Erna duduk diruang keluarga bersama Asyila dan Dyah. Sementara Abraham masih sibuk diruang kerja karena ada beberapa data yang belum diperiksa dan disetujui olehnya.
“Bagaimana kuliahmu di Bandung Asyila?” tanya Erna.
“Alhamdulillah lancar nek.” balas Asyila.
“Nenek dengar dari Abraham kamu dan temanmu tinggal berdua di kontrakan, apakah itu benar?”
“Iya nek, itu benar. Saya dan Ema memang memutuskan untuk mengontrak.”
“Kalian hati-hati disana, jangan terlalu dekat dengan orang luar. Pokoknya waspada!”
“Baik Nek,”ucap Asyila.
“Apakah Dyah menyusahkan kamu selama belajar di kelas?”
“Tidak nek, Dyah selama dikelas tidak menyusahkan Asyila.”
“Nek yut dengar sendiri kan apa kata kak Asyila?” Tanya Dyah.
“Iya, nek yut mendengarnya.”
Abraham datang menghampiri mereka yang sedang duduk bersama.
“Ehem.” Abraham berdehem dan dengan santainya duduk tepat di samping Asyila.
Bisa-bisanya paman duduk di sampingku, Apakah dia lupa tentang kejadian tadi sore?
Abraham melihat jelas ekspresi wajah Asyila yang terlihat tenggang.
“Kamu merasa risih aku duduk disini? baiklah kalau begitu aku pin––”
“Ti-tidak usah, paman duduk disini saja.” potong Asyila.
Oh tidak, seharusnya aku membiarkan dia pergi, kenapa malah mencegahnya untuk pergi?
“Benar tidak apa-apa?” tanya Abraham memastikan.
“Iya paman, saya tidak apa-apa,” ucap Asyila dengan senyum terpaksa.
Dyah memikirkan cara agar semuanya terlihat baik-baik saja.
“Apa ini Nek yut? sepertinya enak!” tunjuk Dyah pada bungkusan kotak kecil. Ia tidak ingin Asyila terlihat tengang apalagi canggung.
“Ini brownies buatan nek yut, coba kalian bertiga cicipi dan beri nilai untuk brownies ini!” Pinta Erna lalu memotong brownies menjadi beberapa bagian.
Mereka bertiga mengambil potongan brownies.
Layaknya chef profesional mereka mengunyah dengan wajah yang serius.
“Enak nek,” puji Abraham.
“Sangat enak,” puji Dyah juga.
Giliran Asyila yang memberi nilai untuk brownies buatan Erna.
Wajahnya benar-benar serius membuat mereka bertiga penasaran.
“Rasanya sangat enak nek, hanya saja,” ucap Asyila.
“Hanya saja apa Asyila?” tanya Erna antusias.
“Kurang banyak,” sahut Asyila dengan wajah serius.
Mereka bertiga langsung tertawa setelah mendengar ucapan Asyila, ucapan dan ekspresi wajah Asyila benar-benar tidak sinkron sehingga membuatnya terlihat lucu.
“Berhentilah tertawa! Asyila sangat malu,” ucap Asyila menunduk dengan wajah dan telinga merah seperti kepiting rebus.
“Kamu sungguh lucu ist, maksudku Asyila.” Lagi-lagi Abraham hampir keceplosan, membuat Erna dan Dyah diam seketika menghentikan tawa mereka.
Ada apa dengan nenek dan Dyah?
Kenapa wajah mereka terlihat tegang seperti itu.
“Besok nenek akan buatkan brownies lagi dan Asyila harus menghabiskan brownies buatan nenek!” Erna berkata dengan suara lembut.
“Oh, benarkah? terima kasih Nek.” Asyila bergeser ke arah Erna dan memeluknya.
“Ma-maaf nek, Asyila lancang,” ucap Asyila lalu melepaskan pelukannya.
“Tidak apa-apa, anggap nenek ini sebagai nenek kamu,” ucap Erna lembut.
“Terima kasih Nek.” Asyila tersenyum manis.
Adzan isya berkumandang, Erna mengajak mereka untuk sholat berjamaah.
“Sudah waktunya sholat, ayo kita sholat bersama!” ajak Erna.
“Dyah tidak sholat Nek yut, lagi libur,” ucap Dyah.
“Kalau Asyila bagaimana?” tanya Erna.
“Asyila sedang tidak libur, jadi Asyila ikut sholat Nek.”
“Ya sudah kita bertiga saja, Abraham jadi imam ya!”
“Baik Nek,” ucap Abraham sambil melirik ke arah Asyila.
Jangan melirikku seperti itu paman, paman membuatku sesak nafas.
“Ayo Asyila kita wudhu!” ajak Erna diangguki Asyila.
Mereka pun mengambil air wudhu untuk mendirikan Sholat isya bersama.
Untuk pertama kalinya Abraham menjadi imam shalat dan Asyila sebagai Makmum.
4 raka'at telah berlalu, saatnya mereka untuk memohon dan berdoa kepada Allah SWT.
Doa Erna sang nenek.
Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, hamba memohon kepada-Mu agar Asyila bisa mencintai Abraham sepenuhnya.
Hamba ingin mereka menjadi sepasang suami istri yang sakinah mawadah warahmah amin.. ya robbal alamin.
Doa Abraham.
Ya Allah, hamba tidak meminta banyak cukup buat agar istri hamba mencintai hamba.
Meski pernikahan kami tidak dilandasi dengan cinta dari kedua belah pihak. Tapi hamba sangat mencintai Asyila, berikan hamba kemudahan untuk membuka pintu hati Asyila kepada hamba. Amin Ya Allah.
Doa Asyila.
Ya Allah, hamba masih belum terima tentang pernikahan hamba ini.
Hamba sejujurnya sangat takut untuk bertemu suami hamba yang entah tahu dia itu siapa?
Tapi jika kami bertemu tolong buat hati hamba kuat untuk menerima semua kenyataan ini. Hamba mohon ya Allah.
Usai sholat dan membaca doa masing-masing, mereka bergegas kembali ke ruang keluarga.
Saat ingin melangkahkan kaki keluar ruang sholat Asyila dan Abraham menyenggol lengan satu sama lain.
“Maaf,” ucap Asyila gugup.
Lagi-lagi seperti ini, membuatku benar-benar malu.
Abraham tak ingin menjawab, ia tersenyum manis semanis mungkin dan berlalu begitu saja.
Ya Allah senyumnya itu benar-benar manis.
Tidak Asyila, Jang berpikir yang tidak-tidak. Sadar Asyila, sadar.
Dyah yang sedang asyik menonton tiba-tiba menoleh ke arah mereka yang telah selesai mendirikan Sholat isya.
“Udah nek yut?” tanya Dyah kepada Erna.
“Alhamdulillah sudah.”
Mereka kembali berbincang-bincang, kali ini Asyila tidak banyak berbicara ia cukup mendengarkan apa yang mereka perbincangkan.
Bagaimana dengan Abraham? tentu saja dia melirik ke arah istrinya, meski Asyila tidak melirik ke arah Abraham sama sekali.
Waktu telah menunjukkan pukul 22.00 membuat Erna mengakhiri perbincangan mereka.
“Ternyata sudah malam, nenek sangat mengantuk. Bisakah Asyila menemani nenek tidur?” tanya Erna.
“Tapi...”
“Kak Asyila tidurlah dengan Nek yut, Dyah sedang flu,” ucap Dyah dengan menggosokkan hidung.
“Bagaimana Asyila?” tanya Erna memastikan.
Asyila tersenyum manis, “Baiklah nek.”
“Ayo Asyila! kita ke kamar!” ajak Erna diangguki oleh Asyila.
Abraham memandangi istrinya yang telah pergi bersama sang nenek.
Rasanya sangat sedih jika harus berpisah.
Dyah menghela nafasnya, ia tahu bahwa sang paman sedih.
“Sabar ya paman! semua akan indah pada waktunya,” ucap Dyah bijak.
Abraham tak menjawab ia melengos pergi meninggalkan Dyah.
“Malah nyelonong pergi,” kesal Dyah.
Abraham masuk ke kamar, ia mengambil bingkai foto kecil di nakas.
Direbahkan tubuh kekarnya itu. Hatinya sangat tenang saat melihat foto kecil istrinya.
Aku mencintaimu Asyila, sangat mencintaimu.
Aku harap suatu saat nanti kamu bisa menemani ku tidur.
Abraham menangis saat memikirkan Asyila,
gadis yang dulu sangat kecil kini telah menjadi istrinya. Namun masih belum dapat ia sentuh bahkan untuk tidur bersama pun belum bisa.
Erna duduk di sofa kamarnya bersama Asyila, saat di kamar mereka belum langsung tidur.
“Asyila,” panggil Erna lembut.
Asyila menatap lekat ke arah Erna.
“Ada apa Nek?”
“Terima kasih sudah mau menemani nenek tidur.” Erna berkata dengan lembut.
“Asyila yang seharusnya terima kasih, nenek sudah mengizinkan Asyila memetik anggur dan....”
Asyila tiba-tiba mengingat kejadian dirinya memeluk Abraham.
Memalukan sekali, aisshhhh... memalukan.
Erna mengernyitkan keningnya melihat Asyila geleng-geleng kepala.
“Kamu kenapa Asyila?” tanya Erna penasaran.
“Ti-tidak apa-apa nek.” Asyila salah tingkah.
“Yakin tidak apa-apa?”
“Yakin nek,” ucap Asyila lalu mengangguk.
Asyila memandangi wajah Erna yang terlihat banyak keriput dan terlihat kesedihan di mata Erna.
“Nenek baik-baik saja?” tanya Asyila.
“Tentu saja baik, ada apa?” tanya Erna balik.
Asyila tak menjawab, ia menuntun Erna ke ranjang. Erna sama sekali tak menolak, rasanya mereka seperti telah dekat.
“Sini biar Asyila pijat, nenek pasti lelah membuat brownies untuk kami,” ucap Asyila dan memijit kaki Erna.
“Kamu sangat perhatian, tapi...”
“Nenek nurut saja oke! pijatan Asyila sangat enak bahkan Ayah dan ibu sering Asyila pijat,” jelas Asyila.
“Benarkah?” tanya Erna antusias.
“Iya nek, benar.”
Erna tersenyum lebar, Asyila benar-benar istri yang tepat untuk Abraham sang cucu.
“Terima kasih Asyila, kamu memang cucu yang tepat.”
“Cucu yang tepat?” tanya Asyila bingung.
“Maksud nenek, kamu kan sekarang teman Dyah jadi kamu juga cucu nenek,” sahut Erna.
Asyila tersenyum mendengar ucapan Erna.
“Nenek tinggal disini sendirian?” tanya Asyila penasaran.
“Sebelumnya bersama Abraham, tapi karena Abraham sering ke Bandung jadi nenek tinggal disini bersama pelayan-pelayan yang lain.”
“Orang tua paman kemana nek?”
“Sudah meninggal 16 tahun yang lalu.”
“Ma-maaf nek Asyila tidak tahu,” ucap Asyila.
“Tidak apa-apa, lagipula kamu bertanya jadi nenek harus menjawab.”
“Ini obat nenek?” tanya Asyila yang melihat beberapa obat di atas nakas.
“Iya Asyila, kemarin nenek sempat sakit,” ucap Erna.
“Sekarang apa masih sakit nek?”
“Sudah membaik,” sahut Erna.
“Alhamdulillah.” Asyila lega saat tahu bahwa Erna telah membaik.
“Kita sekarang tidur, Asyila juga harus tidur ya!” ajak Erna.
“Iya nek, Asyila juga ingin tidur,” balas Asyila.
Asyila merebahkan tubuhnya tepat disamping Erna yang tengah berbaring. tak butuh waktu lama Erna dengan cepat langsung tidur.
Sementara Asyila belum juga tidur, ia masih terjaga dengan perasaan yang sedih.
Ada apa denganku? kenapa perasaanku sangat sedih seperti ini?
Asyila yang merasa haus langsung bergegas menuju dapur untuk mencari air minum.
Lampu di dapur benar-benar gelap tak ada penerangan sama sekali.
Asyila berjalan menuju kulkas dan membuka pintu kulkas untuk mengambil air dingin. Setelah selesai mengambil air ia pun menutup kembali. Namun ia begitu terkejut saat ada penampakan manusia di dekat kulkas.
“Aaaaaaaaaaaaaaa!!!” Asyila berteriak sekencang mungkin.
Dengan cepat Abraham menutup mulut Asyila. “Jangan berteriak, yang lain akan bangun!” bisik Abraham. Asyila pun mengangguk.
“Pa-paman nga-ngapain disini?” tanya Asyila terbata-bata.
“Aku ingin minum, seharusnya kamu hidupkan lampu agar semuanya terlihat,” ucap Abraham.
Abraham lalu berjalan menuju saklar lampu dan menghidupkan lampu dapur.
Saat lampu telah hidup Asyila terkejut mendapati mata Abraham yang sedikit bengkak dan merah.
Apakah dia habis menangis?
tapi kenapa dia menangis?
Asyila bertanya dalam hati, ingin rasanya ia bertanya tapi ia enggan mengingat hubungannya dan Abraham tak cukup dekat.
Dengan cepat Asyila meneguk air ditangannya.
“Saya sudah selesai minum, saya permisi paman,” ucap Asyila.
“Iya Asyila, Selamat malam,” ucap Abraham lembut.
Asyila menutup pintu kamar, perasaannya malam itu benar-benar sedih.
Ia bahkan tak tahu kenapa hatinya sangat sedih.
Ada apa dengan air mata ini?
Ada apa denganku? Ya Allah kenapa aku begitu sakit saat melihat Paman menangis?
Asyila menghapus air matanya, dengan cepat ia naik keranjang dan memejamkan mata.
Abraham ❤️ Asyila
Like👍 komen👇 Vote 🙏😭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 302 Episodes
Comments
Dyah Oktina
hubungan yg rumit.... jd gemes ...
2023-12-03
0
Santi Liana
😭😭😭😭😭aku jg ikut sedih😭😭
2022-11-22
0
Fe☕
Yuk asyila smkin terpincut 😍
2022-02-04
2