****
"Nduk, tangis Nduk! wis bengi. Ndang baliko." (Nak, bangun Nak, sudah malam. Cepatlah pulang)! Seseorang mengguncang tubuh Yulia. Ia mengerjapkan matanya, merasa asing dengan tempatnya, saat ini. Ia lalu memandang dirinya sendiri yang ternyata masih memakai mukena. Seorang ibu tua tersenyum dihadapan Yulia yang langsung bangun dari tidurannya.
Ah, rupanya aku ketiduran di Mushala. Aku kelelahan menangisi nasibku tadi.
"Iki piye, kok malah ngalamun mbak'e!" seru ibu tua itu. (Ini gimana kok malah ngelamun mbaknya.)
"Ah, iya Bu, maaf saya ketiduran. Ibu nungguin saya ya tadi? Duuh, saya benar benar minta maaf." Yulia merasa tak enak hati. Dengan cepat ia bangun.
Ibu itu tersenyum yang menampakkan beberapa giginya. Karena memang sudah ompong.
"Nggak papa Nduk, ibu gak tega ninggalin kamu sendiri yang tertidur nyenyak disini. Takutnya ada orang berniat jahat. Apalagi kamu kan Ayu dan putih begini, pasti banyak laki laki iseng yang menggoda kamu. Jangan sampai kamu ketahuan sama orang seperti mereka. Terus kamu diapa apain."
Alasan ibu tua itu tetap di mushala menungguinya membuat hati Yulia terenyuh. Padahal ia tidak mengenal Yulia, bisa saja ia meninggalkannya dalam kesendirian. Betapa baiknya wanita ini.
Tatapannya sendu. Mata Yulia juga udah terasa berat karena bengkak terlalu banyak menangis.
"Yo wis, ini sudah jam 10 malam. Kamu pulanglah dulu. Nggak baik anak gadis keluyuran malam malam." Yulia bingung. Tak mungkin ia pulang sendirian semalam ini. Ibunya pasti terkejut dan Yulia tak menginginkan itu terjadi. Iapun menoleh di seluruh ruangan mushala.
"Kalau saya menginap disini kira kira aman gak ya, Bu?" Tanya Yulia menemukan ide, tapi ia sendiri tak yakin. Ke hotel pun tak mungkin. ia tak punya banyak uang saat ini. Selama menjadi istri Wahyu, ia hanya menjadi ibu rumahtangga.
"Jangan Nduk! memang rumahmu jauh ya, kok malah mau nginap disini?" selidik ibu tua itu.
"Saya harus naik angkutan buat pulang ke rumah, Bu!" Ibu itu kaget.
"Oh, jadi rumahnya jauh to? Gimana kalau malam ini kamu tidur dirumah saya Nduk, apa ibumu kira kira bingung nyariin ndak?" Yulia berpikir sejenak.
"Ibu sendiri gimana? Anak atau cucunya gak keberatankah kalau saya nginap di rumah Ibu. Saya sendiri juga ngeri kalau harus pulang malam malam begini."
Ibu itu tersenyum. "Gak ada yang marah. Wong saya sendirian dirumah. Anak sama cucu saya satu satunya meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan. Dan suaminya balik ke tempat tinggal orang tuanya. Aku dengar sih dia udah nikah lagi Nduk." Terang ibu itu. Yulia terkejut, tak menyangka jika ibu itu hidup sendirian. Ia jadi teringat ibunya sendiri.
"Maaf ya, ibu. Saya bukan bermaksud membuka kesedihan ibu lagi." ibu itu langsung menggeleng.
"Nggak nak, saya sudah ikhlas ditinggal oleh suami dan juga anak cucu ibu. Ibu cuma bisa pasrah. Nasib ibu memang seperti ini."
"Oiya dari tadi nyerocos tak jelas, tapi gak tahu namanya. Kamu bisa panggil saya Bu Darsih." Wanita tua yang ternyata bernama Bu Darsih menyalami Yulia.
"Saya Yulia Bu! Waah, ternyata nasib saya tak jauh beda dengan Bu Darsih. Selama ini saya merasa nasib saya adalah yang terburuk di dunia ini." Bu Darsih tersenyum mendengar penuturan Yulia. Dimata Bu Darsih, Yulia terlalu sempurna secara fisik untuk menderita. Tapi memang iya, terkadang kesempurnaan fisik tak menjamin keluarga dan rumahtangganya bahagia. Ada orang yang biasa biasa saja, tak cantik atau tak tampan namun tidak juga buruk rupa. Tapi kehidupan asmara dan rumahtangganya ayem tenteram, gemah Ripah loh jinawi. Itu mungkin juga tergantung dari pribadi masing masing orang. Eh, kok malah nyerocos gak karuan. 😂😂
Yulia mengikuti langkah Bu Darsih, beberapa saat kemudian, kira kira dua ratusan meter menuju gang sempit dan agak becek. Karena terlihat jalan setapak yang mereka lalui itu, warga sekitar melakukan aktifitas cuci mencuci, seperti cuci baju, cuci piring juga cuci sepeda, dipinggir gang. Yang cuma ada saluran air pembuangan sangat kecil Tak terbayangkan jika hujan lebat, air mengalir dijalan gang itu yang membuat jalan rabat sering kali cepat rusak terkena gerusan air hujan.
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya mereka telah sampai disebuah rumah sangat sederhana. terbuat dari setengah dinding bata bagian bawah, dan dari anyaman bambu bagian atasnya. Atapnya dari asbes dan tanpa di plafon.
Perabot perabot rumah pun sangat sederhana, bahkan bisa dibilang banyak yang usang.
"Maaf Nak Yulia, rumah ibu cuma seperti ini, tapi paling tidak untuk malam ini kau lebih aman disini daripada tidur di mushala." ucap Bu Darsih membereskan baju yang belum sempat dibereskan sehabis di cuci. Tergeletak asal di kursi ruang tamu.
"Tak apa Bu, rumah ibu saya juga sederhana. Beliau seperti ibu, tinggal sendiri di rumah. Karena saya ikut suami, dan kakak saya juga sudah menikah dan tinggal di kontrakan dipinggiran kota." ucap Yulia merendah. Bu Darsih hanya ber-oh ria.
Lalu Bu Darsih mempersilakan Yulia duduk di kursi, sedang dirinya pamit untuk masuk kedalam, membereskan tempat yang akan Yulia pakai untuk menginap.
Tak butuh waktu lama, Bu Darsih kembali dengan membawa secangkir teh hangat.
"Sekali lagi maaf ya Yulia, ibu cuma ada teh, silakan diminum. Biar perutmu hangat." Setelah meletakkan cangkir didepan Yulia, Bu Darsih duduk di kursi berhadapan dengannya.
"Ya Alloh, ibu kok repot repot bikinin saya teh sih Bu. Tapi terimakasih, karena saya memang haus." Yulia nyengir kuda. Kalimat awal seolah olah menolak, tapi ujung ujungnya berterimakasih dan ia membutuhkan air untuk membasahi tenggorokannya.
Kruuuk! Terdengar suara perut berbunyi. Yulia tersenyum menahan malu, tadi dia memang belum makan malam. Ditambah lagi menangisi nasibnya membuat ia lupa makan.
"Ah, Yulia. Ibu punya beberapa mie instan, ibu mau memasaknya untuk makan malam. Kau tak apa kan makan mie instan?" tawar Bu Darsih sambil tersenyum memperlihatkan beberapa giginya yang sudah banyak yang tanggal.
"Apa biar saya saja yang masak Bu, dimana dapurnya? Gak enak saya terus nyusahin ibu." Yulia telah berdiri. mau mengikuti Bu Darsih.
"Baiklah, ayo kita ke dapur." ajak Bu Darsih. Mereka melewati lorong kecil dengan kamar yang berhadapan.
"Kamu bisa menaruh tasmu di kamar sini Yulia, sekaligus tempat nanti kamu tidur." Bu Darsih membuka pintu. Terlihat sebuah ranjang berukuran kecil dan dengan kasur tipis melapisinya. Disisi tempat tidur ada sebuah lemari plastik ukuran kecil juga.
"Terimakasih banyak ya Bu, saya tak tahu andai saya tak bertemu Bu Darsih, mungkin saya bakal tidur di emperan toko. Atau di mushala tadi. " Bu Darsih cuma tersenyum.
"Katanya lapar, ayo kita masak mie dulu. Tetangga disini banyak yang baik hati pada ibu. Mereka sering memberi ibu mie, telur ataupun beras." Bu Darsih bercerita sambil menggandeng Diah ke sebuah dapur sederhana. Mengambil panci kecil dan mengisinya dengan air, dan menyalakan kompor. Lalu Bu Darsih mengambil sesuatu dari sebuah kardus diatas meja, yang ternyata dua bungkus mie instan rasa soto dan dua butir telur.
Setelah agak lama menunggu dan air tak kunjung mendidih, Yulia menundukkan kepala, melihat ternyata tak ada api dibawah panci.
"Yaah, Bu. Ternyata lpg nya habis. Mana udah malam. Apa masih ada warung yang dekat dan masih buka menyediakan lpg semalam ini?" Tanya Yulia. Ia harus masih menahan lapar malam ini.
"Jauh neng, ada ind*m*rt buka 24 jam. Tapi tempatnya jauh. Ah, ibu ingat, kemarin ada Bu RT ngasih roti sama ibu. Dan belum ibu buka. Bisa buat ganjal perut malam ini daripada jauh jauh nyari LPG." Ibu Darsih mencari cari didalam kardus yang tadi. Dan menemukan sebungkus roti basah lumayan besar. Cukup kenyang jika dimakan dua orang.
Setelah Bu Darsih membagi roti menjadi dua bagian menggunakan pisau, merekapun kembali ke depan dan memakan roti bersama teh.
Benar dugaan Yulia , ia cukup merasa kenyang makan setengah bagian roti. Lalu Bu Darsih meminta Yulia untuk istirahat di kamar karena hari sudah larut malam.
Keesokan harinya, seusai shalat subuh. Yulia pamit untuk membeli LPG, ternyata hanya didepan gang tempat rumah Bu Darsih dan toko sudah buka. Di sana juga menyediakan sayuran segar.
Yulia pulang dengan membawa seikat kecil kacang panjang, terung dan seiris tempe.
"Bu, saya beli sayuran ini buat dimasak. Ada bumbu dapurnya kan, Bu!" tanya Yulia meletakkan belanjaannya diatas meja. Lalu memasang tabung LPG pada regulator.
Bu Darsih mengangguk. "Kamu kok repot repot beli sayur sih Yulia. Tadi ibu mau memetik sawi disebelah rumah. Itu saya yang tanam. Ya sudah berarti ibu gak jadi petik sayurnya." Memang ada beberapa pohon sawi disebelah rumah ditanam menggunakan polibag.
"Kalau begitu sawinya di buat sayur besok aja Bu!"
"Bismillahirrahmanirrahim." ucap Yulia sebelum mencoba menyalakan nya.
Dengan cekatan Yulia memasak.
Setelah nasi matang, sayur dan beberapa potong tempe goreng tersaji diatas meja, Yulia mengajak Bu Darsih untuk sarapan. Bu Darsih hanya mengambil sayur saja untuk dimakan dengan nasi.
"Bu, ini tempenya dimakan! Enak loh Bu, tempenya!" Yulia menyodorkan piring tempe dihadapan Bu Darsih, dengan maksud biar Bu Darsih mengambil untuk lauk.
"Saya mana bisa makan tempe goreng, Yulia. Gigi saja cuman beberapa!" Bu Darsih bermaksud bercanda sambil tersenyum.
"Ya Alloh Bu, maaf ya! Saya tak ingat. Sekali lagi saya minta maaf. Kalau begitu Bu Darsih lauk kerupuk ya, biar saya belikan dulu. " Yulia sudah berdiri bermaksud meninggalkan meja makan. Tapi tangan Bu Darsih menahan Yulia untuk beranjak.
"Gak usah Yul, saya biasa kok cuma makan sama sayur, gak masalah buat ibu. Kamu gak usah terlalu memikirkan ibu. Baiklah, saya akan ambil tempenya. "
Bu Darsih mengambil tempe itu. Mereka makan menggunakan tangan. Walau masakan cuma sederhana, tapi terasa nikmat.
Bu Darsih memencet mencet tempe itu sebelum ia memasukkan kedalam mulut.
"Sudah sangat lama ibu gak makan tempe. Ini enak sekali Yul." kata Bu Darsih setelah memakan satu suapan nasi yang ada tempenya. Yulia merasa tidak enak hati. ia tahu Bu Darsih hanya ingin menyenangkannya.
\=\=\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Nyai iia
4 like..
"Skenario Cinta Nyai"
2021-07-22
1
KOHAPU
semangat
2021-06-14
1
ratu adil
tu tu kshan thor lau ada orng yg tinggal sndirian...dlu bhkan peenhnkrn ksihan aq nemni nenek2 tdur cma ber2...jka ankx dtang aq pindah nemni nenek lainx yg jga tdur sndirian...pgi ngtr k pasar jualan daun...skrng 1 nenk yg oeng punx ninggal aq d warisi 1 betak dan rumah....yg 1x msh hdup muga alloh ngsh ksmptn aq ngjak dia umroh akhjr thn
2021-06-12
2