"Tolong saya, lepaskan saya dari sini jangan tinggalkan aku sendiri aku mohon." Teriak seorang wanita.
Rinjani tersadar dari mimpi buruknya yang terus menerus melihat wanita itu seakan-akan meminta tolong padanya untuk melepaskannya di dalam rumah itu, deringan ponsel membuyarkan lamunannya segera mengambil ponselnya melihat nama Beni berada di layar utamanya Rinjani memutar bola matanya malas segera menekan tombol hijau.
"Halo Ben." Suara khas bangun tidur.
"Astaga Rinjani Lohh baru bangun." Ucap Beni dari sebrang sana.
"Nga usah banyak omong ada apa Lohh nelpon gua pagi-pagi gini." Ketus Rinjani beranjak dari tempatnya.
"Pagi? Apa Lohh gila ini sudah siang nona Rinjani."
Rinjani membulatkan matanya melihat jam dinding yang terpampang di depan matanya dan segera mematikan sambungan teleponnya segera berlari masuk ke dalam kamar, Beni merasa kesal dengan Rinjani yang seenak mematikan sambungan teleponnya dan segera berjalan masuk ke dalam ruangannya. Rinjani membasuh wajahnya menggosok giginya segera berlari keluar memilih baju casualnya berjalan menuju dapur untuk segera makan siang, Rinjani terus melihat jam tangannya dan mempercepat sarapannya hingga habis tak tersisa tiba-tiba deringan ponsel menghentikan sarapannya Rinjani menekan tombol hijau tanpa melihat siapa yang menghubunginya.
"Beni bisa nga Lohh tunggu gua lagi makan nih." Kesal Rinjani menguyah makanannya.
"Beni? Ini gua Rani Rinjani." Ucap Rani dari sebrang sana.
Rinjani terkejut mendengar suara adiknya dan segera melihat nama Rani di layar ponsel utamanya." Sorry gua kirain asisten gua, ada apa." Suara Rinjani terdengar datar.
"Kapan Lohh balik ke Bandung kakek rindu banget sama Lohh."
"Gua masih sibuk bilang aja sama opa Minggu depan Rinjani pulang."
"Ya udah gua mau lanjut jalan jaga diri Lohh baik-baik."
"Iya bawel dahh." Rinjani mematikan ponselnya.
Rinjani menyudahi sarapannya meminum jus jeruk kesukaannya hingga habis tak tersisa segera beranjak dari duduknya, berjalan menuju lift dengan santai sambil memainkan ponsel melihat-lihat email yang di kirim Beni pagi-pagi tadi Rinjani berjalan masuk ke dalam lift tanpa melihat siapa saja penghuni di dalam lift itu dan terus menerus memainkan ponselnya hingga mereka sampai di depan lobi apartemen miliknya. Rinjani meletakkan ponselnya di dalam tasnya berjalan menuju mobil mewahnya sebuah sepucuk kertas lagi-lagi berada di depan mobil miliknya membuat Rinjani sedikit jengah dengan kehadiran surat itu, Rinjani mengambilnya membacanya secara detail dan sedikit tercengang dengan isi suratnya kalau saja dia terus menerus ikut campur dengan urusannya dia akan mengalami hal yang sama seperti wanita-wanita itu.
"Kurang ajar dia kira gua takut gitu, siapapun Lohh liat aja gua bakal bongkar secepatnya." Lirih Rinjani melirik ke sana kemari membuang surat ancaman itu ke dalam tong sampah tersenyum simpul.
Rinjani masuk ke dalam mobilnya melesat jauh menuju kantornya sosok pria itu terus memandangi mobil Rinjani hingga hilang di balik pintu apartemen, berjalan masuk ke dalam mobilnya dan mencari cara untuk membuat Rinjani berhenti ikut campur dengan urusannya. Rinjani terus menerus memikirkan isi surat itu hingga menghantui pikirannya sekilas bayangan itu kembali masuk ke dalam ingatan memorynya membuat Rinjani menghentikan laju mobilnya, Rinjani menenangkan dirinya memijit pelipisnya yang sedikit sakit meminum obat yang telah di berikan dokter beberapa waktu yang lalu dan kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menelusuri jalanan yang mulai ramai kendaraan. Tiga puluh menit berlalu Rinjani tiba di depan kantornya Rinjani berjalan keluar dari dalam mobilnya, berjalan masuk ke dalam kantor yang terlihat ramai dengan para teman kantornya entah apa yang mereka lihat tapi sangat ribut dan ramai dengan pembicaraan para karyawan kantornya Beni berlari menghampiri Rinjani yang sangat terlihat panik dengan kerumunan orang-orang di dalam kantor.
"Rinjani Lohh dari mana aja."
"Nga dari mana-mana gua telat bangun itu aja, emang ada apa sihh."
"Sini liat nihh." Beni menarik tangan Rinjani menuju papan informasi.
Rinjani yang penasaran dengan informasi apa yang mereka lihat segera berjalan menuju papan informasi dan melihat beberapa surat ancaman perihal kasus yang sedang mereka selidiki, Ken melirik Rinjani yang sedang berdiri menatap informasi yang mereka lihat saat ini Ken menarik tangan Rinjani sedikit menjauh dari kerumunan para teman kantornya.
"Liat sendiri kan kita semua dalam masalah, bagaimana kalau dia mencari korban dalam kantor kita gimana."
"Iya gua udah baca kali, terus gimana masa iya kita harus menghentikan semua ini."
"Terpaksa demi keselamatan semua orang."
Ken berjalan menuju ruangannya Rinjani bimbang dan terus menerus memikirkan masalah yang tidak pernah kelar, Rinjani menghubungi seseorang untuk menyelesaikan semua ini secepatnya berjalan masuk ke dalam ruangannya.
"Cari tahu semua tentang orang yang gua kirimin data dirinya gua mau secepatnya." Tegas Rinjani.
Rinjani mematikan ponselnya menatap berkas yang berada di hadapannya dan memikirkan semua surat ancaman itu kembali tergiang-giang di kepalanya, Beni masuk ke dalam ruangannya membawakan berkas baru untuk mereka periksa dengan kasus yang di berikan oleh atasannya.
"Berkas baru lagi." Jengah Rinjani menatap berkas perkara dari Beni.
"Iya nihh Lohh periksa dengan baik besok mereka sudah sidang." Ucap Beni menyerahkan berkas penting.
"Baiklah sana keluar." Ucap Rinjani sedikit mengusir.
Beni berjalan keluar ruangan Rinjani menuju ruangannya kembali Beni terus berjalan tanpa sengaja melihat sosok pria misterius sedang memperhatikan ruangan Rinjani, Beni mendekati pria tersebut namun keburu kabur sebelum Beni menangkapnya dan kembali berjalan menuju ruangannya. Rinjani memeriksa semua berkas yang berada di hadapannya dan harus di selesaikan secepatnya, deringan ponsel membuyarkan lamunannya segera menekan tombol hijau melihat nama atasannya berada di layar ponselnya.
"Halo selamat siang pak."
"Kamu ke kantor saya sekarang." Ucapnya mematikan ponselnya.
"Baik pak." Ucap Rinjani berjalan keluar ruangannya.
Tak lupa Rinjani menutup pintu ruangannya mengunakan sidik jarinya berjalan menuju ruangan atasannya Rinjani terus berjalan tanpa curiga dengan orang yang berada di belakangnya, Rinjani semakin curiga dengan pria di belakangnya segera memberikan satu bogem mentah di wajahnya namun masih bisa di tepis Rinjani terus melayangkan serangannya hingga perkelahian antara mereka tak terelakkan lagi seisi kantor mulai panik dengan adengan mereka yang menjadi pusat perhatian semua orang. Ken berlari melerai pertikaian Rinjani dengan pria misterius itu namun tak berhasil melerai mereka yang sama-sama tersulut emosi, Ken mulai curiga dengan pria yang bertopeng itu dan membatu Rinjani mengalahkannya merasa dirinya terpojok pria itu segera berlari keluar parkiran Rinjani menyusul larinya dengan secepatnya namun tidak menemukan jejak pria itu.
"Kurang ajar." Teriak Rinjani di area parkiran.
"Lohh yang tenang dulu kita masih bisa mencari tahu siapa dia lewat cctv." Ucap Ken menenangkan Rinjani.
"Rinjani." Suara bariton pria paruh baya membuat mereka menoleh kebelakang.
"Mampus." Lirih mereka bersamaan.
"Iya pak." Tegas mereka bersamaan.
Ken dan Rinjani saling berpandangan dan tertawa kecil segera berjalan menuju atasannya yang berad di belakang mereka dengan wajah yang tidak bisa di artikan, dari jarak jauh sosok pria itu tersenyum simpul dengan aura kemarahan atasan Rinjani dan segera pergi dari sana meninggalkan parkiran kantor Rinjani.
"Apa-apaan kalian hah." Bentak pak Ardi atasan mereka.
"Maaf pak ini semua salah orang misterius yang berusaha menyerang saya." Ucap Rinjani dengan tenang.
"Apapun alasan kamu itu tidak bisa di benarkan, dan kau inspektur Ken kenapa anda ikut-ikutan membantu jaksa Rinjani." Tanya Ardi menatap Ken.
"Apa yang di ucapkan Rinjani benar pak, dia hanya melindungi dirinya dari serangan pria itu." Ken sedikit membela Rinjani.
"Kalian berdua sama saja, segera menghadap keruangan saya." Pak Ardi berjalan masuk meninggalkan mereka.
Rinjani berdengus kesal dengan atasannya itu yang kurang menyukainya sejak dirinya bergabung di kantor ini." Pak botak itu kenapa sensi banget sama gua, mau gua botak dua kali kayanya tuhh kepalanya." Ucap Rinjani berjalan masuk.
Ken tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rinjani dan segera berjalan masuk mengikuti Rinjani dan juga atasannya, sepanjang perjalanan mereka menuju ruangan pak Ardi Rinjani tidak henti-hentinya umpatan tentang kepala atasannya yang plontos itu. Ken terus tertawa sesekali mendengar ucapan Rinjani yang begitu lucu tentang kepala botak pak Ardi yang menjadi keistimewaan baginya, mereka segera masuk berdiri di depan atasannya dengan wajah biasa-biasa saja ketika berhadapan dengan pria berkepala plontos itu.
"Kalian pasti tau kenapa saya memanggil kalian ke ruangan saya." Memulai pembicaraan.
"Iya pak saya tau." Ucap Rinjani.
"Harusnya kalian itu menghentikan penyelidikan ini, tapi kalian terus saja menyelidikinya." Kesal Ardi memijit pelipisnya.
"Bukan kah itu sudah menjadi tugas kita sebagai jaksa dan aparat negara, untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan kita pak apa bapak tidak punya hati nurani melihat para korban yang tewas tidak wajar." Bentak Rinjani yang mulai emosi.
"Jaksa Rinjani tolong jaga ucapan anda, saya sangat mengerti dengan perasaan anda sebagai wanita tapi jangan lupa anda hanya seorang jaksa itu bukan tugas anda." Ucap pak Ardi mendekati Rinjani.
"Apapun alasan bapak saya akan tetap menyelidiki kasus ini, bagaimana pun caranya." Rinjani berjalan keluar ruangan.
Ken yang hanya diam saja segera keluar menyusul langkah Rinjani namun suara pak Ardi menghentikan langkahnya.
"Kau harus menghentikan ini semua, sebelum korban tambah banyak karena yang kita hadapi bukan orang yang mudah di anggap sepele." Ucap Ardi berjalan duduk di kursi kebesarannya.
"Baik pak." Ucap Ken.
Ken segera berjalan keluar ruangan menuju ruangan teman baiknya, pak Ardi tersenyum simpul dengan kemarahan Rinjani yang seakan-akan membuatnya senang Ken segera masuk ke dalam ruangan Rinjani namun tidak menemukan siapa-siapa di dalam sana. Ken terus mencari kemana-mana tetap saja tidak menemukan keberadaannya terlintas dalam benaknya kalau Rinjani berada di ruang cctv dan segera berlari keruangan cctv, Ken bernafas lega mendapati Rinjani tengah memeriksa rekaman cctv di mana pria itu berusaha menyerangnya Ken berjalan masuk memperhatikan raut wajah kemarahan Rinjani yang tidak seperti biasanya.
"Rinjani kau baik-baik saja." Ucap Ken berjalan menghampirinya.
"Sialan." Rinjani mengebrak meja di hadapannya.
"Ada apa Rinjani sampai kau semarah ini." Ucap Ken penasaran.
"Kau lihat saja sendiri." Rinjani memperlihatkan rekaman cctv yang berada di seluruh penjuru ruangan kantornya.
Ken terus memperhatikan cctv yang terlihat biasa-biasa saja namun beberapa detik berikutnya pria itu mulai memperhatikan ruangan Rinjani sejak beberapa hari yang lalu dan juga mendapati pria itu menempelkan surat ancaman di papan informasi, Ken mengepalkan tangannya terlihat aura kemarahan di wajah tampannya dan tidak merasa terima dengan semua perlakuan pria itu meski mereka belum mengetahui siapa dirinya dan apa motif sebenarnya.
"Kita tidak bisa tinggal diam, semakin hari dia akan semakin mengancam kita kalau kita tidak bisa bertindak." Suara Ken terdengar serius.
"Kau benar apapun yang terjadi kita harus mengungkapkan kasus kematian semua wanita itu, dan mencari tahu apa motif yang sebenarnya."
Rinjani menghubungi seseorang untuk mencari tahu tentang rekaman cctv ini dan memintanya untuk menyelidiki rumah mewah yang terletak di desa terpencil dalam hutan belantara, Ken bersama Rinjani berjalan keluar ruangan cctv setelah mendapat beberapa bukti surat ancaman dari pria tersebut. Rinjani pamit untuk segera ke rumah sakit untuk mencari tahu tentang kasus yang beberapa lalu menjadi topik hangat di kalangan masyarakat luas, Ken hanya mengganggukkan kepalanya berjalan menuju ruangannya tak lupa Rinjani menghubungi Beni untuk segera menyusulnya ke rumah sakit terbesar di kota Jakarta. Rinjani meletakkan ponselnya di dalam tas berjalan menuju parkiran mobil dengan santai, Rinjani masuk ke dalam mobil melesat jauh menuju rumah sakit Rinjani terus melajukan mobilnya hingga sampai di depan lampu merah yang cukup ramai dengan beberapa kendaraan yang berhenti Rinjani menepikan mobilnya ketika melihat beberapa pengendara motor saling bertengkar di lampu merah yang cukup membuat orang terganggu dengan aksi mereka.
"Kau harus ganti rugi karena sudah menabrak ku." Ucap pria itu.
"Saya tidak mau karena ini bukan kesalahan saya, kau yang tidak hati-hati saat berhenti." Ucap satunya tidak mau kalah.
"Ada apa ini kalian itu mengganggu pengendara yang lain." Ucap Rinjani di tengah-tengah mereka.
"Maaf nona saya cuman mau minta ganti rugi, karena dia sudah menabrak saya hingga belanjaan istri saya berantakan."
"Astaga saya kan sudah bilang itu kesalahan anda sendiri yang berhenti tiba-tiba."
"Cukup kalian ini sudah pada tua kenapa tidak ada yang mengalah, berapa kerugian bapak." Tanya Rinjani berusaha tenang.
"Dua ratus ribu nona."
"Nihh saya yang bayar dan sekarang kalian minggir kasihan mereka mau jalan." Rinjani melirik kearah keramaian.
"Terima kasih nona."
Mereka akhirnya melaju kan kembali kendaraannya setelah menyelesaikan masalah kecil yang tidak perlu di besar besarkan, Rinjani berjalan masuk ke dalam mobilnya melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit dengan kecepatan rata-rata menelusuri jalanan yang padat akan kendaraan lain. Beberapa menit berlalu Rinjani tiba di depan rumah sakit cukup besar di kota Jakarta segera menepikan mobilnya di area parkiran, Rinjani melihat mobil Beni yang lebih dulu berada di sana dan segera berjalan keluar mobil masuk ke dalam rumah sakit. Rinjani berjalan menemui Beni yang tak jauh dari lobi rumah sakit sedang duduk sendiri memainkan ponselnya dan tidak sadar akan kehadiran Rinjani di depannya.
"Main ponsel Mulu Lohh."
"Sekali sekali doang Rinjani nungguin luhh lama amat." Kesal Beni meletakkan ponselnya di saku celana.
"Ya udah kita masuk sekarang." Rinjani berjalan masuk ke dalam rumah sakit.
Terlebih dahulu mereka minta izin untuk memeriksa beberapa peralatan medis yang mereka gunakan pada saat mengoperasi pasien yang meninggal dunia beberapa Minggu yang lalu, Beni memeriksa secara detail alat-alat medis yang menurutnya aneh dan juga tidak sesuai dengan prosedur rumah sakit dan menaruhnya di dalam kantor plastik transparan. Rinjani memeriksa berkas riwayat penyakit pasien yang tertera di halaman pertama dengan penyakit gagal ginjal dan tewas karena gagal jantung saat melakukan tindakan operasi, Rinjani juga memeriksa setiap suster yang berada di sana saat melakukan tindakan operasi beberapa dari mereka menceritakan cerita yang berbeda dan sangat aneh dari cerita mereka yang terlihat kurang sehat dan juga gemetaran saat menjadi saksi. Rinjani menyudahi pemeriksaan kepada para saksi dan juga suster terkait dalam kasus ini, tak lupa Rinjani memangil pihak rumah sakit yang bertanggung jawab atas kasus ini dan juga memangil dokter yang bertugas melakukan tindakan operasi pada waktu itu.
Bimo berjalan masuk bersama ayahnya dengan wajah yang susah di artikan Beni mengeluarkan semua bukti yang mereka dapatkan dan juga Sempel darah pada saat kejadian.
"Anda pasti tahu kenapa saya memanggil anda ke sini dokter Bimo." Ucap Rinjani berjalan menuju mereka
"Saya tidak mengerti dengan ucapan anda jaksa Rinjani." Bimo terlihat tenang.
"Sudah pasti anda tahu dengan ucapan saya, sebaiknya anda mengaku sebelum kami melakukan tindakan yang lebih jauh lagi." Suara Rinjani mulai meninggi.
"Saya sudah bilang saya tidak mengerti dengan ucapan anda." Bimo mulai keluar kendali.
"Beni." Teriak Rinjani menggema satu ruangan.
Beni memberikan informasi data diri Bimo yang sempat mereka cari tahu tanpa sepengetahuan semua orang, Beni berhasil menemukan informasi yang tidak di ketahui publik tentang penyakitnya dan juga pernah mengalami gangguan jiwa beberapa tahun yang lalu. Dan bisa di pastikan bahwa Bimo melakukan kelinci percobaan akibat trauma dengan kegagalan paska operasi menyelamatkan nyawa adiknya hingga tewas di tangannya sendiri, dan mengakibatkan dirinya sendiri mengalami gangguan jiwa. Bimo tercengang dengan informasi yang di berikan Rinjani kepadanya dan mengetahui kalau dia pernah mengalami gangguan jiwa, makanya Bimo nekat melakukan tindakan operasi kepada pasiennya hingga tewas mengalami gagal jantung akibat kelalaiannya melaksanakan tugasnya.
"Ini semua bohong, kalian pasti mengada-ada berita ini." Bentak Bimo merasa gelisah.
"Anda tidak bisa mengelak lagi semua bukti telah mengarah kepada anda, dan bersiaplah anda akan kami bawa ke dalam penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatan anda." Rinjani memborgol tangan Bimo.
Bimo berusaha untuk melepaskan diri namun kekuatan Rinjani mengalahkan kekuatannya dan pasrah di bawa oleh jaksa Rinjani ke depan umum dengan tangan di borgol, tak lupa Rinjani menghubungi Ken sebelum mereka melakukan pemeriksaan dan memerintahkan kepadanya untuk segera membuat surat penangkapan untuk Bimo atas kasus kelalaian dalam bertugas mengakibatkan nyawa orang lain melayang. Bimo hanya bisa menundukkan kepalanya ketika melewati beberapa wartawan yang meliput penangkapannya dan tak lupa pihak keluarga korban sedang menunggu permintaan maafnya yang tulus di dalam hatinya pada saat di ruangan persidangan, Aska merasa bersyukur mengenal Rinjani dan membantu keluarganya untuk mendapatkan keadilan dari kasus ini Rinjani tersenyum ramah kepada mereka semua dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk membawa Bimo ke dalam penjara sebelum melakukan persidangan. Ayah Bimo yang tidak terima dengan semua ini segera menghubungi atasan Rinjani untuk segera membebaskan putranya dalam kasus ini dan membersihkan nama baik rumah sakitnya, yang sekarang dalam masa penutupan dari pihak berwajib dan juga jaksa penuntut umum Bimo hanya menatap tajam kearah Rinjani yang tak jauh dari duduknya berada sambil menatapnya kembali Rinjani merasa kalau saja Bimo sedang merencanakan sesuatu maka dari itu dia pun ikut dalam mobil untuk menjaga keselamatan semua orang.
Rinjani menerima panggilan selular dari ponselnya melihat nama pak Ardi sedang menghubunginya dan segera menekan tombol hijau.
"Halo pak." Ucap Rinjani dengan santai.
"Kamu di mana sekarang, kenapa kau bertindak tanpa sepengetahuan saya." Suara pak Ardi terdengar sangat marah.
"Bapak tidak usah ikut campur dengan kasus saya." Ucap Rinjani tak kalah marah.
"Dasar anak tidak tau di untung jangan sampai Bimo, mendapatkan hukuman yang berat kau akan tau akibatnya." Ancam pak Ardi.
"Saya pastikan keponakan bapak ini akan menekam di penjara dengan waktu yang lama." Tegas Rinjani mematikan sambungan teleponnya.
Pak Ardi sedikit terkejut dengan ucapan Rinjani yang mengatakan bahwa Bimo adalah keponakannya dan merasa sangat panik dengan ancaman Rinjani yang akan membawa Bimo ke dalam penjara, Rinjani melirik Bimo yang sedang menatapnya tanpa ekspresi wajah yang tidak bisa di artikan beberapa menit berlalu mereka tiba di depan kantor kejaksaan negeri untuk membawa Bimo ke dalam ruangan interogasi untuk mencari tahu informasi yang lebih lanjut. Pak Ardi yang sudah mengetahui kedatangan mereka segera berjalan keluar ruangan menuju lobi yang sudah di penuhi wartawan sedang meliput berita penting ini, Bimo terus menundukkan kepalanya tidak mampu melihat para wartawan meliputnya dan merasa marah kepada Rinjani yang sengaja mengundang wartawan untuk meliput penangkapannya.
Pak Ardi menghalangi jalan mereka menarik paksa tangan Rinjani menjauh dari para wartawan dan memberitahukan kepada Beni untuk membawa Bimo masuk ke dalam ruang interogasi, Beni berjalan menuju ruang interogasi membawa Bimo dengan paksa melewati para wartawan yang terus meliput mereka Rinjani berusaha tenang dan melepas genggaman atasannya yang mulai keterlaluan dan melepas dengan kasar tangannya.
"Apa-apaan bapak ini." Teriak Rinjani.
"Saya sudah memperingatkan mu sebelumnya, tapi kenapa kau malah membawa Bimo ke sini." Ucap Ardi berusaha tenang.
"Bapak jangan ikut campur dengan kasus ini, kalau bapak ikut campur saya akan membongkar semua kasus yang berusaha bapak tutup demi kepentingan bapak sendiri." Ancam Rinjani di depan pak Ardi.
"A-pa maksud kau." Jawab Ardi terbata-bata.
"Bapak jangan pernah meremehkan keahlian saya, jangan sampai semua rahasia bapak saya bongkar di depan semua orang." Ucap Rinjani dengan santai.
Ardi mulai terbawa emosi dan mengcengkram pergelangan tangan Rinjani menatapnya tajam." Kalau kau berani membeberkan semuanya, kau akan tahu dengan siapa kau berhadapan." Suara Ardi mulai terdengar dingin.
"Bapak jangan lupa untuk tidak ikut campur dalam masalah ini, atau bapak bakal tahu akibatnya." Tegas Rinjani melepas tangannya.
Rinjani tersenyum simpul dan berjalan menuju ruangan interogasi meninggalkan Ardi dengan semua amarah dan juga emosinya yang mulai menguap-uap, tanpa sadar satu pasang mata meliput pembicaraan mereka dari awal dan berusaha mendapatkan informasi penting dalam kasus ini dan merasa puas dengan hasil yang di dapatkannya. Ardi berjalan menuju ruangannya dengan perasaan campur aduk yang menjadi satu dan tidak bisa berpikir jernih untuk menyelamatkan keponakannya dalam kasus ini, Rinjani segera masuk ke dalam ruangan interogasi memperhatikan Bimo dari balik kaca kendap suara melihat Ken sedang mengintrogasi Bimo bersama Brama. Bimo terus menerus meronta-ronta untuk segera di lepaskan karena merasa tidak bersalah dengan kasus ini, Brama yang mulai kesal dengan tingkah Bimo mengebrak meja membuat Bimo terkejut dengan sikap Brama di luar kendalinya.
"Anda boleh diam sampai pengacara anda datang." Ucap Brama dengan datar.
"Saya tidak membutuhkan pengacara karena saya merasa tidak bersalah." Ucap Bimo.
"Kenapa anda merasa anda tidak bersalah sedangkan, bukti yang kami punya sudah mengarah kepada anda." Sahut Ken dengan tenang.
"Apapun pertanyaan anda saya akan menandai bahwa saya tidak bersalah." Tegas Bimo.
"Dasar keras kepala." Lirih Rinjani berjalan keluar ruangan.
Bimo terus mengoceh tidak jelas hingga pengacara yang di minta oleh ayah pelaku datang memasuki ruangan bersama asistennya, Bimo merasa jengah melihat kedatangan pria itu dan kembali diam tanpa suara ataupun menjawab pertanyaan Ken dan Brama. Rinjani mulai merasa curiga dengan kehadiran pengacara yang di kirim ayah Bimo untuk meringankan hukum yang akan di jatuhkan kepadanya nanti di saat persidangan.
"Perkenalkan nama saya Handika pengacara keluarga tuan Bimo." Ucap pria paruh baya.
"Anda sudah tahu kan kasus yang membawa klien anda bisa sampai di sini." Ucap Ken dengan datar.
"Sejauh ini bukti apa yang anda miliki untuk menjerat klien saya dalam kasus ini." Ucap Handika menatap Ken.
"Berdasarkan penyelidikan yang kami peroleh pelaku beberapa kali melakukan kesalahan dalam melakukan tindakan operasi, hingga membuat korban mengalami gagal jantung akibat kelalaiannya dalam menjalankan tugasnya." Terang Ken memperlihatkan berkas yang berada di depannya.
"Hanya ini yang kalian dapatkan ini tidak bisa membawa klien saya dalam kasus ini, apa lagi kalian membawa perkara ini ke meja persidangan." Tegas Handika melempar berkasnya.
"Jaga kesopanan anda tuan Handika klien anda terjerat pasal Dalam KUHP dokter yang melakukan malpraktek medis juga secara tidak langsung dapat dikenai Pasal 359 dan 360 KUHP atas dasar karena kelalaiannya menyebabkan seseorang hingga mengalami kematian maupun keadaan tertentu seperti luka berat serta cacat fisik secara permanen, yang diakibatkan kelalaian dari tindakan medis." Terang Ken menjelaskan pasal yang menjerat Bimo.
Bimo dan Handika terdiam mendengar pasal yang menjeratnya dan itu semua memang benar terjadi Bimo melakukan tindak operasi dan menyebabkan Pasiennya meninggal dunia karena kelalaiannya, Bimo akhirnya mengakui semua perbuatannya dan menjelaskan motif di balik operasi itu karen ingin melawan traumanya beberapa tahun yang lalu merenggut nyawa adiknya yang begitu dia sayangi di tangannya sendiri. Maka itu dia mencoba pasien yang mengalami gagal ginjal untuk melakukan transfusi ginjal namun karena kelalaiannya pasiennya mengalami gagal jantung karena salah memberikan obat, Rinjani tersenyum simpul mendengar penjelasan Bimo dan juga mengakui semua perbuatannya di depan Ken dan juga pengacaranya. Handika tidak bisa berbuat apa-apa karena kliennya mengakui semua perbuatannya dan akan menjalani sidang perdana terkait kasus ini satu Minggu ke depan dan akan masuk ke dalam penjara sementara untuk menunggu hari persidangannya, interogasi mereka sudah selesai Bimo bersama pengacaranya keluar dari dalam ruangan dan bertemu dengan Rinjani di depan pintu sedang tersenyum manis kepada mereka.
"Kau akan menyesal dengan semua ini." Ancam Bimo berjalan mengikuti Ken dan juga pengacaranya.
"Kita lihat saja apa yang akan kau lakukan selanjutnya." Ucap Rinjani berjalan menuju ruangannya.
Semua wartawan telah mendapatkan informasi penting tentang pengakuan anak pemilik rumah sakit mengakui semua perbuatannya dalam kasus ini dan akan menjalani persidangan satu Minggu ke depan, berita ini sudah tersebar seluruh Indonesia menutup sementara rumah sakit ayah Bimo sampai hari Persidangan berlangsung Ardi merasa gagal dalam menyelamatkan ponakannya sendiri dan mengepalkan tangannya mengingat ancaman Rinjani yang di luar kendalinya dan berteriak frustasi di dalam ruangannya yang kendap suara.
Rinjani merebahkan tubuhnya sejenak dari penat rutinitas pekerjaannya yang baru saja selesai Rinjani menatap langit-langit ruangannya mencoba menenangkan pikirannya terlelap dalam tidurnya, Rinjani menatap sosok wanita cantik sedang menunggunya di taman luas bertabur bunga Rinjani mencoba mendekatinya namun wanita itu segera menoleh dan menatap tajam mata Rinjani. Wanita itu tiba-tiba mencekik leher Rinjani dengan erat hingga Rinjani tak bisa bernafas dan mencoba melepaskan genggamannya namun tidak bisa, Rinjani terus berusaha hingga akhirnya wanita itu menyerah dengan keadaannya yang sekarang Rinjani mengatur nafasnya yang mulai teratur dan menghirup udara segar dengan banyak.
"Apa yang kau lakukan." Teriak Rinjani mengatur nafasnya.
"Kenapa kau tidak datang menolong ku." Ucap wanita itu.
"Menolong? apa yang kau maksudkan." Rinjani mulai bingung.
"Kita sudah pernah bertemu dan meminta mu untuk menolong ku dalam rumah itu, tapi kenapa kau malah tidak datang menolong ku hingga aku tewas." Bentak Clara menarik kera baju Rinjani.
"Hentikan apa kau sudah tidak waras, bagaimana cara ku menolong mu saat ini rumah itu saja aku tidak tahu di mana, dan kenapa kau begitu marah denganku bukan aku yang membunuh kalian." Rinjani berusaha tenang.
"Kau benar tidak seharusnya aku melampiaskan kemarahan ku pada mu, tapi tolong selamatkan wanita-wanita yang akan menjadi target utama manusia sialan itu." Ucap Clara menoleh kearah Rinjani.
"Apa yang aku bisa bantu, bahkan rumah dan juga pria itu aku sama sekali tidak mengenalnya."
"Kau bisa menemuinya di depan supermarket waktu itu."
Rinjani kembali mengingat saat dia dan Clara bertemu di sebuah supermarket ketika dia dan Ken berencana ke rumah ibu Santi dan tidak sengaja melihat Clara bersama seorang pria misterius.
"Jadi orang yang kau temui di depan supermarket itu adalah pelakunya." Tebak Rinjani beranjak dari duduknya.
"Benar dia pria yang membuat kami semua seperti ini, dia terus berusaha membuat kami terbuai dalam rayuannya."
"Apa kau yakin dia pelakunya." Tanya Rinjani memastikan.
"Kau bisa bertemu dengannya di depan supermarket dan kau dapat mengikutinya sampai di sebuah rumah mewah di dalam hutan." Clara tiba-tiba menghilang.
Rinjani mencerna ucapan Clara dan segera tersadar dalam tidurnya membuka matanya secara perlahan mengedarkan pandangannya berusaha beranjak dari tempatnya, Rinjani berjalan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah dan juga menggosok giginya mendapati sepucuk surat berisikan informasi pria yang baru saja mereka bicarakan di dalam mimpi. Rinjani berjalan keluar kamar mandi menuju monitor untuk mencari data diri pria itu dan segera melakukan olah TKP di tempat yang berbeda, tiba-tiba deringan ponsel menghentikan kerjaannya dan segera mengambil ponselnya melihat nama Dimas di layar monitornya.
"Halo Dimas apa kau berhasil mendapatkan informasi tentang rumah itu." Ucap Rinjani.
"Menurut informasi yang saya telusuri beberapa waktu yang lalu, rumah itu memang benar adanya di dalam hutan dan pria yang tinggal di sana benar juga kalau dia adalah pria yang selama ini membawa gadis ke dalam sana dan melenyapkan nyawanya."
"Berarti rumah itu adalah lokasi kejadian kematian semua wanita-wanita itu selama ini."
"Benar lady menurut informasi yang saya dapatkan sosok pria misterius itu adalah anak pengusaha batu bara berada di negara xx, karena ke matian orang tuanya membuatnya menjadi gelandangan dan sekarang menjadi salah satu pengusaha sukses di negara xx tapi anehnya beliau pernah mengalami gangguan jiwa hingga masuk ke dalam rumah sakit jiwa setelah berhasil melenyapkan wanita yang menurutnya sebagai rusa betina." Terang Dimas.
"Jadi dia melakukan ini karena terobsesi dengan rusa betina yang selalu datang di alam mimpinya dan membawa para gadis untuk di jadikan pajangan di dalam rumahnya." Ucap Rinjani.
"Kemungkinan seperti itu lady ada lagi yang harus saya cari tahu." Tanya Dimas.
"Tidak terima kasih tolong jaga Rani dan opa baik-baik." Tegas Rinjani mematikan sambungan teleponnya.
Rinjani menatap foto pria itu dengan seksama dan segera menghubungi Ken Beni dan Brama untuk segera menemuinya di dalam ruangannya, setelah menghubungi semuanya Rinjani Kembali mengerjakan berkas yang akan menjadi perkaranya di persidangan Bimo Minggu depan Ken segera keluar ruangan setelah mendapatkan telpon dari Rinjani perihal informasi rumah di tengah hutan itu yang menjadi lokasi kejadian lenyapnya para gadis dan juga artis Indonesia. Mereka segera masuk ke dalam ruangan setelah mendapat persetujuan dari pemilik ruangan Rinjani berjalan duduk di atas sofa membawa beberapa bukti dan berkas yang di dapatkan dari Dimas beberapa waktu yang lalu, mereka mengambil berkas yang di berikan Rinjani dan membacanya dengan teliti dan terkejut dengan informasi data diri pria itu dan merasa aneh dengan gangguan jiwanya yang setiap kali bertemu dengan gadis-gadis merasa dialah ada rusa betina selama ini merasukinya.
"Apa kau yakin dia ini mengalami gangguan jiwa." Ucap Brama meletakkan berkasnya.
"Awalnya gua juga tidak percaya tapi menurut informasi yang gua dapatkan seperti itu." Jawab Rinjani dengan tenang.
"Jadi pria itu mengalami gangguan jiwa setiap kali melihat wanita cantik, menyerupai bentuk rusa dalam mimpinya yang harus dilenyapkan." Sahut Ken memperhatikan data diri pria itu.
"Kemungkinan seperti itu dan kita harus mencoba memberikan umpan yang bisa membuat kita yakin kalau dia mengalami gangguan seperti itu." Saran Rinjani.
"Tapi siapa yang akan menjadi umpan kita." Timpal Beni.
"Gua." Jawabnya singkat.
"Apa." Teriak mereka bersamaan.
"Jangan-jangan apa kau gila hah." Bentak Brama.
"Ini adalah jalan keluar kita dalam kasus ini, aku bisa kok jaga diri jadi nga usah khawatir."
"Tapi Rinjani ini masalah besar nga bisa Lohh anggap remeh." Ucap Ken khawatir dengannya.
"Keputusan sudah bulat, terima tidak terima kalian harus laksanakan paham." Tegas Rinjani.
Mereka hanya bisa mengikuti keinginan Rinjani yang menurut mereka begitu berbahaya dan akan melakukan trik yang sama seperti Clara waktu itu, dan mengikut pria itu masuk ke dalam rumahnya mereka segera berangkat berjalan keluar dari dalam ruangan Rinjani menuju parkiran mobil di mana mobil mereka terparkir. Rinjani masuk ke dalam mobilnya melesat jauh dari sana menuju supermarket waktu itu kini mereka semua melaju dengan kecepatan tinggi menuju Bandung, Rinjani memikirkan strategi untuk bisa menangkap pria itu bagaimana pun caranya mereka menambah laju mobilnya menelusuri jalanan yang mereka lewati Rinjani sengaja berpergian sendiri agar lebih mudah menjebak pria itu dalam perangkapnya. Dua jam lamanya perjalan kini Rinjani bersama timnya berada di lokasi dan benar saya pria itu sedang berdiri di sana mencari mangsa berikutnya, Rinjani memberikan mereka kode untuk segera turun dari dalam mobilnya berpura-pura masuk terlebih dahulu di dalam supermarket dari turun dari dalam mobil Rinjani terus di awasi oleh pria itu dan tersenyum simpul berjalan menuju pintu supermarket.
Ken dan yang lain mulai bergerak memperhatikan setiap gerak gerik pria itu tanpa sepengetahuannya dari arah yang berbeda Rinjani terus mengawasi pria itu yang sekarang berada di depan pintu supermarket dan sengaja untuk membuatnya tertarik padanya, kini pandangan pria itu seperti melihat rusa betina di dalam mimpinya dan memasang wajah datarnya kembali menjauh dari pintu masuk gerak geriknya selalu di pantau oleh Ken dan Brama yang tidak jauh dari lokasi. Setelah membeli semua barang yang di perlukan Rinjani berjalan keluar toko menuju mobilnya dan sengaja menjatuhkan barang-barangnya seperti yang di lakukan Clara waktu itu, tak berselang lama pria itu berjalan menuju kearahnya suasana yang tadinya sunyi seperti berada di dalam ruangan yang sangat gelap namun Rinjani berusaha tenang dan tidak larut dalam suasana yang ada.
"Mari saya bantu nona." Ucap pria itu.
"Terima kasih tuan nga usah repot-repot." Ucap Rinjani tersenyum manis.
"Saya nga merasa repot kok." Pria itu terus menatap Rinjani.
"Cantik sekali dia." Lirih nya beranjak dari duduknya.
"Saya akan mengantar mu kalau anda tidak keberatan."
"Saya rasa itu tidak perlu karena saya juga membawa mobil." Rinjani berjalan menuju mobilnya dan melihat ban mobilnya kempes.
Pria itu tersenyum kemenangan dan berjalan menghampiri Rinjani." Bagaimana apa kau keberatan kalau saya mengantar mu." Ucap pria itu berdiri di belakang Rinjani.
"Baiklah." Rinjani berjalan masuk ke dalam mobil mewahnya.
Pria itu masuk ke dalam mobilnya melesat jauh dari parkiran supermarket dengan kecepatan tinggi Ken menancap gasnya mengikuti mobil mereka yang sudah jauh dari mereka, Rinjani berusaha tenang dan memberikan kode kepada teman-temannya untuk terus waspada dengan pria yang bersamanya. Rinjani mulai curiga dengan jalanan yang belum pernah mereka lewati selama berada di kota Bandung Rinjani terus menatap jalanan yang baru kali ini di lewatinya, pria itu melirik kearah Rinjani yang bersikap biasa-biasa saja dan kembali fokus menatap kearah depan.
"Apa anda yakin tidak salah arah." Rinjani membuka pembicaraan.
"Boleh kah kau ikut denganku sebentar saja aku akan mengajak mu ke rumah ku." Ucap pria itu.
"Baiklah." Jawab Rinjani kembali menatap keluar jendela.
"Apa kau tidak takut dengan pria yang baru saja kau kenal." Pria itu mulai keluar jalur.
"Kenapa harus takut aku yakin kau adalah orang yang sangat baik bukan." Rinjani menatapnya.
Pria itu terdiam sejenak dan kembali fokus menatap jalan di depannya menambah laju mobilnya dengan di atas rata-rata, beberapa jam berlalu kini mereka tiba di sebuah rumah mewah di dalam hutan seperti dugaan Rinjani dan Ken pada saat itu dan melihat bentuk rumah yang seperti di dalam mimpinya. Rinjani memberanikan diri untuk keluar dari dalam mobil melangkah masuk ke dalam rumah mewah yang terlihat sangat sepi, banyak bunga-bunga bertebaran di halaman rumahnya menambah suasana mengcengkram Rinjani berusaha tenang dan kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah mata Rinjani di buat takjub dengan isi di dalam rumah mewah itu yang di penuhi dengan lukisan terkenal di dunia dan juga keramik yang begitu antik dan susah di temukan di mana-mana.
"Silahkan duduk."
"Terima kasih, apa kau tinggal sendiri."
"Aku tinggal bersama adik ku, tapi dia lagi keluar."
"Kenapa kau tinggal di dalam hutan, bukan kah di kota jauh lebih menyenangkan."
"Saudara perempuan saya adalah pelukis dan membutuhkan suasana yang tenang seperti di dalam hutan ini."
Rinjani mulai mengingat kata-kata Clara yang sama persis di ucapkan padanya hari ini pria itu beranjak dari duduknya berjalan masuk ke dalam dapur untuk mengambilkan sesuatu untuknya, Rinjani segera mengirim kan pesan singkat kepada Ken untuk masuk ke halaman belakang tempat halaman bawah tanah di mana para korban di eksekusi. Setelah selesai Rinjani kembali melihat-lihat ruangan sampai di sebuah kamar yang tertutup rapat dan terkunci membuatnya penasaran dengan kamar itu, Rinjani berusaha membukanya namun sangat sulit hingga pria itu mendapatinya berada di sana Rinjani berusaha terlihat tenang dan berjalan menghampirinya.
"Maaf atas kelancangan ku masuk ke dalam kamar mandi yang tertutup." Elak Rinjani.
"Tidak masalah tapi itu bukan kamar mandi."
"Lalu kamar apa itu." Tanya Rinjani penasaran.
Deru mobil mewah memasuki halaman rumah membuat Rinjani sedikit terkejut melihat sosok wanita cantik masuk ke dalam rumah, Rinjani terus menatapnya hingga berhadapan dengannya dan juga pria itu.
"Siapa dia kak." Ucap wanita itu.
"Dia tamu istimewa kak." Ucapnya.
"Istimewa beberapa hari yang lalu kau juga membawa wanita istimewa tapi hilang entah ke mana."
"Mereka pulang setelah kamu masuk ke dalam kamar." Elak pria itu.
Rinjani hanya menyaksikan mereka hingga selesai berdebat deringan ponsel menghentikan perdebatan dua saudara itu, Rinjani segera merogoh kocek saku celananya mengambil ponselnya melihat nama Ken berada di layar utamanya membuatnya sedikit tercengang. Mereka tersenyum dan mengerti bahwa Rinjani butuh waktu untuk berbicara dengan orang yang menghubunginya Rinjani berjalan keluar halaman menekan tombol hijau dan sedikit menjauh dari mereka.
"Bagaimana Ken ada yang bisa kau dapatkan."
"Halaman bawah tanahnya terlihat rapih dan tidak menemukan apa-apa di sini."
"Apa kau sudah mencarinya coba lagi kau mencarinya pasti kau akan menemukannya."
"Rinjani kami sudah berulangkali mencari tapi tidak menemukan apa-apa di sini."
"Apa kau yakin."
"Iya gua sama Beni segera keluar sekarang kau pergi dari sana sebelum mereka curiga dengan mu."
"Baiklah." Rinjani mematikan ponselnya.
Rinjani berjalan masuk namun terhenti ketika bertemu dengan sosok pria yang sama dengan pria itu dan merasa aneh dengan tatapannya, Rinjani berusaha tenang dengan situasi ini dan tidak menemukan wanita yang berada di ruang tengah bersama dirinya.
"Ada apa." Tanya Rinjani mulai panik.
"Tidak ada apa-apa." Pria itu semakin mendekatinya.
"Jangan coba-coba mendekati ku." Teriak Rinjani.
"Kau ini kenapa aku hanya ingin mengantar mu pulang." Pria itu membukakan pintu untuknya.
Rinjani berjalan masuk ke dalam mobil pria itu mengitari mobilnya berjalan masuk segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Rinjani merasa heran dengan sikap pria itu yang seakan-akan membuatnya menjadi tamu istimewa dan di antar pulang kembali dan tidak mengalami apa pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments