...💙 Episode - 13 💙...
Morgan menutup pintu mobil dengan wajah yang berubah datar. Entah mengapa, Morgan merasa begitu kesal jika mengingat panggilan yang Teng berikan untuk Zeeviana .
"Cinta" panggilan itu mungkin terdengar biasa-biasa saja, bagi orang yang tidak tau nama Zeeviana.
Mungkin mereka akan berpikir kalau gadis yang Teng panggil memang bernama "Cinta" Tapi hal itu tidak berlaku pada Morgan. Morgan tau siapa Zeeviana. Nama Zeeviana terukir jelas di hati Tuannya.
Morgan bahkan faham dan hafal betul, sebesar dan setulus apa Bian mencintai Zeeviana. Dan sampai saat ini, Bian pun belum berani melangkah lebih jauh lagi. Tapi pria bernama Teng itu!
Dia bahkan sudah memberikan panggilan khusus untuk Zeeviana. Dan tidak ragu untuk memanggil Zeeviana dengan panggilan itu di depan orang lain. Seperti tadi contohnya!
"Kenapa? Apakah ada masalah tadi?" tanya Bian ketika melihat wajah datar Morgan saat memasuki ruang kerjanya.
Morgan tidak menjawab. Pria itu malah duduk di kursi kerja, di samping Bian.
"Maafkan saya, Tuan. Saya janji. Apapun yang terjadi tadi, tidak akan terjadi lagi nanti," ucap Morgan menahan geram.
"Memang apa yang terjadi, apakah hal itu ada hubungannya dengan Zee? Apakah ada orang yang menyakiti Zee kecilku tadi?" Mata Bian memancarkan kekhawatiran.
"Tidak, Kak. Zee baik-baik saja. Gadis kecilmu aman, Kak. Hanya terjadi sedikit gangguan saja tadi."
Morgan sebenarnya tidak ingin membahas Teng sekarang. Ia ingin mendapatkan informasi tentang Teng terlebih dulu. Setelah itu, barulah ia memberikan informasi dan penjelasan yang benar pada Bian.
"Hmmm, apapun yang terjadi tadi. Aku harap itu tidak akan terulang lagi," lirih Bian lalu merapikan semua dokumen yang sudah ia baca dan tanda tangani.
"Aku percaya padamu, Morgan. Aku yakin, kamu tidak akan membiarkan sesuatu yang bahaya mendekati Zee..., Zee pasti aman jika keluar denganmu!" Bian tersenyum lalu mengajak Morgan untuk turun. Mereka akan pergi ke panti sekarang.
"Tuan." Zeeviana melangkah mendekati Bian dan juga Morgan. Mata gadis itu sengaja menghidari tatapan dari mata indah Morgan.
"Kamu sudah siap? Kita akan pergi sekarang." Bian sengaja bertanya. Ia hanya ingin mendengar suara Zeeviana keluar untuknya.
"Apakah saya harus ikut, Tuan?" Zeeviana
berucap dengan kepala tertunduk. Menatap sepatu Bian dan juga Morgan.
Bian maju dua langkah. "Apakah kamu akan menolak permintaanku?"
Zeeviana menggeleng pelan. Dadanya kembali berdebar kencang, ketika indra penciumannya berhasil mencium aroma tubuh Bian. Aroma tubuh itu begitu memabukkan!
"Saya sudah siap, Tuan."
"Kalau begitu, masuklah!' Bian membukakan pintu mobil untuk Zeeviana. Netralnya tak kunjung beralih dari memendang wajah Zeeviana.
"Terimakasih, Tuan," gumam Zeeviana lalu masuk ke dalam mobil. Bian ikut masuk dan duduk di sampingnya. Sementara Morgan duduk di kursi pengemudi.
Mobil itu pun melaju dengan keheningan di dalamnya. Bian ataupun Zeeviana sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Begitu pula dengan Morgan yang sibuk melirik kedua penghuni kursi belakang itu lewat kaca mobil. Situasi ini sangatlah canggung menurut Morgan.
Sekitar 15 menit perjalanan. Mobil itu pun berhenti tepat di depan sebuah panti asuhan yang sangat Zeeviana hafal.
"Panti Asuhan Al-Qomar." Begitulah tulisan yang terpajang di samping kanan gerbang.
Bian keluar terlebih dahulu, pria itu mengulurkan tanganya pada Zeeviana. Namun Zeeviana malah menatap bingung uluran tangannya.
"Saya bisa turun, Tuan," lirih gadis itu.
Bian menurunkan uluran tangannya. Ada rasa kecewa yang timbul di hati Bian. Namun rasa itu terlalu lemah jika dibanding dengan rasa sayang dan cinta Bian untuk Zeeviana. Rasa itu tersimpan dengan rapi di dalam ruang hati Bian.
"Tidak apa, Kak. Suatu saat nanti, dia akan menerima uluran tanganmu, dia akan menggenggamnya, dan tidak akan pernah melepaskannya," ucap Morgan sedikit berbisik. Bian pun tersenyum mendengarnya.
Bian dan Morgan melangkahkan kaki mereka memasuki gerbang. Zeeviana berjalan dengan kepala tertunduk di belakang mereka.
Seorang bocah berambut sebahu menatap ke arah Bian dan juga Morgan. Bocah itu lalu berlari mencari keberadaan sang ibu panti. Ia memberi tahu kalau ada tamu yang baru saja datang.
"Selamat sore, Tuan Morgan. Silahkan masuk, Tuan," ucap sang ibu panti yang memang sudah tak asing lagi dengan wajah Morgan.
Ini sudah kunjungan ketiga Morgan. Sementara Bian, ini adalah kunjungan pertama baginya.
Lalu, bagaimana dengan gadis yang masih berdiri di belakang punggung Bian dan juga Morgan itu? Sudah tidak bisa dihitung lagi, ini kunjungan keberapa untuknya!
"Loh, Zee? Kamu juga ada di sini, Nak?" tanya sang ibu panti saat melihat tubuh Zeeviana muncul dari belakang punggung kedua pria itu.
"Iya, Bu." Gadis itu meraih tangan ibu panti. Mencium punggung tanganya dengan penuh hormat. Bian dan Morgan sampai tertegun melihat hal itu.
'Zee, kamu memang cantik luar dan dalam,' Batin Bian.
'Beruntung sekali Kak Bian. Dia jatuh cinta pada gadis yang tepat. Gadis baik seperti Zeeviana memang sangat cocok dengan Kak Bian," Batin Morgan.
"Mari masuk, Tuan."
Mereka pun melangkah menuju ruang tamu. Saat Zeeviana hendak melangkah masuk, seorang bocah laki-laki tiba-tiba saja menarik tanganya. Bocah itu menatap Zeeviana dengan tatapan yang begitu lemah.
"Kak Zee...," lirihnya, dengan air mata yang hampir tumpah.
"Hei, kenapa menangis? Kak Zee ada di sini. Jangan menangis lagi," Zeeviana berjongkok di hadapannya, memeluk tubuh kurus bocah itu.
"Sudah, jangan menangis lagi," bujuk Zeeviana seraya mengelus pelan punggungnya.
Bocah itu pun menyeka air matanya. Ada sebuah senyum harapan muncul di bibir mungilnya.
"Kak Zee bawa mainan dan jajan kan sekarang? Apakah aku tidak akan kehabisan bagian?"
Zeeviana mencoba tersenyum, walau sebenernya hatinya perih mendengar pertanyaan bocah itu. Zeeviana belum bisa memberikan apa yang sudah ia janjikan. Tapi percayalah, Zeeviana pasti akan terus berusaha untuk menepati janjinya.
"Maaf, ya..., Kak Zee belum beli mainan sama jajannya. Soalnya Kak Zee ikut dengan Boss Kak Zee ke sini. Jadi, Kak Zee belum sempet deh belinya."
Bukannya kecewa, bocah itu malah menampakan senyuman manis di bibirnya. "Tidak apa-apa, Kak. Aku sudah bahagia dengan kedatangan Kak Zee."
"Terimakasih. Kak Zee juga bahagia bisa berkunjung ke sini lagi."
Bocah itu melepaskan tangan Zeeviana, ia melangkah menjauhi ruang tamu, lalu kembali masuk ke dalam kamarnya. Saat Zeeviana hendak masuk ke dalam ruang tamu, saat itu juga Morgan dan Bian malah keluar.
"Apakah kita akan pulang sekarang, Tuan?" tanya Zeeviana pada Morgan.
"Saya akan menurunkan barang-barang dari mobil dulu, apakah Anda mau membantu?" jawab Morgan.
"Tentu saja. Aku akan membantu!"
Zeeviana pun melangkah di belakang Bian. Bian dan Morgan mengangkat kardus besar yang berisi buku-buku tulis.
Sementara Zeeviana mengangkat kardus kecil yang berisikan pulpen, pensil, penggaris dan penghapus. Setelah mengeluarkan semua barang bawaan. Mereka bertiga pun pamit untuk pulang.
Terlihat raut kesedihan dari anak-anak panti itu saat melihat mobil yang Zeeviana tumpangi menjauh dari panti.
Mereka suka Zeeviana, mereka sayang Zeeviana. Zeeviana adalah guru sekaligus teman bermain bagi mereka. Mereka berharap,
Zeeviana akan tetap mengingat mereka, sama seperti mereka yang selalu mengingat Zeeviana.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Atik Marwati
kok ga beli makanan tadi Zee kasihan kan
2025-03-07
1
Yuyun Arianti
aku suk ceritnya bgus
2023-05-12
1
Dilah Mutezz
critanya bguss ko yg komen gx ada yaaa 🤔
2021-11-20
3