“Tunggu disini sebentar, aku akan mengambil kunci kamarmu dulu,” ujar Gabby meminta Sophie untuk duduk disalah satu kursi yang ada di dekat resepsionis.
“Baik.” Sophie mengangguk mengerti dan menuruti ucapan itu.
Gabby pun mengayunkan kaki menuju lobby villa dimana tempat melakukan check-in dan check-out serta pemesanan kamar secara on the spot.
“Mau ambil kunci kamar atas nama—” Ucapannya terhenti karena bingung. Siapa yang memesankan kamar untuknya dan Sophie.
“Atas nama siapa, nona?” Dengan ramah, Resepsionis itu menunggu kalimat selanjutnya dari Gabby.
“Coba, tolong dicek atas nama Davis? Atau George? Atau Diora? Atau Gabby?” Wanita itu meminta mengecek semua nama yang disebutkan.
Resepsionis tersenyum ramah. “Maaf, bisa saya lihat bukti transaksi pemesanan kamarnya?” Ia hanya melakukan sesuai prosedur yang berlaku. Untuk mengurangi penipuan yang marak dilakukan, mengaku-aku sebagai orang yang memesan kamar. Ditambah Gabby yang tidak yakin dengan nama pemesan, membuatnya tak bisa percaya begitu saja.
Shit! Pria gila, bermulut sampah, dan bertangan ringan itu tak memberikanku bukti transaksi pemesanan, menyusahkan saja. Gabby mengumpat dalam hatinya.
“Yasudah, masih ada berapa kamar yang kosong?” tanya Gabby dengan wajah menahan kesal. Daripada ia harus mencari-cari George untuk meminta bukti itu, lebih baik dirinya memesan kamar sendiri dan nanti akan meminta ganti rugi kepada George. Karena semua salah pria itu hingga ia harus sampai ke pulau ini.
“Dua, nona.”
“Aku pesan semua, bayar sekarang atau bisa nanti?”
“Boleh nanti, tapi harus meninggalkan kartu identitas dan paspor sebagai jaminan,” terang Resepsionis itu.
“Aku bayar sekarang saja.” Gabby tak ingin dokumen pentingnya sebagai jaminan. Jika sewaktu-waktu ia membutuhkan itu akan menyulitkannya dikemudian hari.
“Untuk berapa lama, nona?”
“Satu hari saja.” Gabby berfikir setelah satu hari akan pindah ke kamar yang sudah dipesan oleh George. Daripada membuang-buang uang nantinya.
“Baik.”
Resepsionis itu lalu menanyakan tentang data diri Gabby untuk diinput datanya dan dijawab oleh Gabby. Setelah selesai, Gabby pun menunjukkan paspor dan kartu identitasnya.
“Totalnya sepuluh juta rupiah.”
“Bisa membayar menggunakan Euro?” Gabby mengeluarkan dompetnya dan melihat di dalamnya hanya ada uang Euro, sebab ia belum sempat menukarkan uangnya.
“Maaf, kami hanya menerima uang rupiah.”
“Apa disini bisa menukar uang?”
“Maaf, tidak bisa.”
Mendesah kesal Gabby di hadapan Resepsionis itu. Sudah tak diberi makan, kini ia harus diribetkan dengan masalah kamar.
“Bayar belakangan saja kalau begitu.” Gabby langsung mengeluarkan paspor dan kartu identitasnya. Ia meletakkan dengan sangat kasar ke hadapan resepsionis itu. “Ini, mana kuncinya.” Ia langsung menengadahkan tangannya. Dada wanita itu naik turun begitu kesalnya dengan George yang membuatnya susah.
Dengan tersenyum kikuk, Resepsionis itu mengambil dokumen Gabby dan memberikan dua kunci.
“Thanks.” Gabby langsung menyambarnya dan berlalu menghampiri Sophie.
Resepsionis itu mengelus dadanya setelah kepergian Gabby.
“Ayo!” Nada bicara wanita itu sedikit meninggi ketika mengajak Sophie untuk mengikutinya.
Sophie segera berdiri dan menyusul Gabby yang sudah berjalan cepat mendahuluinya.
“Kita belum kenalan, aku Sophie seorang psikiater.” Ia mengulurkan tangannya seraya terus berjalan.
Gabby melirik sekilas tangan itu dan membalasnya. “Gabby, manusia biasa.” Tak ada senyum ramah dari wajahnya, tak seperti Sophie yang berusaha menunjukkan keramahannya.
“Kenapa kau terlihat sangat kesal? Apa karena kau sedang bertengkar dengan kekasihmu itu?” tebak Sophie. Ia mengira jika Gabby dan George adalah sepasang kekasih yang tengah berseteru.
Gabby menghentikan langkahnya. “Siapa yang kau maksud kekasih?” tanyanya dengan mata begitu tajam menatap Sophie.
Pasangan yang sama-sama mengerikan. Batin Sophie.
“Kau dan pria yang datang bersama kita ke Bali. Kalian seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar,” cicit Sophie.
“Kita bukan pasangan kekasih, bahkan aku sangat membencinya!” timpal Gabby meluruskan.
“Oh ya? Kenapa aku melihat dimatamu seperti ada cinta untuknya?” celetuk Sophie yang langsung mendapatkan pelototan dari Gabby.
“Ini kamarmu! Masuk! Dan ini kuncinya!” Gabby menyerahkan kartu untuk akses pintu kamar kepada Sophie dan ia langsung berlalu pergi ke kamar sebelahnya.
Brak!
Pintu ditutup dengan sangat kasar oleh Gabby. Hari ini ia sudah sangat kesal karena George, ditambah Sophie yang mengatakan omong kosong mebuatnya semakin naik darah.
Sophie hanya bisa mengelus dadanya dan bersabar demi mencari uang. Ia sungguh merasa sial mendapatkan client yang lingkungannya berisi orang arogan dan dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Yohana Woleka
Sepernya kurangi sedikit Salang membalas kasar terhadap sesama kawan yang lagi jalan satu tujuan.
2023-06-17
0
sakura🇵🇸
kapoook...ketahuan psikiater kebaca kau😅😅
2022-09-27
0
StAr 1086
yang penting bayarannta gede shopie....
2022-09-16
0