...💙 Episode - 18 💙...
Zeeviana membuka pintu kamar mandi dengan perasaan lega. Namun perasaan leganya langsung memudar kala melihat Bian berdiri tepat di samping kanan pintu kamar mandi sekarang.
"Tuan Bian? Apa yang Anda lakukan di sini, Tuan?" tanya Zeeviana pada Bian yang kini berdiri menghadapnya, bahkan memandang wajahnya dengan binar aneh itu lagi di matanya!
"Apalagi kalau bukan menunggumu keluar dari kamar mandi!" Bian menjawab jujur.
"Untuk apa Anda menunggu saya?"
"Untuk menuntut pertanyaan yang belum kamu selesaikan tadi! Tadi kamu ingin menanyakan apa padaku?!" Bian melangkah maju, mendekati tubuh mungil Zeeviana.
"Pertanyaan yang mana, Tuan?" Zeeviana ikut melangkah mundur.
"Tadi, kamu ingin bertanya apa padaku? Saat aku bertanya tentang pacaran padamu?" Tangan Bian sudah terangkat, hendak menyentuhnya wajah Zeeviana.
"Tu-Tuan!"
Gadis itu kembali melangkah mundur sampai tubuhnya terbentur pada dinding. Ia menatap Bian yang tersenyum seolah-olah ingin memakan dirinya hidup-hidup.
"Jangan mendekat lagi, Tuan! Jika Anda mendekat! Maka saya tidak akan segan-segan untuk memukuli Anda!" Ancam Zeeviana, padahal dia sendiri takut untuk menyentuh tubuh kekar Bian.
"Aku tidak takut." Bian kembali mendekat, hingga tubuhnya dan Zeeviana begitu dekat.
"Sekarang katakan, apa yang akan kamu tanyakan tadi padaku?" ucap Bian, tanpa memperdulikan lagi Zeeviana yang sudah menahan napas, agar tidak mencium aroma tubuhnya yang memabukkan.
"Kenapa, kenapa Anda belum menikah sampai saat ini juga, Tuan?" Akhirnya, pertanyaan itu pun keluar dari bibir merah mungil Zeeviana.
"Kamu ingin tau kenapa?" tanya Bian lalu mundur satu langkah.
"Saya tidak berhak untuk mengetahuinya, Tuan."
"Tapi kamu bertanya tadi! Dan setiap pertanyaan pasti membutuhkan jawaban!" ucap Bian. Seolah Bian memaksa agar Zeeviana tau alasannya.
"Baiklah, apa jawabannya, Tuan?!"
Bian kembali maju satu langkah mendekati Zeeviana. Membuat jantung Zeeviana berdetak lebih cepat lagi. Gadis itu memalingkan wajahnya.
Sungguh, wanita mana yang tidak terpesona dengan wajah tampan dan tubuh kekar Bian! Apalagi dengan mata indah yang selalu memancarkan binar aneh itu!
"Karena aku, bukanlah orang yang suka melanggar dan mengingkari janji yang sudah kubuat." Tangan Bian hendak menyentuh dagu Zeeviana, namun Bian segera mengontrol kembali tangannya lalu melangkah mundur dari tubuh Zeeviana.
"Janji apa, Tuan?" tanya Zeeviana yang telanjur penasaran.
Zeeviana mengikuti langkah kaki Bian. Mereka kembali duduk di halaman belakang. Namun dengan suasana yang lebih tenang.
"Aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi kamu harus menjadi temanku dulu! Bagaimana? Apakah kamu setuju?"
Bian mengulurkan tangannya pada Zeeviana. Gadis itu berpikir sejenak, kemudian melirik ke arah Bian yang tersenyum tulus padanya.
"Baiklah, kita berteman sekarang!" ucap Bian kala Zeeviana membalas uluran tangannya.
"Panggil aku Bian!"
"Tidak mau!" Tolak Zeeviana.
"Ayolah! Kita baru saja berteman, kawan!"
"Tapi aku tidak nyaman dengan panggilan itu!" ucap Zeeviana jujur. Bagaimana pun Bian lebih besar darinya. Jadi tidak mungkin Zeeviana memanggil nama seperti itu.
"Bagaimana kalau Kak Bian saja? Morgan juga memanggilku seperti itu." Bian memberi masukkan.
"Itu lebih baik," jawab Zeeviana.
"Kalau begitu, katakan sekarang!"
"Kak Bian?" Zeeviana menatap mata Bian yang berbinar terang.
'Kenapa! Kenapa Anda sebahagia ini, Tuan!' Batin Zeeviana.
"Baiklah, karena kamu sudah membuatku bahagia, aku akan mulai ceritanya sekarang!" ujar Bian lalu bangkit dari duduknya. Ia menyadarkan tubuhnya pada meja akuarium, menghadap dan menatap wajah Zeeviana.
"Dua puluh dua tahun dua bulan yang lalu. Saat itu, aku masih duduk di bangku SD kelas tiga. Tetanggaku, dia melahirkan anak pertamanya. Bayi mungil itu begitu cantik, matanya bulat bersinar, bibirnya mungil, dan jemari tangannya begitu lembut dan halus."
"Aku selalu memandangi bayi itu ketika Tante Ayu menggendong dan mengajaknya berjemur di halaman depan. Aku rasa, aku mulai menyayanginya dan tidak ingin membagi kasih sayangku kepada orang lain selain dia."
Zeeviana mendengarkan cerita Bian dengan seksama. Tanpa Zeeviana sadari, Bian sebenarnya sedang bercerita tentang dirinya.
"Aku menyukai semua yang ada pada bayi itu, senyumnya, tatapan mata bulatnya, sentuhannya, aku menyukai semuanya. Sampai aku bertekad, kalau dia sudah besar nanti, maka dia harus menjadi kekasihku. Dan aku pun membuat janji dengannya saat itu."
"Aku tidak tau, apakah bayi itu mengerti maksud ucapanku. Tapi yang kutahu, dia juga menyukaiku, dia tertawa setiap aku melontarkan lelucon untuknya." Bian menatap dalam mata Zeeviana. Bayi mungil itu sekarang ada di hadapan. Namun Bian tidak bisa berbuat apa-apa.
"Dia menggenggam erat jari kelingkingku saat itu. Aku pun berpikir, kalau dia juga sudah membuat janji itu bersamaku." Mata Bian beralih menatap jari kelingkingnya dan juga jari kelingking Zeeviana.
" Tante Ayu, Ibu dari bayi itu tertawa mendengar janji yang sudah kubuat dengan putri kecilnya. Mungkin dia mengira janji itu hanya lelucon anak kecil saja. Tapi tidak denganku. Janji tetaplah janji. Dan aku tidak kan pernah mengkhianati janjiku sendiri!"
"Tapi, Tante Ayu membawanya pergi jauh dariku. Aku benci saat-saat itu!"
Terdengar Zeeviana menghembuskan napas setelah mendengar alasan Bian.
"Apakah Kak Bian tau, dimana bayi beruntung itu sekarang? Dia pasti sudah tumbuh besar kan?!" ucap Zeeviana, membuat Bian kembali menatap ke arahnya.
"Dia tumbuh menjadi gadis pekerja keras, rendah hati, baik, cantik, dan juga manis," lirih Bian.
"Emmm, apakah Kak Bian pernah bertemu dengannya?"
"Dia tidak mengenaliku. Tapi aku akan selalu mengenalinya!" Jawab Bian penuh keyakinan.
"Dimana pun dia berada sekarang, dia adalah gadis terberuntung sedunia! Dia bahkan sudah menemukan pria yang tepat sejak dia baru lahir ke dunia ini! Jika boleh jujur, aku iri padanya, Tuhan...,' Batin Zeeviana.
"Kenapa kamu melamun, Zee?" tanya Bian sambil menyentuh bahu Zeeviana pelan.
"Tidak apa, aku hanya sedang membayangkan saja, bagaimana reaksi gadis itu kalau dia bertemu nanti denganmu," jawab Zeeviana.
"Kita sudah sering bertemu, Zee. Tapi tetap saja, dia tidak mengenalku, dan aku tidak berani memperkenalkan diriku padanya!"
"Kenapa? Bukankah Kak Bian menginginkannya? Bukankah dia yang Kak Bian tunggu selama ini? Kenapa masih tidak berani juga?!" Gerutu Zeeviana.
"Aku takut, takut dia tidak menerimaku.
Dan dia pasti akan mengganggap aku sedang menipu dan menjebaknya dengan janji itu!"
"Kenapa Kak Bian tidak temui langsung saja Ibu dari bayi itu? Bukankah dia tau tentang janji yang Kak Bian buat dengan putrinya? Aku yakin, dia pasti akan membantu Kak Bian!" ucap Zeeviana menggebu-gebu.
"Tidak, Zee. Tidak semudah itu bagiku." Bian duduk di samping Zeeviana sambil menatap sendu akuarium di hadapannya.
"Zee? Jika kamu yang ada diposisi gadis itu, apa yang akan kamu lakukan saat aku datang dan mengatakan hal ini padamu."
Bian tiba-tiba saja meraih tangan Zeeviana, menggenggam tangan itu dengan erat.
"Zee, aku mencintaimu, aku sudah lama menunggu dan mencari keberadaanmu. Dan sampai saat ini, kita bertemu dan duduk di sini pun aku masih memiliki cinta yang sama untukmu. Apakah kamu bersedia menerima dan menjaga cinta yang kupunya untukmu? Apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidupku?" Bian mengatakan semua itu tulus dari hatinya. Namun Zeeviana. Gadis itu mengira Bian hanya ber-akting saja.
"Apakah Kak Bian akan berkata seperti tadi jika bertemu dengannya?" tanya Zeeviana menyadarkan Bian.
"Tentu saja, aku akan mengatakan hal itu jika bertemu dengannya. Dan jika dia sudah mengetahui siapa aku yang sebenarnya!"
"Aku yakin, dia pasti akan bersedia menjadi pendampingmu! Aku yakin itu!" ucap Zeeviana memberi semangat pada Bian.
"Semoga saja begitu."
Zeeviana tersenyum untuk Bian. Senyumnya ia berikan sebagai teman Bian. Dan tidak lebih dari sebatas teman. Mereka memulai semuanya dengan pertemanan.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Dilah Mutezz
pelan pelan tpii pastii yaa bian smngatttt
2021-11-20
2
Manda Cahyaningrum
ih knp g langsung jujur aj si bian
2021-03-20
3