal yang kecil sekalipun.

Pagi itu, Yulia tidur kembali karena semalam Wahyu menyerangnya bertubi tubi sampai menjelang dini hari. Sebagai pengantin baru mereka masih dipenuhi hasrat yang menggebu. Mereka menyelesaikan aktivitas panas di ranjang setelah Yulia berkali kali merengek untuk menyudahi kegiatan penuh kenikmatan, namun tubuhnya sudah sangat kelelahan. Hanya tiga jam mereka terlelap, waktu sudah menjelang subuh. Yulia segera mandi besar, melaksanakan kewajiban pada Tuhan setelah muncul fajar. Kemudian tidur kembali karena rasa lelah dan kantuk yang menyerang belum usai.

Untung saja mereka sudah tak satu rumah dengan orang tua Wahyu, yang notabene mertua Yulia. Ibu Wahyu yang tak begitu menyukai Yulia, bersikap acuh tak acuh. Yulia memang anak orang tak mampu, ibunya hanya seorang janda yang ditinggal mati suaminya. Rumah merekapun sangat sederhana, dengan pekerjaan ibu Yulia sebagai penjual sayur keliling. Pekerjaan yang dilakoni ibunya Yulia hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari hari, dengan sedikit sisa keuntungan biasanya akan ibu tabung dalam sebuah celengan plastik. Namun kehidupan ibu Yulia tenang dan tenteram.

" Sayang, bangunlah, aku buatkan bubur ayam dan minuman madu lemon hangat untukmu. " sapa Wahyu yang baru meletakkan nampan diatas meja kecil di samping tempat tidur. Yulia membuka matanya perlahan, karena mendengar sapaan suaminya. Sekaligus bau harum dari bubur ayam diatas meja. Ia tersenyum begitu manis sambil mengusap pipi Yulia dengan punggung tangannya.

"Aku tahu kamu pasti lelah. Aku buatin bubur ayam, makan ya! Biar tenagamu cepat pulih, setelah pertempuran semalam. hehehe!" Dia tertawa membuat Yulia cemberut, namun merasa senang dengan perhatian manis suaminya.

Yulia lalu bangun dan Wahyu meletakkan nampan diatas paha Yulia.

"Kamu makannya disuapin, atau makan sendiri, Sayang? " pipi Yulia bersemu merah, diperlakukan semanis itu.

"Makan sendiri aja mas, makasih udah dibuatin bubur sama minuman. Masa masih minta disuapin juga. Mas so sweet banget sih. Jadi makin cinta sama mas Wahyu."

"Hahaha..." Mereka tertawa bersama. Sambil menyuapkan bubur ke mulutnya, Yulia juga berbicara banyak hal dengan suaminya. Ah, hidup bagaikan di surga, serasa dunia ini hanya milik mereka berdua saat ini. Yang lain, cuman ngontrak.

Di hari yang lain, Wahyu mengajak Yulia ke suatu tempat, namun matanya ditutup dengan saputangan. Dengan keadaan seperti itu, Wahyu membawa Yulia dengan mobilnya menyusuri jalan kota yang ramai karena saat itu malam Minggu. Jalan dan tempat tempat perbelanjaan juga tempat nongkrong tak ada yang sepi dari pengunjung.

"Kamu mau bawa aku kemana sih, mas?" Tanya Yulia yang hanya dijawab dengan kata sabarlah, sebentar lagi sampai. Kau nanti juga akan tahu. Begitu kata Wahyu.

Beberapa saat kemudian mereka telah sampai ke tempat yang dituju. Dengan keadaan Yulia yang masih tertutup matanya, Wahyu menuntun sang istri. Dan disaat Wahyu membuka mata Yulia, Yulia sangat takjub dengan pemandangan didepannya.

Rupanya Wahyu mengajaknya dinner candle light. Di kanan kiri mereka terdapat banyak lilin yang berjejer sebagai penerangan di malam itu. Mereka berjalan menyusuri tempat terbuka yang sepertinya taman disebuah restoran, sampailah mereka pada sebuah tenda kecil ditengah tengah puluhan lilin.

Di tenda itu terdapat sebuah meja yang sudah tersaji makan malam untuk mereka berdua. Senyum terus mengembang di bibir tipis Yulia, tak menyangka suaminya begitu romantis. Mempersiapkan semua ini sendiri, sebagai kejutan diulang tahun pernikahan mereka yang pertama. Wahyu mempersilakan Yulia duduk, setelah menggeserkan kursi untuknya. Dan mengucapkan terima kasih banyak karena memperlakukannya begitu istimewa bak Ratu.

Yulia memperhatikan di sekelilingnya, ternyata saat ini mereka tengah berada di taman rooftop sebuah gedung . Bintang yang seperti berkedip kedip seolah ikut menyemarakkan suasana romantis itu. Didepannya juga ada sebuah papan berbentuk hati, dihiasi bunga bunga, dan terdapat tulisan

Happy First Wedding Anniversary.

...Yulia & Wahyu....

"Gimana sayang, kamu terkesan dengan kejutan yang kuberikan?" tanya Wahyu sambil menggenggam jemari Yulia, lalu menciumnya.

Mata Yulia berkaca kaca karena saking bahagianya. Dia mengangguk berkali kali sebagai ganti jawaban atas pertanyaan Wahyu, karena tak sanggup berkata apa apa. Selain rasa bahagia yang membuncah.

\=\=\=\=\=\=\=☘️☘️☘️

Bab 3.Periksa ke Dokter

****

Hingga setelah memasuki usia pernikahan yang kedua, Wahyu berubah drastis. Ia sering marah marah tak jelas. Tak pernah mau menjelaskan apa maunya, apa yang diinginkannya. Saat pulang dari kantor ia selalu terlebih dulu pulang ke rumah sang ibu. Yulia tahu karena rumah mertuanya hanya berjarak tiga rumah dari rumah yang ia dan Wahyu tempati. Sehingga ia tahu, jika mobil suaminya terparkir disitu.

Sebenarnya Yulia curiga ini ada hubungannya dengan mertua perempuannya yang tidak setuju ia menikah dengan Wahyu. Tapi ia tak bisa berbuat apa apa, karena tak mempunyai bukti.

"Aku ingin Wahyu menikah lagi dengan gadis pilihanku, karena aku yakin kamu itu mandul. Buktinya sampai saat ini, kamu belum juga hamil." Cerocos ibu mertuanya yang tiba tiba datang pagi itu. Yulia sedang mengepel rumah kala itu. Mendengar kata kata mertua yang tanpa basa basi dan tiba tiba, membuat Yulia sedikit shock, tubuhnya gemetar.

"Aku gak mau ya, anakku seumur hidup gak punya anak. Kamu tahu Wahyu anakku satu satunya. Dan aku ingin punya cucu. Kamu, aku yakin tidak bisa memenuhi permintaanku." Telunjuknya menuding tepat didepan hidung Yulia. Yulia sampai memundurkan kepala.

"Ta_tapi Bu!" Yulia ingin membantah, tapi lehernya tercekat.

"Gimana kalau saya dan mas Wahyu ikhtiar dulu Bu, ke dokter kandungan. Agar kita tahu, apa yang menyebabkan saya belum hamil sampai sekarang." Yulia memberanikan diri mendebat mertuanya.

"Itu artinya kamu menuduh anak saya yang mandul, gitu? Kurang ajar ya kamu!"

Plakkk!

Sebuah tamparan hinggap di pipi mulusnya. Pipi itu langsung terlihat memerah. Yulia sangat terkejut dan reflek menyentuh pipi yang kena tampar. Air matanya jatuh. Tak menyangka mendapat perlakuan yang begitu menyakitkan.

Mas Wahyu.

Sore harinya saat Wahyu pulang dari kantor, seperti biasa Wahyu langsung masuk kamar, menyampir handuk dipundaknya dan pergi menuju kamar mandi. Keluar dari kamar mandi Wahyu yang terlihat sudah segar kaget Yulia menunggui di depan pintu.

"Mas" panggil Yulia. Tapi Wahyu tak menggubris panggilannya. Walau tadi ia sempat tertegun sesaat, mungkin karena melihat pipi merah sang istri yang masih terlihat jelas. Ia langsung keluar kamar dan turun lagi menuju ruang makan. Yulia membuntutinya. Saat membuka tudung saji dan hanya mendapati nasi, sayur lodeh dan telur ceplok, Wahyu membanting tutup saji itu.

Yulia terjingkat karena kaget. Ia hanya diam dan menunduk.

"Kamu itu bisa masak gak sih? Masa tiap hari kamu kasih aku makanan kayak gini? Mana gak enak lagi. Hhhh, nyesel deh dulu nikah sama kamu." Demi apa, air mata Yulia luruh lagi, mendengar cacian suaminya. Bukannya dulu ia tak mempermasalahkan seperti apa masakan istrinya. Dulu bahkan saat masakan istrinya terlalu asin pun ia tetap memakannya dan tak pernah protes. Hanya bilang kalau Yulia jangan terlalu menggunakan banyak garam, karena lama lama bisa menyebabkan darah tinggi. Uang yang ia berikan untuk keperluan sehari hari juga cuma cukup untuk membeli sayuran seperti itu.

Bukannya dia dulu juga yang mengemis ngemis cintanya? Maksud hati mau mengadu apa yang dilakukan ibunya, bahkan sekarang suaminya sendiri berkata yang sangat menyakitkan. Tak jauh beda dari suaminya.

Dengan cepat Wahyu kembali keatas. Hanya hitungan menit, ia turun lagi, melewati Yulia yang bengong di ruang tengah.

"Mas, mas Wahyu pengen aku masakin apa? Di warung depan ada penjual sayuran, biar Yulia belikan nanti Yulia masak yang enak buat mas Wahyu."

Wahyu berhenti, menoleh dan menatap nyalang pada istrinya. Lalu memundurkan diri agar lebih dekat.

"Telat." ucapnya penuh emosi dan sambil mendelik. Ia kemudian berjalan lagi menuju mobilnya.

Terdengar Wahyu telah menstarter mobilnya. Yulia berlari keluar, tapi mobil sudah menjauh.

"Mas! Mas Wahyu...!" Teriaknya yang hanya disahuti angin sepoi sepoi yang berhembus sore itu. Tubuhnya serasa tak berdaya, dan melorot jatuh di depan pintu garasi. Mobil Wahyu telah berbelok dan tak terlihat. Tetangga yang mendengar teriakan Yulia mengintip, tapi tak ada yang mau mendekat. Atau mungkin tak berani. Bahkan mereka menggelengkan kepala, menyayangkan dengan perlakuan Wahyu pada istrinya.

Bukan rahasia lagi, para tetangga telah tahu bagaimana perlakuan ibunya Wahyu pada Yulia. Mereka tahu betapa bencinya ibu Wahyu pada Yulia, menantunya sendiri. Dan sama sekali tak jelas, apa penyebabnya.

Sejak hari itu, Wahyu sering tak pulang. Jika ditanya, dia hanya jawab sekenanya dan seminimnya kata kata. Dan yang paling membuat Yulia jengkel tapi harus menahan rasa itu adalah ia mengatakan jika ia selalu lembur. Atau ibu ingin ditemani karena Ayahnya pergi ke luar kota. Ia tak pernah mau tahu perasaan Yulia bagaimana jika ia ditinggal suami seperti ibunya. Jika ia banyak bertanya Wahyu juga sering membentak dirinya.

Selama hampir dua tahun Yulia pasrah, mencoba tetap sabar dengan perlakuan suami dan ibu mertuanya. Serta berdoa agar Wahyu kembali pada Wahyu yang dulu. Yang mencintainya dan menyayangi dengan tulus. Dia juga tak pernah mengadu pada ibunya. Tentang perlakuan suami dan juga mertua. Takut ibunya yang sudah tua dan hidup sendiri menjadi bersedih.

Hingga suatu hari Yulia mencoba berbicara dengan suaminya, untuk melakukan pemeriksaan kesuburan. Dan minta saran dokter bagaimana caranya agar si jabang bayi yang dinanti nantikan segera hadir diantara mereka. Dan mengubah mindset mertua tentang dirinya yang katanya mandul. Yulia yakin sekali ia tidak mandul. Dalam silsilah keluarga Yulia semua subur.

Tapi tak disangka, Wahyu malah murka.

"Lalu kamu berpikir aku yang mandul, gitu? Kurang ajar kamu ya!"

Plak!!

Mengapa tangan tangan itu begitu mudah melayang di pipiku? Yulia.

Sebuah tamparan membekas merah di pipinya. Air matanya mengalir deras, baru kali ini suaminya main tangan. Walau sebelumnya ia selalu membentak, tapi tak pernah menyakiti secara fisik. Begitu ringan tangan dia sekarang.

"Kamu tampar aku mas, apa salahku? Aku cuma mencoba mencari solusi, agar kita bisa segera menimang bayi. Bukan bermaksud kurang ajar, atau menuduh mas yang mandul!" Suara Yulia terdengar parau.

Ia menangis sesenggukan. Begitu pilu hatinya. Begitu cepat perubahan Wahyu.

Setelah menampar Yulia, Wahyu pergi entah kemana. Tanpa kata kata.

Sejak hari itu juga, ia didiamkan oleh Wahyu. Ia hanya pulang untuk mandi dan ganti baju. Kemudian pergi lagi. Tak pernah sedikitpun memberi kesempatan Yulia bicara, atau sekedar mencicipi makanan yang Yulia masak.

Suatu hari Yulia pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakan diri. Apakah ada yang salah dengan dirinya. Sendirian. Yulia melakukan pemeriksaan Histerosalfingografi, atau HSG.

Adalah pemeriksaan dengan menggunakan sinar Rontgen untuk melihat kondisi rahim dan daerah di sekitarnya. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan pada wanita yang memiliki masalah infertilitas.

Dalam prosedur histerosalpingografi, digunakan bahan pewarna kontras pada pemeriksaan foto Rontgen untuk menghasilkan gambar yang lebih jelas. Melalui gambar tersebut, masalah yang terjadi pada rahim dan saluran telur dapat terlihat. Lama waktu pemeriksaan ini sekitar 30 menit oleh ahli radiologi di rumah sakit.

"Gimana dok, keadaan rahim saya? Apakah ada masalah? Apakah ada kista atau miom yang menyebabkan saya sulit hamil?" Yulia yang tak sabar memberondong dokter dengan pertanyaan.

"Menurut hasil HSG yang saya baca, keadaan rahim ibu tak masalah. Tak ada penyakit seperti yang ibu katakan tadi. Tapi untuk lebih jelasnya silakan ibu mendatangi kembali dokter kandungan Anda." Ujar ahli radiologi itu tersenyum.

Akhirnya Yulia kembali lagi ke ruang praktek dokter kandungannya. Dan seperti prediksinya, dokter pun bilang ia tak ada masalah kesuburan. Hanya perlu bersabar dan berdoa.

"Harusnya anda kesini berdua dengan suami, Bu. Bagaimanapun juga, program kehamilan itu kerja sama antara suami dan istri." saran dari dokter.

"Iya, Bu. Maaf! Memang suami saya akhir akhir ini sering lembur.

Insha Alloh lain waktu saya akan ajak suami saya. Kalau begitu saya permisi, Bu!" dokter wanita yang ramah itupun mengangguk dan mempersilakan Yulia keluar.

Dengan optimis Yulia pulang dan sejuta harapan, bisa memperbaiki hubungannya dengan Wahyu. Melalui surat keterangan itu, ia optimis bisa memenangkan hati Wahyu kembali.

Sore itu ia masak kesukaan Wahyu. Ayam rica rica dan oseng kangkung kecambah. Setelah semuanya siap dimeja makan, ia lalu mandi. Memakai wangi wangian dan memakai baju dengan dada yang agak terbuka. Ia juga memoles wajahnya dengan bedak dan lipstik, tipis. Tapi sudah memancarkan aura kecantikannya.

Wahyu pulang menjelang Maghrib. Saat mobil terparkir di halaman, Yulia menyambutnya di depan pintu sambil tersenyum. Wajah Wahyu terlihat kaget, tapi itu hanya sebentar. Wahyu menarik tangan Yulia sedikit masuk, biar tak ada tetangga yang melihat.

"Mas Wahyu! " sapa Yulia. Tangannya terulur ingin menyalami, tapi tidak disambut oleh Wahyu.

Ia malah memberikan Yulia sebuah amplop.

Ragu Yulia menerimanya. Ia yakin amplop itu tidak berisi uang atau barang lain.

"Itu surat cerai, aku telah menceraikanmu secara agama dan secara hukum. Ini suratnya dan kamu... mulai detik ini bukan istriku lagi."

"Aaa_ apa? mas! Ini salah. Salah mas. Aku... aku..."

Yulia bagai disambar petir, tak sanggup lagi mengatakan apapun. Ia tak pingsan pun sudah untung. Air mata jatuh dengan deras, lututnya pun serasa lemas. Dadanya bergemuruh dan ia melorot terduduk di lantai.

Perlahan ia buka amplop yang diserahkan Wahyu tadi. Saat ia membaca isinya, tangannya gemetar. Ia menangis sejadi jadinya.

"Sekarang kita bukan suami istri lagi. Cepat bereskan barang barangmu dan angkat kaki malam ini juga." tangan kiri Wahyu berkacak pinggang dan tangan kanannya mengacung kearah pintu keluar.

"Mas, beri aku kesempatan andai aku salah. Tegur aku baik baik mas, jangan seperti ini. hikkks hikk.s..."

Tangis Yulia masih tak terbendung. Wajahnya memerah.

"Mas, aku tadi ke dokter kandungan, dan aku dinyatakan sehat. Aku bisa hamil, mas. Percayalah padaku." Yulia bersimpuh di kaki Wahyu. Tapi itu semua tak menggoyahkan hatinya.

Wahyu mendorong tubuh Yulia hingga terjerembab. Namun ia segera bangkit lagi dan hendak memeluk kaki Wahyu. Namun dengan sigap Wahyu menjauh.

"Sekarang pergi! Atau kau akan ku seret keluar!" ancam Wahyu lagi. Wajahnya begitu menyeramkan.

Yulia mengusap matanya kasar. Ia sudah membuang harga dirinya dan malah diinjak injak. Memohon pun sudah tak ada gunanya.

"Baiklah, saya akan pergi. Tapi ijinkan aku untuk sholat Maghrib dulu. "

Dengan kaki masih menahan gemetar, Yulia pergi ke kamar. Lalu wudhu dan melaksanakan shalat Maghrib. Selesai shalat Yulia menengadahkan tangannya.

"Ya Alloh, Hamba sudah berusaha mempertahankan rumah tanggaku. Ampuni Hamba yang terlalu sombong, tidak meminta petunjuk Mu dulu saat mau menjatuhkan pilihan untuk menikah dengan mas Wahyu. Ampuni Hamba ya Alloh. Hamba pasrah sepasrah pasrahnya pada Engkau. Beri Hamba kekuatan untuk melanjutkan hidup Hamba.

Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar". Aamiin.

Yulia lalu menanggalkan mukena yang ia pakai, memasukkan kedalam tas dan juga baju bajunya yang lain. Lalu mengganti pakaiannya dengan gamis dan memakai kerudung instan. Setelah semua selesai, ia menyeret kopernya keluar kamar.

Rupanya Wahyu diam menunggu diluar kamar. Setelah Yulia keluar, tanpa menatap Wahyu masuk kedalam kamar, membanting pintu dan menguncinya. Yulia sampai terjingkat. Ia lalu menuju pintu utama dan keluar setelah menutup pintu.

Yulia menghela napas dalam dan membuangnya. Berkali kali ia melakukan itu untuk melegakan hatinya. Setelah dirasa cukup iapun melangkah. Tapi ternyata, air mata itu tetap jatuh lagi, mengingat ia telah tiga tahun lebih di rumah itu.

Flashback Off

\=\=\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!