****
Yulia berwajah cerah ceria, senyumnya merekah indah laksana bunga mawar yang berwarna pink. Hari ini dia telah mendapatkan gaji pertamanya. Puji syukur tak lupa ia panjatkan pada yang Maha Kuasa, ia belum berani membuka amplopnya Berapapun gajinya ia akan selalu bersyukur.
Untuk kenang kenangan mendapat gaji pertama, besok aku akan membelikan sang ibu baju gamis baru di pasar. Aku juga ingin membeli buat diriku sendiri satu. Terus apa lagi ya?
Ah Yulia, Yulia. Berapa gaji kamu saja belum tahu, sudah berandai andai ingin ini ingin itu. Jangan terlalu banyak angan angan Yulia, entar kau malah kecewa sendiri.
Bujuk sisi hatinya yang lain.
Sesampainya dirumah malam itu, ia membersihkan diri, shalat isya lalu menengok ibu di kamar sambil membawa amplop gajinya.
"Bu, Alhamdulillah, hari ini aku gajian. Aku ingin ibu yang membukanya." ucap Yulia mengangsur amplop coklat ke hadapan sang ibu.
"Kenapa gak kamu sendiri yang buka Yul, itu kan gaji kamu. Hasil jerih payah kamu selama satu bulan ini. Kenapa harus ibu?" Bu Kanti heran pada anaknya. Ia yang selama sebulan ini susah payah bekerja, pengeluaran bulanan pun Yulia yang urus semua. Hasilnya menjual cincin nikahnya dengan Wahyu. Yulia sekuat tenaga berusaha move on. Tak mau lagi bersusah susah memikirkan nasib buruknya. Baginya itu adalah pelajaran yang sangat berharga dalam hidupnya. Mulai saat ini ia pasrahkan segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya ia anggap takdir yang memang harus ia jalani dan lalui. Ia yakin dengan Firman Nya dan menanamkan dalam hati yang menyebutkan bahwa Setiap kesusahan akan dibarengi dengan kemudahan.
"Iya, Yulia ingin ibu yang membukanya pertama kali, biar berkah. Siapa tahu gajinya berlipat ganda. Andai gaji Yulia dua juta siapa tahu jadi empat juta." gurau Yulia membuat sang ibu tersenyum.
"Baiklah, akan ibu buka ya! Bismillahirrahmanirrahim."
Ibu membuka amplop. Semua uang dalam amplop itu berwarna merah.
Sepertinya lebih dua juta. batin Yulia. Dan apa itu? Ada sebuah amplop lagi. Yulia hanya memandangi ibu yang menghitung jumlah lembaran.
"Banyak sekali Yul, ini juga kok amplopnya dua!" keduanya bersitatap heran.
Ibu mulai menghitung lagi. Karena tak percaya jumlahnya ibu menghitung sampai tiga kali, tiga puluh lembar uang warna merah.
"Ini, ini benar Yulia? gajimu tiga juta, apa nggak salah amplop nih?" Yulia kaget. Ekspektasinya gaji dia paling banyak dua juta. Ia meminta uang yang dipegang ibunya. Dihitung lagi. Sama, tiga juta.
"Gak tahu Bu? besok biar Yulia tanyakan sama mbak Fani, terus itu amplop satunya Bu, buka lagi." dengan tak sabar ibu merobek amplop yang ada dalam amplop. Agak kecil amplopnya, Yulia melotot. Isinya uang lagi warna merah dan jumlahnya sepuluh lembar.
Ya Tuhan, apakah ini mimpi, apa mbak Fani dan pak Romi sedang mengantuk saat memasukkan uang, atau jangan jangan keliru dengan punya mbak Fani?
Lusa lalu Yulia baru tahu kalau mbak Fani dan bos Romi sepupuan. Ibunya mbak Fani adalah adik dari ayah Bos Romi, apa mungkin ini gajinya dan ketukar dengan kepunyaannya?
Keesokan harinya, Yulia berangkat pagi dan langsung menemui mbak Fani.
"Assalamu'alaikum, mbak Fani!" Yulia celingukan di ruang kasir. layar laptop sudah dihidupkan.
"Fani gak masuk hari ini. Anaknya sakit, ada apa?" ternyata bos Romi yang ada di ruangan kasir.
"Oh maaf pak Bos. Saya kira mbak Fani. Mmm, saya_ saya mau tanya sesuatu sama Pak Bos" mengeluarkan amplop yang ia lem lagi tadi malam.
"Ini, gaji saya ini apa gak ketuker sama punya siapa gitu, Pak. Saya orang baru, kenapa segini besar gaji saya? Itu sebabnya saya pikir takutnya ketuker sama teman. Kasihan kalau sampai begitu. Dan ini amplopnya juga dua." meletakkan di meja kasir. Mereka duduk berhadapan.
"Ini tidak salah." Romi menggeser kembali amplop itu ke depan Yulia.
" Amplop ini memang buat kamu. Dan untuk amplop yang yang kecil itu, anggap saja sebagai rasa terima kasih karena kamu ngajarin Shila ngaji."
" Aku sendiri gak bisa ngajari ngaji. Sebenarnya ada madrasah, tapi aku belum tega melepas dia ngaji dengan banyak teman. masih terlalu kecil." ucapnya menjelaskan pada Yulia kenapa amplopnya sampai dua.
"Tapi Pak, saya ikhlas ngajarin Shila ngaji. Itung itung amal saya, gak semua bisa dinilai dengan materi, Pak. Saya gak bisa menerimanya." mengangsurkan lagi amplop kecil ke hadapan bos Romi.
"Yulia, aku juga ikhlas memberikannya sama kamu. Kalau kamu menolak, ibu akan sangat marah sama aku. Sudahlah, terima saja. Aku yakin kamu membutuhkannya, belikan saja makanan yang bergizi untuk ibu kamu, biar beliau tetap sehat." ucapnya dengan tegas, tak mau dibantah lagi. Yulia tercekat.
"Sudahlah. Tuh, teman teman kamu sudah pada datang. Jangan sampai mereka mengira kita sedang macam macam. Keluarlah!" Romi menunjuk dengan dagunya. Yulia kaget menyadari bahwa tadi mereka hanya berdua, karena tujuannya adalah mbak Fani.
Belum ada pelanggan yang datang, karena pintu cuma terbuka sedikit. Terlebih dulu para karyawan akan membersihkannya. Menyapu dan mengepel.
"Baiklah Pak Romi, kalau begitu terima kasih banyak." Yulia berdiri dan sedikit membungkukkan badan lalu beranjak.
"Tunggu Yulia!" Yulia menoleh lagi dan mendekat. Hatinya dag dig dug tak karuan. Entah mengapa.
"Aku mau tanya Yulia , apa aku terlalu tua hingga kamu panggil aku Pak? Lagipula, kapan aku nikah sama Ibu kamu?"
Mengesalkan.
"Lah, terus saya panggilnya gimana?" hampir saja ia tabahkan kata 'pak' diakhir kalimatnya.
"Terserah, yang penting bukan Pak, apalagi Om atau Kakek!" katanya lugas.
Namun Yulia menutup mulutnya menahan tawa. Bisa bisanya Bos Romi bercanda seperti itu.
H**ahaha.
"Kamu menertawaiku?" Romi melotot.
Dan yang bersangkutan tak merasa kalau kata katanya lucu, malah tersinggung. Lalu bengong karena Yulia tersenyum malu padanya. Bahkan wajahnya langsung memerah seperti tomat.
"Maaf Pak, ehh apa ya? Saya harus panggil gimana nih Bos? Kalau begitu saya permisi, Bos!" Yulia segera angkat kaki, sebelum singa mengaum lagi.
Saat Yulia sudah tak terlihat lagi, senyum tipis menghiasi bibir Romi.
****
Hari ini Yulia izin kerja setengah hari. Banyak yang harus ia kerjakan dirumah. Tiap hari ia bangun sebelum subuh untuk tahajjud, setelah subuh ia masak dan cuci pakaian dan mengurusi sang ibu yang belum bisa mandiri sepenuhnya. Jam delapan pagi ia bekerja sampai jam delapan malam. Sampai rumah sudah lelah dan langsung istirahat. Tak ada waktu baginya buat bersih bersih rumah. Akan ia gunakan setengah hari ini untuk beres beres.
Setelah mendapat jatah makan siang, ia segera pamit. Di perjalanan ia melewati toko baju yang langsung memberi tag harga murah yang besar pada setiap barisnya. Ia berbelok ke toko itu dan memilih milih. Baju masih terlihat bagus bagus, namun dijual dengan harga miring karena cuci gudang. Yulia berniat membeli baju untuk dirinya dan juga ibu.
Saat dirinya memilih milih baju, terdengar klakson mobil berbunyi begitu dekat. Karena tempat ia memilih baju memang sangat dekat dengan bahu jalan. Yulia menoleh, dan dari dalam mobil menyembul kepala, seseorang yang ia kenal dan sangat ia hindari saat ini sedang tersenyum mengejek.
"Setelah jadi mantan istri Wahyu, sekarang kamu cuma bisa beli barang murahan itu ya? cuiihhh! Menjijikkan." ucap wanita itu menghina Yulia secara frontal.
Yulia memerah mukanya menahan amarah. Namun tak bisa berkata apa apa. Yang ia lakukan hanyalah pura pura tak tahu, dan melengos.
Dasar! sudah jadi mantan aja masih suka menghina. Geram hati Yulia.
\=\=\=\=\=\=\=\=
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Jumianti
seneng banget ya Yul, saat gaji dari hasil keringatnya sendiri.
2022-06-28
0
Sang Dewi
romi modus 😋😋
2022-02-07
1
Afseen
situ tuh yg mnjijikn cuiiiihhhh
2021-11-16
0