Gabby masih bersimpuh di lantai dengan air mata yang terus menganak sungai. Ia mencoba kuat, namun ketika sendirian sisi lemahnya selalu muncul.
Wanita itu segera membasuh wajahnya lagi untuk menyegarkan dirinya.
“Untung mataku tak terlalu sembab,” gumamnya mendekatkan matanya ke kaca untuk melihat lebih jelas kantung matanya setelah beberapa saat menangis tanpa suara.
Ia segera membersihkan diri setelah satu hari perjalanan tubuhnya tak menyentuh air.
Begitu kilat dirinya membersihkan diri, hanya butuh lima belas menit ia sudah keluar dengan style yang sama persis seperti tadi, hanya warna baju saja yang berbeda.
“Sakit sekali perutku.” Gabby memegangi bagian tubuhnya itu, sedikit menekannya untuk mengurangi rasa sakit yang menerjang hingga ke ulu hatinya.
“Sepertinya efek belum makan seharian dan aku sudah mengeluarkan tenaga serta emosi yang begitu banyak,” gumamnya.
Gabby berniat keluar untuk mencari makanan di pinggir pantai. Terlihat jelas dari jendelanya ada beberapa restoran di sana.
Kaki jenjang wanita itu mulai keluar meninggalkan kamar yang ia sewa. Melenggang dengan gaya tomboinya menuju pantai. Dengan sedikit menahan sakit di perutnya.
“Ternyata pemandangan disini sangat indah, meskipun sangat panas.”
Gabby memejamkan mata sejenak seraya menghirup dalam-dalam oksigen disekitarnya.
Matanya terus tertuju ke hamparan laut dan restoran yang sangat ramai, kakinya tetap berjalan tak terhenti. Tujuannya adalah makan untuk mengisi tenaganya.
Dug!
Ia menendang sesuatu yang sangat keras hingga membuat dirinya mengaduh kesakitan.
“Aw ...!” pekik keduanya.
Gabby mengangkat kakinya ke atas dan mengelusnya karena sangat sakit setelah membentur sesuatu yang keras.
Sedangkan orang yang terkena tendangan Gabby mengusap kepalanya yang sama sakitnya.
Gabby mengalihkan pandangannya melihat ke bawah.
“Kau!” tuding Gabby dengan mata membulat.
“Kakimu sudah diberi mata masih saja tak melihatku disini!” kesal Geroge setelah bangkit dari tidur tengkurapnya yang terganggu akibat ulah Gabby.
“Sejak kapan mata kaki bisa untuk melihat!” Gabby tersenyum sinis. “Salah kau sendiri tiduran disini bukannya di kamar,” imbuhnya.
Wanita itu sudah sangat lemah, letih, lesu, lunglai, lapar. Ia malas berdebat dan meladeni ocehan George dan sedang tak berselera untuk ribut. Ia memilih melenggangkan kakinya menuju tempat yang semestinya dituju.
“Berhenti!” cegah Geroge dengan suara lantangnya.
Gabby berbalik menatap pria tampan nan rupawan itu. “Apa?” ucapnya sangat malas.
“Temani aku,” pinta George dengan suara lirihnya, pria itu sedikit malu mengatakannya, bahkan enggan untuk menatap netra indah milik Gabby. Namun ia tak ingin duduk sendirian seperti orang kesepian tak memiliki teman setelah ia ditinggal oleh Davis beberapa saat lalu.
“Apa? Kau ini bicara yang lantang, aku mana dengar kau berbisik begitu.” Gabby melipat kedua tangannya di dada, menatap George penuh keangkuhan. Tak ingin terlihat lemah meskipun sesungguhnya seperti itu.
“Temani aku.” George mengulangi ucapannya dengan suara yang lebih lantang dan langsung menarik paksa Gabby untuk duduk di tikar yang ia sewa.
Masa bodoh dengan gengsi, lagi pula dia tak mungkin jatuh cinta dengan seorang wanita yang galak, kasar, tak ada kelembutan sedikitpun. Jauh sekali dari wanita idamannya yang penuh perhatian dan kelembutan dengan pasangan.
George ikut duduk menikmati pemandangan hamparan air jernih itu. Lalu memasang kacamata hitamnya agar tak silau.
Hening.
Beberapa saat George menyadari jika wanita yang selalu berani membantahnya dan selalu ribut dengannya, kali ini tak banyak mengoceh seperti biasanya.
“Kenapa kau diam?” tegur George. Ia merasa aneh, baru beberapa hari terbiasa berseteru dengan Gabby membuatnya tak nyaman jika hanya diam saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
mamae zaedan
diam karna lapar tau,,😙😙
2023-11-18
0
sakura🇵🇸
kaliren iku si gaby....gimana to,orang laper malah diajak berjemur😅😅
2022-09-27
0
StAr 1086
lapar george belum makan....
2022-09-16
0