Asyila terbangun dengan mata yang masih mengantuk.
Sejak semalam Asyila merasa gugup padahal hanya menemani Dyah menemui nenek buyut.
Asyila menginjakkan kakinya ke lantai, ia masih terduduk di pinggir ranjang.
“Bagaimana ini? bahkan mataku terlihat seperti mata panda.” Asyila melihat wajahnya dipantulan cermin.
“Sebaiknya mandi,” ucap Asyila lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Hei, jantung. Mengapa kamu tidak bisa berhenti? Oh tidak, jika berhenti maka aku akan mati, maksudku berdetak lah seperti biasanya. sangat menyebalkan.
Asyila memukul kecil dadanya yang tak bisa berdetak normal.
“Asyila! kapan kamu selesai? aku kebelet buang air!” teriak Ema dari luar pintu kamar mandi.
“Sebentar lagi.” Asyila berteriak.
Mengganggu ritual mandi ku saja.
“Sudah selesai,” ucap Asyila yang baru keluar dari kamar mandi.
Ema tersenyum lebar menampilkan giginya yang rapi, tanpa basa-basi lagi ia masuk kamar mandi.
“Dasar,” gerutu Asyila melihat tingkah laku sahabatnya.
Asyila membuka almari pakaian yang berisi banyak pakaian miliknya, “Hmmmm.” Asyila menarik nafasnya memilih baju mana yang cocok.
Setelah berkutat cukup lama dengan pakaian yang ingin dipakai Asyila, akhirnya Asyila menemukan pakaian yang cocok.
Dress panjang berwarna Navy menjadi pilihannya, tak lupa aksesoris pita dilingkarkan di pinggang rampingnya.
Sudah lama tidak pakai dress ini.
Apakah masih cocok denganku?
Kuharap masih.
Asyila lalu merias wajahnya dengan polesan make up tipis, tak lupa lip balm berwarna peach menghiasi bibir manisnya.
Ema baru saja keluar dari kamar mandi dan terpukau dengan penampilan Asyila yang terlihat berbeda.
“Wah, kamu terlihat berbeda,” puji Ema dengan penampilan Asyila.
Asyila menunduk malu, ”Jangan berlebihan, kamu membuatku tak nyaman.”
“Atau aku ganti saja,” ucap Asyila mencoba membuka kancing dress.
“Jangan!” Ema melarang Asyila, “Sangat cocok. kalau kamu mengganti dengan yang lain, aku takut malah tidak cocok,” sambung Ema lagi.
“Apakah bibirmu diberi madu?”
Ema tak paham dengan ucapan Asyila.
“Maksudnya?”
“Mulutmu pagi ini sangat manis.”
Ema tertawa lepas bisa-bisanya Asyila memujinya seperti itu, ”Cukup! kamu membuatnya gila.”
Tin.. tin.. Klakson mobil.
“Siapa?” tanya Ema pada Asyila.
“Sepertinya Dyah, aku ke luar dulu,” ucap Asyila dan berjalan keluar rumah.
Dyah yang masih di dalam mobil bergegas lari memeluk Asyila.
“Pagi Aunty! maksud Dyah pagi kak Asyila.”
Dyah terkejut dengan penampilan Asyila pagi itu, ”Wah, kak Asyila sangat cantik,” puji Dyah.
”Aku tidak membohongi mu kan? bahkan Dyah sependapat denganku,” ucap Ema yang telah disamping Asyila.
“I-iya Ema, kamu benar terima kasih,” ucap Asyila.
“Ayo kak, kita berangkat sekarang!” Dyah tak sabaran untuk mempertemukan Asyila dengan sang nenek.
“Baiklah, aku ambil tas dulu,” ucap Asyila berjalan mengambil tas.
Mereka berdua lalu berpamitan kepada Ema yang tinggal seorang diri di kontrakan.
“Take care Ema.” Asyila melambaikan tangan.
“Oke!”
Dyah sengaja memakai mobil travel agar saat pulang nanti bisa bersama sang paman.
“Bagaimana keadaan nenek buyut?” tanya Asyila.
“Kak Asyila jangan panggil nenek buyut, cukup dengan nenek.”
Bisa bahaya jika Aunty ikut-ikutan memanggil nenek buyut.
“Kenapa?” tanya Asyila heran kenapa dirinya tak boleh memanggil nenek buyut.
Dyah bingung harus menjawab apa, tidak mungkin kan iya berbohong?
“Karena nenek buyut Panggilan kesayangan Dyah.” Dyah berharap bahwa Asyila tak curiga.
”Baiklah.” Hanya itu yang bisa Asyila jawab.
Balonku ada Lima
rupa-rupa warnanya (Dering ponsel Dyah)
“Assalamualaikum, ada apa?”
"......"
“Kami sudah dijalan, sudah dulu ya. Wassalamu'alaikum.”
Asyila menutup mulut dengan tangannya, ia sedari tadi menahan tawa akibat dering ponsel milik Dyah.
Anak ini sangat manis, bukankah dia seumuran denganku?
kenapa nada dering ponselnya seperti itu.
Dyah benar-benar malu karena nada dering ponselnya belum diganti, ”Jangan melihatku seperti itu kak, aku sungguh malu.”
“Maaf, aku tidak bisa menahan tawa hi..hi,” ucap Asyila dengan tawa kecil.
“By the way, tadi siapa?” tanya Asyila.
“Teman.”
Maaf Aunty, aku tidak bisa memberitahukan kalau itu paman. Yang ada malah kak Asyila canggung dengan adanya paman disana.
“Oh, teman,” ucap Asyila.
Kantuk tiba-tiba menyergap Asyila.
“Boleh aku tidur? aku ingin tidur.” Asyila menutup mulutnya karena kantuk yang tak tertahan.
“Tidurlah! aku juga ingin tidur,” ucap Dyah.
Kedua gadis itu langsung memejamkan mata.
Menelusuri alam bawah sadar mereka masing-masing.
Abraham tak bisa diam.
Saat mendengar bahwa mereka telah diperjalanan membuat hati Abraham bercampur menjadi satu. Apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan istri kecilnya itu? itulah yang dipikirkannya.
“Apa Tuan muda membutuhkan sesuatu?” tanya pelayan yang sedari tadi melihat majikannya tak bisa diam.
“Tidak," ucap Abraham.
Ini bukan pertama kalinya kamu bertemu dengan Asyila Abraham.
Kenapa kamu tenggang seperti ini. Rileks, rileks, rileks.
Erna tersenyum kecil melihat kelakuan sang cucu, ia lalu datang menghampiri Abraham.
“Abraham!”
“Asyila,” ucap Abraham.
Ia benar-benar dibuat kaget oleh sang nenek.
”Nenek membuatku hampir mati,” ucapnya sambil menyentuh dada.
“Iya, iya nenek tahu kamu pasti gugup bertemu dengan istrimu. Seandainya tadi benar-benar Asyila pasti dia lebih terkejut daripada kamu.”
Abraham tak menjawab, rasanya ia seperti tertangkap basah. Dengan cepat ia berlari meninggalkan Erna karena malu.
Erna menoleh ke arah pagar besi yang sangat tinggi dan kokoh.
Sebuah mobil berwarna putih datang memasuki pekarangan rumah kediamannya.
Gadis cantik dengan mata sipit keluar berjalan menghampirinya. Namun bukan gadis itu yang ia nantikan, melainkan satu gadis lagi yang ingin ia temui.
“Asyila!” sapa Erna, tanpa sadar Erna berjalan ke arah Asyila dan memeluk tubuh kecil gadis itu.
Asyila terperangah dengan apa yang dia lihat,
“Nenek mengenal saya?” tanya Asyila heran.
Dyah syok dengan yang dilakukan sang nenek buyut, tidak seharusnya seperti itu.
“Nenek tahu karena aku yang memberitahukan tentang kak Asyila,” ucap Dyah dan menjauhi Asyila dari Erna.
“I-iya Asyila, Dyah yang memberitahukan kepada nenek.” Erna akhirnya sadar dengan kecerobohan itu.
Hampir saja ketahuan, untuk cucu buyut ku punya cara agar Asyila tak mengetahuinya.
“Kalian berdua silahkan masuk! pasti sangat lelah!” ajak Erna lalu menuntun mereka masuk.
“Bagaimana kabar nek yut?” tanya Dyah.
“Alhamdulillah, nenek buyut hanya butuh istirahat saja. Kalian istirahatlah dikamar, nanti kita bicara setelah makan.”
“Oke nek yut, kami ke kamar.”
“Saya juga permisi nenek buyut.”
”Jangan panggil nenek buyut, cukup nenek saja,” terang Erna.
“I-iya nenek.” Asyila sedikit bingung, karena Panggilan untuk Erna berbeda dengan Dyah.
Erna melihat ke arah mereka pergi, saat mereka benar-benar tak terlihat.
Erna dengan cepat berjalan menuju kamar sang cucu.
Tok.. tok..
“Siapa?”
“Ini nenek, Abraham.”
“Masuk nek! tidak dikunci.”
Erna masuk dan duduk tepat di samping Abraham berbaring.
Abraham sedikit risih dengan gelagat sang nenek yang terlihat aneh, “Nenek kenapa? dari tadi senyum begitu?” tanya Abraham penasaran.
”Mereka telah tiba,” ucap Erna.
“Apa!” teriak Abraham.
Deg...deg..
“Pelankan suara kamu, nanti mereka dengar.
Mereka harus istirahat terlebih dahulu.”
Abraham menutup mulutnya rapat-rapat,
jantungnya berpacu sangat cepat bahkan dua kali lipat dari sebelumnya.
“Kamu cepat dandan lah yang rapi agar Asyila terpana melihatmu, Asyila benar-benar cantik.
Jika nenek menjadi seorang pria pasti nenek akan jatuh cinta dengan Asyila.”
“Nenek sudah tua, kenapa berpikir seperti itu?”
“Jangan cemburu, nenek hanya bercanda,” ucap Erna dengan tertawa kecil.
Para pelayan menyiapkan dan menghidangkan makanan di meja makan.
Mereka tahu jika istri majikannya itu telah datang.
“Jangan lupa hidangan penutup.” Erna mengingatkan para pelayan.
“Baik nyonya besar.”
Erna telah duduk di kursi, sambil menanti cucu dan cucu buyutnya.
“Wah, banyak sekali makanannya nek yut.
Bisa-bisa Dyah menjadi gemuk pulang dari sini,” ucap Dyah takjub dengan hidangan yang super banyak.
“Memang dirumah Dyah tidak sebanyak ini?” tanya Erna.
“Nek yut kan tahu kalau mama dan papa membatasi makanan dirumah agar Dyah tidak makan banyak,” ucap Dyah sebal.
”Memangnya kenapa Dyah?” giliran Asyila yang bertanya.
“Karena saat SMA tubuhku gemuk bahkan mencapai 60 kg,” ucap Dyah.
“Serius?” tanya Asyila kaget.
“Yang dikatakan Dyah benar, untungnya sekarang sudah langsing berkat kedua orang tuanya,” sahut Erna.
“Selamat sore semuanya," ucap Abraham yang baru sampai di meja makan.
“Paman!” Asyila sangat terkejut dengan kedatangan Abraham, ”Paman disini juga?” tanya Asyila.
Abraham menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Iya, nenek kemarin sakit jadi aku kesini.”
Asyila merasa sangat canggung, dirinya tidak tahu bahwa Abraham juga pergi ke Jakarta.
Ya Allah, ada apa denganku?
Rileks Asyila, kamu bisa. Jangan terlihat gugup didepan paman.
“Lebih baik kita segera makan, tidak enak jika sudah dingin.” Erna tahu bahwa Asyila tak nyaman.
“Oh, iya Nek yut. Ayo kita makan!” ucap Dyah semangat.
Asyila tak langsung menyendok nasi, ia masih menunggu yang lain agar duluan menikmati makanan.
Setelah mereka menyendok nasi barulah ia,
Asyila makan dengan perlahan.
Bukan karena sakit gigi melainkan canggung dengan Abraham yang duduk tepat di hadapannya.
Makan bersamamu seperti ini membuatku senang Asyila, apalagi sambil memandangi wajahmu yang cantik. Aku akan selalu bertahan agar kamu bisa menerimaku.
Abraham menikmati makanan sambil melirik ke arah Asyila, Asyila tentu saja tak menyadari karena ia fokus menikmati makanannya.
Sementara Erna dan Dyah tersenyum melihat kelakuan Abraham yang curi-curi pandang kepada sang istri.
Saat Abraham dan Asyila ingin mengambil gelas air minum tidak sengaja gelas yang mereka ambil adalah gelas yang sama.
“Maaf,” ucap Abraham dan Asyila bersamaan.
“Ambilah gelas ini,” ucap Abraham sedikit mendorong kecil ke arah Asyila.
“Tidak, Paman saja.” begitupun dengan Asyila. Ia mendorong kecil ke arah Abraham.
“Ehem.” Erna berdehem.
Membuat sepasang suami istri itu salah tingkah.
“Gelas tidak hanya yang itu, disebelahnya juga ada gelas,” celetuk Erna.
“I-iya nek,” ucap Asyila gugup.
Sangat memalukan, benar-benar memalukan.
Oh tidak, aku sangat malu.
Kalau bukan di meja makan sudah pasti aku berlari menjauh.
Dyah tak dapat menahan tawanya, sungguh lucu melihat kelakuan sepasang suami istri itu.
“Ha..ha.. haduh.” Dyah berusaha kuat menutup mulutnya dan bersikap biasa saja.
Abraham dan Asyila hanya menunduk dan menikmati makanan mereka, seolah tak terjadi apa-apa.
Setelah makan bersama, Erna mengajak mereka bertiga untuk menikmati anggur yang ditanam Erna di belakang rumah.
“Ini benar-benar anggur? Asyila tidak pernah melihat kebun anggur seluas ini.” Asyila tak menyangka jika dibelakang rumah Erna ada tanaman anggur yang begitu luas.
“Kamu suka?” tanya Erna.
“Sangat suka nek.”
“Kalau begitu seringlah mainlah kesini!”
Asyila tak ingin menjawab, cukup tersenyum lebar dan mengangguk.
Tidak mungkin kan aku sering kesini?
Akan terasa aneh main ke tempat ini.
Abraham hanya duduk sambil memandangi Asyila yang sedang berbincang-bincang dengan Erna.
Setidaknya posisi itulah yang paling nyaman agar bisa menatap Asyila dari kejauhan dan tidak membuat Asyila canggung.
“Abraham!” panggil Erna.
“Ada apa Nek?” tanya Abraham.
“Temani Asyila memetik anggur, nenek ada urusan dengan Dyah.” Erna ingin membuat Abraham dan Asyila dekat.
Bagaimana nenek bisa berbuat seperti ini?
Jelas-jelas Asyila terlihat canggung atas kejadian di meja.
“Baik Nek,” sahut Abraham.
Apa yang harus kamu lakukan Asyila?
Apakah tersenyum? Aishhhhh... membuatku tambah canggung saja.
Bagaimana bisa meninggalkan aku dan paman disini?
Abraham berusaha tenang, ia tak ingin terlihat canggung, “Di sana anggurnya sudah masak, ayo kita kesana!”
“Ba-baik paman.”
Abraham membawa keranjang buah untuk menampung anggur, sementara Asyila memetik anggur dan menaruhnya ke ranjang buah yang ada ditangan Abraham.
Perlahan rasa canggung dari keduanya mulai hilang, Asyila dengan cepat bersikap biasa.
"Yang ini boleh dipetik paman?" tanya Asyila.
“Boleh,” sahut Abraham.
“Kodok, kodok!” Asyila berteriak kencang dan lari memeluk Abraham.
Deg...deg...
Mereka terpaku satu sama lain.
Tatapan mata mereka hanya sekitar beberapa cm, maju sedikit saja sudah pasti bibir mereka saling bertemu satu sama lain.
“Maaf Paman, saya tidak sengaja,” ucap Asyila membungkukkan badan dan lari secepat mungkin menjauhi Abraham.
Istriku sangat lucu, ternyata dia takut kodok.
Asyila lari memasuki kamar.
Ia benar-benar malu dengan perbuatannya yang memeluk tubuh Abraham.
Kodok sialan, kenapa tiba-tiba muncul seperti itu?
Bagaimana ini? Aku sepertinya tidak ada muka untuk menemui paman.
Abraham 💖 Asyila
Like 👍 komen👇 Vote🙏
Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Fe☕
wkwkwkwk duh ada ada ajahhh
moment yg pas 🤣
2022-02-04
1
Fe☕
🤣 kodok membawa bahagiaa
2022-02-04
0
Esti Trianawati
taruh aja kodok dkamar .... pasti paman Abraham menang banyak 😄
2021-11-28
3