Part 5

Pagi cerah menyinari kehidupan kamar wanita cantik yang tengah tidur dengan penat melanda sinar mentari memasuki sela-sela jendela menembus kornea matanya hingga terjaga dari tidurnya, Rinjani membuka matanya secara perlahan yang sangat sulit untuk di buka karena hari yang semakin terang Rinjani terpaksa bangun dan mengucek-kucek matanya melirik kamar yang asing baginya Rinjani teringat jika dia sekarang berada di rumah Laras sejak kemarin. Rinjani berjalan keluar kamar menuju kamar sebelah di mana ibu Santi tertidur dia pun membuka secara perlahan dan tidak menemukan keberadaan ibu Santi Rinjani menuju halaman depan namun sama terdengar suara dari balik dapur Rinjani berjalan menemukan sosok wanita paruh baya tengah memasak di dalam dapur.

Rinjani bernafas lega sebab ibu Santi masih saja berada di dalam rumah Rinjani berjalan menghampirinya dan duduk di mana kursi biasa Laras duduk ibu Santi berbalik badan melihat Rinjani duduk manis sambil memandanginya sedang masak sarapan mereka dan tersenyum ramah.

"Kau sudah bangun rupanya bagaimana enak tidur di kamar Laras kan." Membuka suaranya dan kembali fokus memasak.

"Enak seperti kamar Rinjani sendiri Bu oh iya ibu masak apa biar aku tolong." Bangkit dan berjalan menuju kompor.

"Kamu duduk saja biar ibu yang masak kamu pasti masih lelah." Ibu Laras menarik tangan Rinjani agar duduk kembali.

"Nga papa kok Bu lagian Rinjani biasa masak sama mama jadi tahu sedikit soal masak." Tersenyum dan mengambil sayuran yang telah di potong-potong.

Mereka pun masak bersama di iringi tawa dan candaan Rinjani memenuhi ruangan dapur membuat ibu Santi tertawa dan juga sedikit bahagia sekiranya bisa melupakan kesedihannya tentang anaknya usai masak Rinjani berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari bau masakan yang memenuhi tubuhnya, Rinjani masuk ke dalam kamar mandi meski tidak seperti kamar mandi miliknya namun kamar mandi di sini terlihat sangat bersih dan semua alat mandi tertata rapi Rinjani mengingat jika Laras adalah tipe wanita pembersih dan juga ingin semuanya nampak rapi dua puluh menit berlalu Rinjani keluar kamar mandi mengenakan baju Laras yang pas di badannya membuat ibu Santi takjub akan penampilan Rinjani yang sangat mirip dengan anaknya air mata itu lolos dari peliput matanya namun segera menyekanya melihat Rinjani duduk manis di hadapannya. Mereka menikmati masakan mereka sendiri Rinjani menyantap makanan sederhana namun cocok di dalam lidahnya meski Rinjani cucu orang kaya Indonesia namun Rinjani tidak memilih makanan untuk di makan selagi itu bersih dan halal Rinjani akan memakannya usai sarapannya habis tak tersisa Rinjani memandangi wajah ibu Santi hatinya sangat ingin mengetahui keseharian Laras agar mempermudah dirinya mengungkap pelaku sebenarnya.

"Ibu Rinjani boleh nanya nga." Tanya Rinjani dengan ragu.

"Nanya apa nak tentu saja boleh." Berdiri dari tempatnya menaruh piring kotor mereka.

"Tapi ibu jangan sedih kalau Rinjani menanyakan soal Laras ya." Rinjani memandangi wajah yang tadinya bahagia kini kembali murung.

"Apa yang ingin kau tanyakan." Tiba-tiba nada suaranya terdengar sangat dingin tak seperti biasanya.

"Maaf kalau saja Rinjani lancang membicarakan ini tapi aku sangat ingin tahu bagaimana bisa Laras pergi meninggalkan kita." Ucap Rinjani menundukkan kepalanya tak sanggup menahan air matanya.

Ibu Santi kembali tersenyum dan duduk di samping Rinjani memeluknya erat meski dirinya baru mengenal Rinjani namun hatinya selalu berkata jika dia sudah mengenalnya sejak lama." Apa pun yang akan kamu tanyakan tentang Laras ibu akan menjawabnya dengan jujur." Mengangkat wajah Rinjani dan tersenyum ramah.

Rinjani tersenyum manis kearahnya dan menggenggam tangan keriput ibu Santi dan memandangi wajah teduh itu." Rinjani hanya ingin menanyakan keseharian Laras selama di Jakarta hingga dia memilih pergi dan bunuh diri Bu." Ucap Rinjani kembali ragu melihat raut wajah kesedihan di balik wajah tegas wanita paruh baya di hadapannya.

"Laras adalah anak yang sangat baik terhadap orang lain setelah lulus sekolah Laras mendapatkan beasiswa dari sekolah untuk melanjutkan pendidikannya dan memilih jurusan dengan cita-citanya Laras lulus dengan nilai terbaik sehingga dapat gelar sarjana SH namun sebelum dia mendapatkan gelarnya Laras di temukan tak bernyawa di sebuah ruangan di belakang kampusnya dan mengubur dalam-dalam cita-citanya menjadi pengacara, selama Laras kuliah hingga hampir lulus dari kampusnya Laras selalu murung dan tidak banyak bicara membuat ibu selalu bertanya namun Laras hanya bilang dia baik-baik saja hingga pergi meninggalkan ibu dengan sejuta pertanyaan di benak ibu setahu ibu Laras adalah anak yang baik tapi kenapa ada orang yang tega melenyapkan dirinya di saat gelar yang di tunggu-tunggu dan sirna begitu saja." Ucapnya panjang lebar dan menangis sejadi-jadinya.

Air mata Rinjani mulai menetes dan terharu mendengar cerita ibu Santi tentang jati diri Laras sebenarnya Rinjani memeluk erat tubuh wanita paruh baya itu yang begitu sedih mengingat putri satu-satunya pergi meninggalkannya di hari bahagianya, Rinjani memapah ibu Santi masuk ke dalam kamar dan merebahkannya dengan hati-hati dan memasang kembali selang infus yang terlepas dan kembali memeriksa kondisinya dan memberikan vitamin kedalam infusnya agar terserap dengan mudah usai memeriksa kondisi ibu Santi Rinjani pamit untuk ke kampusnya dan akan kembali setelah usai kuliahnya setelah berpamitan dan memesan taksi online Rinjani pergi dan menitipkan pesan kepada tetangganya agar menjaga ibu Santi jika dirinya tidak ada.

Di kediaman keluarga besar Arya Rani tengah sarapan bersama kakeknya mereka menyantap makanannya dengan tenang dan fokus dengan pencarian Rinjani yang sejak ini belum juga ada kabar Rani menghabiskan sarapannya dan pamit dengan segera kepada kakeknya dan berjalan menuju halaman rumah dan masuk ke dalam mobilnya melesat pergi meninggalkan rumahnya menuju kampus, sepanjang perjalanan menuju kampus Rani hanya diam saja memikirkan keberadaan Rinjani saat ini yang belum juga pulang ke rumah Rinjani yang baru saja turun dari dalam taksi online tak sengaja bertemu dengan Angga dan thisa yang baru saja keluar dari dalam mobil mereka tapi Rinjani hanya melewati mereka seperti tidak menganggap keberadaan Sahabatnya dan melewati semua seniornya yang biasa mengganggunya.

Angga dan thisa di buat heran dengan sikap Rinjani yang seolah-olah menjauhinya mereka tahu jika Rinjani masih marah padanya dan wajar saja jika bersikap seperti itu, mobil Rani yang baru saja masuk area kampus menjadi pusat perhatian semua orang sebab memakai mobil keluaran terbaru dan satu-satunya di Indonesia membuat Angga dan thisa terkejut dengan mobil yang baru saja melewatinya. Rani keluar dari dalam mobil dengan penampilan seperti biasanya yang mampu membuat siapa saja terpana dengan penampilannya Rani segera menghampiri teman-temannya yang masih saja bengong memperhatikannya.

"Woii jangan melamun gitu kesambet nanti." Teriak Rani membuat Angga dan thisa tersentak dari tempatnya.

"Ya ampun Rani bisa nga Lo kalau muncul ucap salam gitu jangan kek hantu gitu kaget tau." Kesal thisa mencubit lengah Rani hingga meringis kesakitan.

"Aduhh sakit thisa apa-apaan sihh biar kek gitu aja kaget lagian ngapain bengong di sini emang luhh mau kesambet pagi-pagi." Ucap Rani menakuti thisa dan melirik Angga yang masih diam saja.

"Heii kau kenapa diam saja kek patung Pancoran ada apa hah." Ucap Rani menyentil dahi Angga.

"Duhh Rani sakit tau gua nga papa kok lagi mikirin Anjani aja tadi nga sengaja kita itu bertemu sama dia tapi kayanya dia lagi marah dehh sama kita." Sahut Angga mengusap-usap dahinya yang masih terasa sakit.

Rani terkejut dan segera berjalan meninggalkan Angga dan thisa dengan terburu-buru melewati Fani dan juga teman-temannya Angga menyusul langkah Rani yang telah jauh di depan, Rani semakin cepat melangkah ke depan dan masuk ke dalam kelas Rinjani dan melihat Rinjani yang tengah asik dengan tugasnya dan headset di telinganya mendengarkan lantunan musik kesukaannya Rani mendekati Rinjani dan berdiri tepat di hadapannya dan melepaskan headset yang berada di telinga Rinjani dan menatap tajam kearahnya Anjani hanya diam saja melihat keberadaan adiknya dan kembali fokus dengan tugas di depannya.

"Kemana saja kau kenapa kemarin Lo nga pulang kau pergi ke mana Anjani." Ucap Rani berusaha tenang.

"Bukan urusan Lo gua mau ke mana lagian gua baik-baik saja nga usah khawatir gitu." Ucapnya dengan santai tanpa memandang Rani.

"Apa Lo nga tau kalau opa khawatir banget sama keadaan kau tapi Lo sesantai ini jujur sama gua semalam kau kemana." Rani mulai mengebrak mejanya dan membuat Rinjani kesal.

"Apa kau bisa tidak ikut campur dengan kehidupan gua mau gua kemana itu bukan urusan kau jadi lebih baik kau urus sendiri urusan kau, kalau soal opa gua akan menjelaskan semuanya sekarang kau pergi dari sini." Ucapnya dengan dingin dan menunjuk arah pintu.

"Ada apa dengan mu Rinjani kenapa sekarang kau sangat berubah ke mana Rinjani yang dulu." Mulai terdengar suara tangisan dari bibir Rani.

"Kau mau tau ke mana Rinjani yang dulu dia sudah mati dan inilah gua sekarang berandalan seperti perkataan orang-orang bukan dan kau sebaiknya menjauhi ku agar kau tidak ikut menjadi berandalan." Bentak Rinjani kembali duduk di kursinya.

Rani keluar dengan keadaan yang sangat sedih mendengar ucapan Rinjani yang baru saja di dengarnya bahkan Angga dan thisa tidak mengerti dengan suasana hati sahabatnya Fani dan yang lainnya merasa senang dengan perilaku Rinjani kepada adiknya yang semakin dingin, thisa masuk ke dalam kelasnya duduk sedikit menjauh dari Rinjani agar tidak mendapat gertakan dari Sahabatnya Rani kembali ke dalam kelasnya sambil menangis tersedu-sedu hingga membuat semua teman kelasnya merasa sedih mereka tahu jika masalah dengan Rinjani yang semakin rumit Fani mendekati Rani dan duduk tepat di sebelahnya dan mulai menenangkannya Rani sempat di buat heran dengan perlakuan manis Fani dan teman-temannya tanpa terkecuali wanita masa lalu mereka namun Rani hanya diam saja tanpa memperdulikan mereka.

"Rinjani itu memang nga punya hati masa adik sendiri di bentak di depan semua orang." Ucap Fani mulai memanasi suasana.

"Nga usah kau ikut campur dengan urusan gua dengan kak gua lebih baik kau pergi dari sini." Ucap Rani dengan dingin.

"Sudahlah Rani kau tau sendiri kalau Rinjani sejak dulu seperti itu berandalan dan juga selalu lari dari masalah." Timpal wanita itu membuat Rani dan Angga geram.

"Tutup mulut kotor mu itu kau nga usah so baik dengan ku jika bukan karena Rinjani kau sudah tidak ada di dunia ini." Rani dengan tatapan sinis.

"Apa kalian lupa dengan masa lalu kita dan kau juga nga usah so berkuasa seperti itu." Terang wanita itu membuat Rani dan Angga diam saja.

"Apa kalian sebelumnya saling mengenal kenapa tiap kalian bertemu selalu saja mengucapkan masa lalu." Ucap Fani penasaran.

"Jadi kau belum tau kalau kami ini saling mengenal." Ucapnya sedikit meninggikan suaranya.

"Diam kau gua nga pernah Sudi berkenalan dengan wanita seperti mu jadi sebaiknya kau pergi dari sini." Teriak Rani agar rahasianya tak terbongkar.

Akhirnya mereka keluar dan wanita itu kembali membungkam mulutnya dia sangat tahu jika rahasia Rani terbongkar otomatis namanya akan jelek dan memilih untuk pergi Fani hanya kesal dengan Rani yang selalu saja membuatnya merasa malu di hadapan teman-temannya, Rani lega karena mereka pergi dan kembali duduk di kursinya menarik nafas panjang-panjang dan membuangnya secara perlahan Angga menenangkan Rani dan mengusap-usap bahu Rani agar lebih tenang.

"Sebaiknya kalau kau bertemu dengan wanita itu nga usah banyak bicara jangan sampai dia benar-benar membuka rahasia kita." Bisik Angga ketelinganya.

"Kalau dia berani membuka rahasia kita dia juga akan mendapat imbasnya nama ayahnya akan jelek di mata semua orang makanya dia tidak berani membongkar rahasia kita." Suara Rani sedikit pelan agar tak terdengar teman kelasnya.

Tak berselang lama mereka berbincang dosen mereka masuk dan memulai pelajaran Rani dan Angga belajar dengan nyaman dan tenang dosen sembari menjelaskan tentang pembangunan yang akan mereka pelajari di lapangan langsung, lima belas menit berlalu kelas Rani dan Angga akhirnya selesai dan mendapat tugas agar berkunjung ke bangunan yang akan mereka pelajari secara langsung sembari melihat lokasinya dan di jadikan sebuah tugas Rani dan Angga keluar kelas setelah dosen pamit undur diri berjalan menuju kantin dan bertemu dengan thisa seorang diri duduk di sebuah bangku pojok ruangan sambil menyantap makan siangnya dengan lahap Angga dan Rani berjalan menghampirinya.

"Sendirian aja luhh." Tanya Angga di sela-sela thisa sedang makan.

"Kau nga bisa liat gua sendiri nihh kayanya mata kau itu bermasalah dehh." Ucap thisa berdecak kesal dengan pria tampan di depannya.

"Rinjani mana kok nga bareng sih." Mencari-cari kaknya melirik kiri dan kanan.

"Nga tau tadi pas gua udah mau keluar kelas dia pergi lebih dulu entah kemana." Jawab thisa kembali menyantap makanannya.

Rani berbalik badan berjalan menuju area parkiran mencari tahu Rinjani sedang di mana namun tidak menemukan keberadaannya, Rani berjalan menuju kelasnya dan tidak menemukannya juga Rani mulai menanyakan kepada semua penghuni kampus namun tak ada yang melihatnya Angga dan thisa yang baru saja selesai makan siang mendapati Rani tengah duduk sendiri di bangku taman depan kelas Rinjani sambil termenung.

"Sekarang kerjaan kau itu melamun ya." Ejek thisa duduk di samping Rani.

"Apaan sih gua lagi mikirin Rinjani yang nga tahu kemana." Ucap Rani menatap kosong ke depan.

"Mungkin saja dia ke taman belakang seperti biasanya." Timpal Angga yang berdiri di depan mereka.

Rani langsung bangkit dan menggeser sedikit tubuh Angga dan berlari menuju taman Angga dan thisa menyusul langkah Rani yang telah jauh di depan mereka, Ken dan Brama yang baru saja keluar kelasnya melihat thisa dan Angga berjalan terburu-buru mereka yang belum tahu jika Rinjani telah masuk kampus membuatnya penasaran dan mengikuti mereka dengan berjalan seperti biasanya sesampainya di taman belakang kampus Rani melihat Rinjani tengah berbincang dengan seseorang namun dia tidak menemukan keberadaan orang tersebut. Angga dan yang lainnya pun dibuat bingung dengan Rinjani yang seolah-olah berbicara dengan seseorang mereka saling bertukar pandangan namun tak ada yang berani menjawabnya akhirnya mereka mendekati Rinjani tanpa sepengetahuannya dan berdiri di belakang wanita cantik itu sedang tertawa lepas seorang diri mereka mulai panik dengan kondisi fisik Rinjani yang selama ini memang aneh dengan tingkah dan juga sikapnya yang selalu berubah-ubah.

Rani duduk sejajar dengan Rinjani dan menepuk pundaknya hingga membuat empunya berbalik badan dan mendapati semua teman-temannya tengah dengan keadaan yang membingungkan, Rinjani hanya berdecak kesal dengan semua tatapan temanya dan kembali fokus dengan tugas yang di berikan oleh dosennya.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini." Tanya Ken duduk di depannya.

"Bukan urusan kau lagian kalian ngapain ke sini ganggu aja." Ucap Rinjani dengan kesal.

"Apa kau tidak suka dengan keberadaan kami." Ucap Brama duduk di samping Rinjani.

"Apa kalian kurang kerjaan sehingga selalu mengganggu ku." Sedikit menggeser posisi duduknya agar menjauh dari Brama.

"Hari ini kau pulang ke rumah kan." Tanya Rani.

"Iya bawel banget sih kalian bisa pergi sekarang nga."

"Biar kita temanin kau di sini emang kau nga takut apa sendirian di sini." Ucap thisa.

"Nga lagian gua nga sendirian juga." Rinjani mulai menakuti thisa yang sangat penakut.

"Apa kau tidak waras berbicara sendiri sebaiknya kita periksa ke rumah sakit jiwa." Menarik tangan Rinjani agar berdiri.

"Thisa gua baik-baik saja yang nga waras itu kalian semua yang terlalu sibuk ngurusin gua awas minggir gua mau balik." Bangkit dari duduknya meninggalkan mereka semua yang masih betah di sana.

Mereka segera pergi dari sana karena suasana semakin menyeramkan jika berlama-lama di sini Rani mengikuti langkah Rinjani begitu pun dengan yang lain, setelah memesan taksi online Rinjani masuk ke dalam mobil dan berlalu meninggalkan area kampusnya menuju rumahnya sepanjang perjalanan Rinjani tak henti-hentinya menghubungi tetangga Laras mengecek kondisi ibu Laras Rinjani mulai lega jika ibu Laras baik-baik saja dan mulai beraktivitas seperti biasanya setelah membayar taksi onlinenya Rinjani turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam kamarnya tak berselang lama Kepergian mobil Rinjani Rani pun sampai dan segera masuk ke dalam kamar Rinjani namun niatnya tersumbat mengingat kejadian baru saja Rani hanya mengintip Rinjani dari balik pintu yang tidak tertutup rapat membuat Rani leluasa melihat gerak-gerik Rinjani di dalam kamar.

Rinjani membuka tasnya dan mengeluarkan semua benda yang telah di dapatkan dalam mimpinya menyatukan dengan benda yang telah di dapatkan terlebih dahulu, Rani di buat bingung dengan benda-benda yang di keluarkan Rinjani dalam tasnya Rinjani beranjak masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya setelah Rinjani masuk dan terdengar suara air dari dalam kamar mandi Rani masuk ke dalam secara perlahan-lahan dan melihat semua barang-barang yang di bawa Rinjani. Rani mulai membaca semua isi diary yang telah di baca lebih dulu oleh Rinjani dan membuka semua isi kotak yang berada di atas kasur Rinjani namun Rani bingung dengan semua itu hingga tak sadar jika sedari tadi Rani di perhatikan oleh Rinjani yang telah selesai dengan ritual mandinya Rinjani mendekati Rani yang tengah sibuk dengan semua barang-barang yang di bawa dalam mimpinya.

"Apa sekarang kau ini menjadi penguntit." Ucap Rinjani tiba-tiba membuat Rani terkejut.

Rani melepaskan semua benda yang baru saja di pengangnya dan menoleh kearah Rinjani yang sudah berdiri di hadapannya." Sejak kapan kau di situ." Ucap Rani dengan gugup.

"Sejak kau asik melihat-lihat barang-barang gua apa kau itu nga punya kerjaan sampai-sampai kau mengurusi semua barang-barang ku sekarang kau keluar dari sini." Rinjani menarik tangan Rani dan membawanya keluar kamar dan menutup kamarnya dengan keras.

"Benda itu punya siapa Rinjani kenapa berada pada mu hah." Teriak Rani mengendor-gedor pintu Rinjani.

Teriakkan Rani memenuhi luar kamar Rinjani sehingga membuat semua orang berkumpul di depan kamar Rinjani, tuan Arya yang baru saja pulang dari kantor merasa heran dengan semua pelayan mereka yang tengah memperhatikan Rani yang berteriak-teriak seperti orang gila di depan kamar Rinjani karena penasaran tuan Arya berjalan menuju kamar Rinjani dan membubarkan semua pelayan rumahnya untuk kembali bekerja dan memperhatikan Rani yang masih saja mengetuk pintu Rinjani namun orang yang berada di dalam tak kunjung keluar.

"Sedang apa kau di sini Rani." Ucap Arya berdiri di belakang cucunya.

Rani menoleh dan menemukan kakeknya dengan tatapan tak biasa." Opa ini Rani tengah mengetuk-ngetuk kamar Anjani tapi dia tak kunjung keluar opa." Rani menarik-narik tangan kakeknya.

"Apa Rinjani sudah pulang." Tanya tuan Arya dan Rani hanya mengganggukkan kepalanya.

Tuan Arya mengambil alih pekerjaan Rani dan mengetuk-ngetuk beberapa kali pintu Rinjani hingga akhirnya membuat wanita yang berada di dalam membukanya dengan terpaksa dan memasang wajah kesalnya karena telah di ganggu oleh adiknya, namun matanya terbelalak menemukan kakeknya berada di depan kamarnya dengan wajah yang marah seketika Rinjani gemetaran di buatnya.

"Opa." Lirih Rinjani dengan gugup.

"Jadi kamu sudah pulang tapi tidak memberitahukan opa." Ucap Arya dengan marah.

"Maafkan Rinjani opa tadi sebenarnya mau menghubungi opa tapi opa udah ada di sini jadi nga jadi dehh." Rinjani berusaha tenang dan cegegesan.

"Semalam kau berada di mana kenapa kau tidak pulang." Tanya kakeknya menyelidiki.

"Rinjani nginap di rumah teman opa sampai lupa kalau ponsel Rinjani itu mati jadi susah menghubungi opa." Kilah Rinjani memasang wajah baby eysnya.

"Apa Laras setahu gua kau tidak punya teman bernama Laras." Rani memikir-mikir barang-barang yang baru saja di lihatnya.

"Bukan sibuk aja luhh opa dengerin Rinjani ya semuanya baik-baik aja Rinjani udah bisa kok obatin diri sendiri jadi opa nga usah khawatir ya." Menggenggam tangannya dan tersenyum manis.

"Ya sudah kalian masuk ke dalam kamar untuk istirahat dan kau kalau ke mana-mana kabarin opa ya." Ucapnya berjalan pergi.

"Baik opa." Ucapnya serempak.

Rani dan Rinjani saling bertatapan dan saling membuang pandangan dan berjalan masuk ke dalam kamar mereka Rani terus kepikiran dengan barang-barang misterius milik kaknya itu sembari masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Di kamar Rinjani tengah membereskan sedikit bajunya untuk di gunakan di rumah Laras dan memasukkan sedikit demi sedikit barangnya ke dalam koper dan menaruhnya di samping tempat tidurnya dan kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur miliknya dan mulai tertidur lelap dalam mimpinya.

Di rumah mewah dengan interior Itali Eropa pria tampan tengah mencari tahu soal seseorang yang beberapa hari ini membuatnya geram dan merasa kesal dengan sikapnya yang selalu saja berubah-ubah seperti bunglon, Ken tengah menghubungi teman seangkatannya di kepolisian intelejen CIA untuk mencari tahu tentang Rinjani dan memantau segala kegiatannya setelah berbincang dengan teman lamanya Ken merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya lalu terlelap dalam tidurnya.

Pagi hari Rinjani telah siap-siap dengan semua barang-barang yang akan di bawa setelah mandi dan berpakaian Rinjani keluar kamar menuju meja makan sambil membawa koper miliknya Rani dan kakeknya menatap bingung dengan koper Rinjani, Rani hanya menatap koper yang di bawa kaknya sambil menyantap makanannya Rinjani duduk di samping kakeknya dan mulai mengambil sarapan yang telah di sajikan oleh pelayan mereka dan mulai menyantap makanannya tuan Arya masih bingung dengan koper yang di bawa cucunya setelah sarapan Rinjani memanggil supir kakeknya untuk memasuki kopernya ke dalam mobilnya dengan segera supir pribadi tuan Arya membawa koper nona mudanya masuk ke dalam mobil Rinjani pamit kepada kakeknya dan Rani berjalan menuju halaman rumah sebelum sampai depan pintu tuan Arya mencegahnya keluar pintu.

"Rinjani mau kemana kamu dengan membawa koper." Tanya Arya yang masih saja bingung.

"Opa Rinjani cuman mau liburan di rumah teman itu aja kok." Ucap Rinjani.

"Kau bohong kan mana mungkin lagian setahu gua luhh nga pernah pergi kemana-mana." Sahut Rani berdiri di samping Rinjani.

"Sibuk aja luhh urusin aja urusan Lo sendiri." Ketus Rinjani kembali memandangi wajah kakeknya.

"Ya sudah kau sering-sering untuk pulang dan juga ngabarin opa ya." Arya mengecup pucuk rambut cucunya.

"Siap laksanakan." Hormat Rinjani di iringi tawa.

Rinjani masuk ke dalam mobil setelah mendapatkan ijin dari kakeknya untuk menginap di rumah Laras beberapa hari sambil mengumpulkan semua bukti yang harus dilakukannya, Rani hanya menatap kepergian mobil Rinjani yang entah kemana Rani pun pamit kepada kakeknya dan masuk ke dalam mobilnya melesat pergi jauh dari halaman rumahnya melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata sambil menikmati jalanan yang sepi dari kendaraan. Rinjani terlebih dahulu ke kampusnya untuk mengumpulkan tugas yang telah di kasihkan oleh dosen mencari kasus yang telah lama di tutup Rinjani mengangkat kasus Laras yang meninggal tiba-tiba di hari perayaan gelar sarjananya walaupun ragu Rinjani tetap ingin menjadikan kasus Laras menjadi tugasnya setelah sampai di area parkiran Rinjani keluar dari dalam mobil membawa tugas yang akan di kumpulkan ke dosennya. Rinjani berjalan menuju kantor dosen seperti biasa senior menyebalkan yang selalu mengganggu mahasiswa baru Rinjani hanya diam dan melewati mereka terus berjalan tanpa menghiraukan semua cibiran dan teriakan yang tertuju padanya.

Rinjani berjalan menuju kantor dosen tanpa sengaja bertemu dengan pria di dalam mimpinya Rinjani menatap tajam kearahnya dan berpikir-pikir tentang pria itu dalam mimpinya terlintas di pikiran Rinjani membulatkan matanya terdiam sejenak membuat pria itu bingung dengan tatapan Rinjani. Pria itu menepuk pundak Rinjani hingga membuatnya tersadar dari lamunannya dan membuang tatapannya ke segala arah dan berusaha tenang dengan semua pikirannya yang akan membuat penyakitnya kembali menyerang.

"Apa kau baik-baik saja." Tanya pria itu.

"Ahh iya saya baik-baik saja maafkan saya tidak melihat bapak." Menundukkan kepalanya dan terlihat gugup.

"Tidak masalah apa kau sakit kenapa kau seperti gugup bertemu denganku." Pria itu bingung dengan wajah Rinjani yang terlihat pucat.

"Saya baik-baik saja pak kalau begitu saya permisi dulu." Rinjani berbalik badan dan berjalan kembali menuju kantor dosennya.

Rinjani terus menenangkan pikirannya agar Laras tidak berbuat apa-apa sepanjang perjalanan Rinjani terlihat pucat dan sedikit gemetar setelah berjumpa dengan pria di dalam mimpinya dia terus memikirkan hal itu hingga di depan kantor dosennya, Rinjani menarik nafasnya dan membuangnya dia melakukan berkali-kali agar pikiran dan juga hatinya tenang dan berjalan masuk ke dalam ruangan dosennya Rinjani mengetuk pintunya dan mendapat sahutan dari dalam Rinjani membuka dengan pelan dan segera masuk ke dalam dan duduk berhadapan dengan dosennya. Rinjani memberikan tugas yang telah selesai wanita killer yang terkenal di kampusnya ini mengambil tugas Rinjani dan membukanya secar perlahan membacanya sedetail mungkin membuatnya sedikit tercengang dengan fakta dan juga ringkasan cerita yang nampak nyata dari tulisan Rinjani, Karin berusaha menangkap maksud dari tugas mahasiswinya namun tak menemukan apa-apa dia pun memandangi Rinjani dari atas hingga bawah dan hanya tersenyum simpul melihat penampilan Rinjani yang tidak seperti biasanya.

"Apa kau yakin dengan kasus ini." Ucap Karin mengembalikan tugas Rinjani.

"Saya yakin apa ibu meragukan kemampuan saya." Jawab Rinjani dengan tenang.

"Bukan seperti itu kau tau sendiri kasus itu berada di kampus terkenal di kota Jakarta bagaimana bisa kau akan menemukan siapa pelakunya dan setahu saya itu kasus lama yang telah di tutup rapat dengan seseorang." Karin berusaha mencari tahu maksud mahasiswinya.

"Saya sangat tahu betul karena kasus ini menarik perhatian saya untuk saya buka kembali dan ibu tenang saja semuanya telah saya siapkan jauh-jauh hari." Rinjani tahu jika Karin meremehkan dirinya.

"Baiklah kembali lah nanti dan berikan semua yang telah kau dapatkan kepada saya agar tugas kau ini di anggap mampu untuk melanjutkan tugas berikutnya." Ucap Karin mengembalikan berkas Rinjani.

"Ibu tenang saja kalau begitu saya permisi dulu." Rinjani berjalan keluar ruangan dosen Karin dan berjalan menuju kelasnya.

Rani yang baru saja tiba di area kampus melihat keberadaan mobil Rinjani yang di pakainya hari ini Rani dengan segera memparkirkan mobilnya di samping mobil kaknya dan keluar dari dalam mobil berjalan meninggalkan area parkiran, lagi-lagi seniornya mengganggunya hingga membuatnya geram dengan cibiran yang tidak jelas dari seniornya Rani berjalan melewati mereka tidak memperdulikan mereka dan menuju kelas kaknya Rinjani baru saja duduk dan menitipkan tugasnya untuk dosen berikutnya karena tidak akan masuk sebab ada urusan yang harus di urus. Rani berjalan masuk setelah melihat keberadaan kaknya dan berjalan menuju arahnya Ken dan Brama yang baru saja melihat Rani masuk ke dalam kelas Rinjani pun ikut masuk dan memperhatikan dua wanita cantik itu Rinjani memutar bola matanya malas jengah melihat kehadiran adiknya yang selalu saja curiga dengannya.

"Mau apa lagi sih luhh nga bosen-bosanya ikut Mulu sama urusan gua." Hardik Rinjani yang mulai kesal dengan sikap adiknya.

"Kalau kau belum bisa jujur gua akan terus ikutin luhh kemana pun kau pergi." Ancam Rani dengan nada serius.

$Jujur apaan sihh kan gua udah bilang mau nginap di rumah temen kenapa sih luhh nga percayaan banget sama gua." Ketus Rinjani berlalu begitu saja.

Ken menghalangi jalan Rinjani yang hendak pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan adiknya." Kau bisa nga tidak lari dari pertanyaan Rani." Ucap Ken berdiri di depannya.

"Dan kau bisa nga tidak ikut campur dengan urusan kami kalian itu kenapa sih sibuk banget urusin gua kenapa atau jangan-jangan hidup kalian itu nga menarik makanya urusin hidup orang." Kesal Rinjani menggeser sedikit tubuh Ken dan pergi begitu saja meninggalkan mereka semua.

Rani mengejar langkah kaknya dan tanpa sengaja menabrak Fani namun tak menghiraukannya dan terus saja berlari menyusul Rinjani ke area parkiran Rinjani masuk ke dalam mobilnya dan melajukan dengan kecepatan tinggi meninggalkan Rani yang tengah berteriak memanggil namanya, Rani melemas seketika melihat Rinjani yang semakin menjauh darinya Rani menangis tersedu-sedu membuat Angga dan yang lainnya kasihan dengan Rani yang berusaha untuk mendekati Rinjani namun selalu mendapatkan sikap dingin dari kaknya sendiri. Tiba-tiba ponsel Ken berdering cukup keras dan mengalihkan perhatiannya dan segera merogoh kocek saku celananya mengambil ponselnya dan nampak nomor teman lamanya Ken berjalan sedikit menjauh dari mereka mencari tempat yang aman agar tidak ada satu pun yang mendengar percakapan mereka Ken menekan tombol hijau.

"Halo bagaimana ada kabar apa." Ucap Ken terburu-buru.

"Dihh santai lah Ken semua informasinya udah gua kirim ke email luhh kau tinggal cek aja." Ucap teman Ken dari sebrang sana.

"Siap makasih ya udah dulu dosen gua udah masuk nih." Elaknya dan mematikan sambungan teleponnya dan membuka email-nya.

Ken membaca setiap kata yang ada dalam email-nya dan melihat beberapa foto Rinjani bersama seorang wanita paruh baya yang terlihat begitu akrab dengannya dan menemukan lokasi mereka Ken tersenyum penuh arti dan berjalan menuju teman-temannya yang tengah menenangkan Rani yang masih saja menangis di parkiran kampus.

"Udah nga usah nangis Rinjani nga ke mana-mana kok jadi tenang aja." Ucap Ken dengan santai.

Rani menyeka air matanya dan segera beranjak dari duduknya memandang wajah tampan seniornya." Apa kak tahu di mana Anjani sekarang." Rani begitu senang.

"Iya gua tahu sudah tenangkan diri luhh dulu lepas pulang kuliah kita susul dia ke sana." Ken menarik tangan Brama yang hanya diam saja menatap Rani tanpa berkedip.

Rani kembali tenang setelah mendengar ucapan Ken dan kembali masuk ke dalam kelasnya Rinjani yang baru saja tiba di depan rumah Laras segera turun dari dalam mobilnya dan membuka bagasi mobilnya mengambil koper yang telah di bawahnya dari rumah kakeknya dan berjalan masuk kedalam rumah, Rinjani mengetuk pintu rumah namun tidak ada sautan dari dalam Rinjani terus mencoba tetap tidak ada sautan dari dalam akhirnya Rinjani mencoba membuka pintu tapi terkunci membuatnya bingung Rinjani bertanya kepada setiap tetangga Laras namun tidak ada satu pun yang melihat keberadaan ibunya di luar rumah Rinjani menghubungi nomor tetangga yang telah di percaya kan untuk menjaga ibu Santi namun tidak aktif membuatnya cemas dan panik dia terus menerus menghubunginya namun tidak ada jawaban darinya.

Rinjani bingung harus bagaimana semua tetangga dekat rumah Laras tidak menemukan keberadaan ibu Santi setelah lama menunggu sebuah mobil datang memasuki halaman rumah Laras Rinjani bangkit dari duduknya memandangi mobil yang baru saja masuk ke dalam halaman dan muncul ibu Santi bersama seorang dokter tampan Rinjani terkejut melihat kedatangan Kevin bersama ibunya Santi. Kevin di buat bingung dengan kehadiran Rinjani di rumah teman kuliahnya mereka saling bertatapan satu sama lain berperang dengan pikiran mereka masing-masing hingga melupakan ibu Santi yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Apa kalian saling mengenal." Ibu Santi membuka pembicaraan.

"Kenal ibu dari mana aja kok Rinjani ketuk-ketuk nga ada jawaban sih." Rinjani mendekati ibu Santi dan juga dokter Kevin.

"Ibu dari pasar ingin berbelanja tapi kepala ibu tiba-tiba saja pusing untung saja nak Kevin nolongin ibu." Berjalan beriringan dengan mereka masuk ke dalam rumah.

Mereka berjalan masuk ke dalam rumah membantu ibu Santi untuk beristirahat Kevin takjub dengan semua alat medis yang begitu lengkap berada di kamar ibu teman lamanya, Kevin terus memandangi alat-alat itu hingga lupa jika Rinjani dan ibu Santi tengah menatapnya dengan bingung seperti melihat wanita cantik pikir Rinjani dan kembali membantu ibunya Santi merebahkan tubuhnya dan kembali memasang selang infus di lengannya karena wajahnya mulai pucat Pasih. Kevin mengalihkan perhatiannya kepada Rinjani yang begitu sangat paham dengan cara merawat orang yang membuatnya takjub dengan sikap Rinjani setelah tidur Rinjani berjalan keluar kamar menuju arah dapur untuk membuatkan minuman untuk dokter Kevin usai memeriksa kondisi ibu Santi Kevin keluar kamar dan duduk di ruang tengah yang nampak bersih dan rapi banyak pajangan yang mampu menarik perhatiannya sebuah foto wanita cantik sedang berpose sambil memengang piala yang di dapatkan untuk juara bernyanyi se-kota Bandung.

Rinjani yang baru saja kelar dari dapur melihat Kevin yang tengah melihat foto Laras tanpa berkedip Rinjani berjalan menuju ruang tengah sembari membawa minuman dan cemilan dokter Kevin menaruh kembali foto Laras ketika melihat kedatangan Rinjani yang berjalan kearahnya, Kevin terlihat gugup setelah Rinjani mendapatinya tengah menatap foto Laras yang begitu cantik memengang piala kejuaraan bernyanyi se-kota Bandung.

"Kok di taruh kembali." Rinjani menyodorkan minuman kepada Kevin dan duduk di depannya.

"Nga papa cuman lagi kangen sama Laras kalau melihat foto ini." Ucap Kevin yang terdengar sangat sendu.

"Apa kau baik-baik saja." Ucap Rinjani yang melihat wajah sedih di wajah tampan Kevin.

"Iya gua baik-baik saja apa semua peralatan rumah sakit itu kau yang menyiapkan." Tanya Kevin yang masih tidak percaya dengan semua peralatan rumah sakit yang lengkap.

"Iya benar gua yang menyiapkan agar ibu Santi nga ke mana-mana mengingat kondisinya yang belum stabil emang kenapa." Tanya balik Rinjani.

Nga cuman takjub aja dengan semuanya bahkan Lo lebih pandai dari ku untuk merawat pasien." Puji Kevin membuat pipi Rinjani merah merona.

Mereka saling berbincang tak berselang lama sebuah deru mobil masuk ke halaman rumah Rinjani bangkit dari duduknya dan melihat Rani dan juga teman-temannya tengah berada di halaman rumah, Kevin ikut melihat siapa tamu yang datang dari luar Rani dan yang lainnya terkejut dengan kehadiran dokter tampan Kevin di dalam rumah teman Rinjani Rani menghampiri Rinjani menarik tangannya pelan untuk jauh-jauh dari dokter Kevin karena akan timbul fitnah di antara mereka untuk para warga di sini.

"Dokter sedang apa di sini." Ken berjalan menuju mereka.

"Ini rumah teman kuliah saya kalian juga sedang apa ke sini apa kau juga mengenal Laras." Ucap Kevin.

"Laras? Siapa dia kita semua nga kenal." Sahut Rani berdiri di samping Rinjani.

"Apa kalian tidak mengenalnya lalu buat apa kalian ke sini kalau kalian tidak mengenal Laras." Tanya Kevin dengan bingung.

Mereka hanya menggelengkan kepalanya tanpa terkecuali Rinjani yang hanya diam saja memperhatikan Rani dan juga teman-temannya Rinjani bingung apa yang akan dia jelaskan jika Kevin bertanya dari mana dirinya mengenal Laras, tiba-tiba suara benda jatuh dari dalam kamar ibu Santi Kevin dan Rinjani masuk ke dalam kamar ibu Santi dan memeriksa semua kondisinya detak jantung yang mulai melemah dan nafas yang sangat sulit bernafas membuat Rinjani panik dan cemas Kevin menyuruh Rinjani dan semua orang keluar agar dia bisa memeriksa kondisi ibu Santi. Awalnya Rinjani menolak namun karena keadaan ibunya Santi yang memprihatinkan untuknya dengan terpaksa Rinjani keluar kamar sambil menunggu dan terlihat semakin cemas Rani mencoba menenangkan kaknya Rinjani tak menolak dengan perhatian adiknya Rani berusaha menenangkan kaknya yang mulai gemetaran memikirkan kondisi ibu Santi di dalam sana bersama Kevin. Setelah memeriksa dan semua kembali lagi normal Kevin membuka pintu kamar dan terlihat jelas raut wajah cemas dari mereka Rinjani berjalan menuju Kevin dan menggenggamnya tanpa memperdulikan tatapan Brama Ken dan Angga yang merasa cemburu Kevin begitu dekat dengan wanita pujaan hati mereka.

"Ibu baik-baik saja kan nga ada yang harus di khawatirkan." Ucap Rinjani menggoyang-goyangkan lengan Kevin.

"Ibu sudah normal kembali kok di cuman butuh istirahat doang." Kevin menepuk pundak Rinjani.

Rinjani hanya tersenyum dan Kevin pun pamit pulang karena hari semakin gelap akan mengganggu penglihatannya, Ken dan yang lain enggan untuk pulang mengingat hari semakin larut dan tidak mungkin meninggalkan Rinjani berdua saja dengan ibu yang belum begitu mengenalnya dengan sangat terpaksa Rinjani menyetujui jika mereka akan menginap di rumah Laras. Karena hanya ada dua kamar para pria harus tidur di ruang tamu dengan memakai tikar yang ada dan juga harus berbagi bantal dengan yang lainnya Rinjani mengantar Rani dan thisa masuk ke dalam kamar Laras sejak mereka masuk thisa dan Rani di buat takjub dengan semua penghargaan yang di dapatkan dari prestasinya yang membuatnya kagum. Rani menatap tajam foto wanita cantik yang tidak asing baginya namun tak terlintas di mana mereka bertemu Rinjani mempersilahkan adiknya dan juga Sahabatnya untuk segera tidur karena sudah larut malam Rinjani keluar kamar menuju kamar ibu Santi memeriksa terlebih dahulu kondisinya sebelum dia tidur setelah memeriksa kondisi ibu Santi Rinjani keluar kamar matanya menangkap wanita cantik tengah berdiri di depan pintu rumah Rinjani melangkah pelan-pelan agar tidak membangunkan ketiga pria tampan yang tengah tertidur pulas membuka pintu secara perlahan dan keluar menutup pintu pelan-pelan tanpa sengaja Ken yang belum tertidur baik tanpa sengaja melihat Rinjani berjalan seperti seorang maling Ken mengikuti kemana Rinjani berjalan Rinjani tiba di sebuah taman yang cukup luas namun sudah tidak terawat Rinjani duduk di sebuah kursi menghadap danau Laras pun ikut duduk di samping Rinjani.

"Kenapa teman-teman kau semuanya ada di rumah bagaimana kalau mereka tau." Ucap Laras.

"Sudahlah mereka cuman datangi jalan-jalan doang kok besok juga pulang." Ucap Rinjani dengan santai.

"Apa kau tidak tahu di antara mereka mulai mencari tahu apa yang kita akan lakukan." Suara Laras terdengar lebih serius.

"Apa." Sedikit terkejut dengan ucapan Laras." Nga usah ngaco dehh lagian yang baru tahu itu adik gua doang itupun dia juga belum tahu sih misi gua." Ucap Rinjani dengan santai.

Mereka terus berbincang seolah-olah tengah berbicara layaknya sesama manusia namun Ken sedari tadi memperhatikan mereka dia pun mulai berpikir jika jiwa Rinjani saat tengah terganggu karena selalu berbicara sendiri Ken terus memandangi dia hingga akhirnya Rinjani pergi dari sana dan berjalan pulang Rinjani terus berjalan tiba-tiba Ken muncul dan mengangetkan nya Rinjani sontak saja terjatuh karena kaget dengan kehadiran Ken yang entah dari mana datangnya.

"Astaga Ken luhh apa-apaan sih ngagetin orang tau nga." Kesal Rinjani dan berusaha berdiri namun kakinya merasa sakit." Auu kok sakit banget sih." Lirih Rinjani membuat Ken khawatir.

"Kaki kau kenapa biar sini gua lihat dulu." Ken menarik kaki Rinjani hingga Rinjani meringis kesakitan.

"Aduhh Ken sakit pelan-pelan dong lagian luhh ngapain disini udah kek hantu aja." Ucap Rinjani dengan ketus.

"Gua nga sengaja liat Lo keluar rumah ya udah gua ikutin aja sampai sini." Ucapnya secara terang-terangan." Kaki Lo ini terkilir dehh." Memutar balik tubuhnya membelakangi Rinjani.

Rinjani sempat terkejut jika Ken mengikutinya sudah pasti dia mendengar semua percakapannya bersama Laras namun itu hilang ketika Ken membalik tubuhnya." Kau ngapain balik badan." Tanya Rinjani dengan polosnya.

"Kau itu bodoh atau bagaimana sihh nga mungkin kan kau jalan dengan kaki seperti itu makanya Lo naik biar gua gendong sampai rumah." Ucap Ken menepuk pundak agar Rinjani mengerti.

"So soan luhh nga usah gua bisa jalan sendiri kali." Dengan sengaja mendorong sedikit tubuh Ken hingga terjatuh." Hahaha sorry gua nga sengaja." Tertawa kecil dan membantu Ken untuk berdiri.

Ken menatap tajam arah mata Rinjani karena perasaan kesal Ken menepis tangan Rinjani meninggalkannya begitu saja sendirian di taman yang gelap Rinjani tak henti-hentinya tertawa lepas melihat ekspresi wajah Ken yang begitu sangat kesal dengannya Rinjani mulai berjalan meski pun kakinya terkilir namun masih sanggup berjalan sendiri Ken terus berjalan tanpa memperdulikan Rinjani yang telah membuatnya terjatuh dan malu karena ulah wanita cantik itu. Hari semakin larut cuaca semakin mendung Rinjani terus berjalan dengan kaki yang pincang walaupun di temani Laras seorang hantu Rinjani masih harus waspada sebab hari semakin larut malam Ken yang baru saja tiba di rumah langsung menutup pintu dan merebahkan tubuhnya di sebelah Brama yang telah tidur lebih dulu sebelum memejamkan mata hujan turun dengan sangat deras membuat mereka semua terkejut dan terbangun dari tidurnya. Rani yang tidak melihat keberadaan kaknya keluar kamar dan mencari-carinya di dapur namun juga tidak ada Rani berjalan menuju ruang tengah tempat para pria tertidur Brama melihat Rani berjalan menuju kearah mereka.

"Kau nga tidur." Tanya Brama melihat kedatangan Rani.

"Tadinya tidur sih karena hujan sangat lebat makanya gua terbangun ada yang liat Anjani nga sih." Ucap Rani melihat keluar rumah seketika Ken mengingat Rinjani di taman tepi hutan seorang diri.

"Ya ampun dia kan masih di sana." Ucap Ken membuat Rani cemas.

"Di mana Rinjani kak Ken pasti Taukan di mana dia." Rani terus menanyakan beberapa pertanyaan kepada Ken.

"Kau nga usah khawatir biar gua sama Ken yang mencari dia sekarang Lo masuk dalam kamar tungguin kita ya." Brama berusaha menenangkan Rani yang terlihat cemas.

"Tolong bawa Rinjani pulang ya Brama gua khawatir sama dia mana hujan lagi deras di luar." Ucap Rani dengan sendu menggenggam tangan Brama.

"Iya kita bakal bawa dia balik udah sana masuk ke dalam kamar." Ucap Ken dengan santai dan berjalan keluar rumah.

Di bawah guyuran hujan yang sangat deras Rinjani terus berjalan dengan kaki yang masih saja sakit akibat cuaca yang dingin dan hujan yang sangat deras penglihatan Rinjani mulai kabur tapi berusaha untuk jalan Laras yang menemani Rinjani mulai panik dengan kondisi Rinjani yang semakin pucat, Laras tidak tahu harus bagaimana dengan terpaksa Laras membawa Rinjani dengan cara menghilang namun tidak bisa karena Rinjani adalah orang istimewa Laras semakin panik ketika Rinjani mulai berjalan sempoyongan Laras berjalan di belakang Rinjani agar nanti saat pingsan Rinjani tidak terjatuh ke bawah. Ken terus melajukan mobilnya dengan hati-hati dan fokus menatap ke depan Brama melihat-lihat keluar jendela memperhatikan setiap jalan yang mereka lewati dari arah jauh Ken melihat Rinjani tengah berjalan sempoyongan dengan rasa khawatirnya Ken melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga tepat berada di depan Rinjani. Laras yang melihat kehadiran Ken dan juga Brama langsung menghilang membuat tubuh Rinjani jatuh tak sadarkan diri Brama terkejut melihat Rinjani pingsan saat mobil mereka berhenti pikiran Brama mulai melayang-layang dirinya takut kalau Ken menabrak Rinjani tidak sengaja.

"Apa kau tidak melihatnya kau menabrak Rinjani Ken." Ucap Brama dengan panik.

"Gua nga nabrak posisi mobil sama dia aja jauh gimana mau nabrak ngaco Lohh." Ken keluar mobil membawa payung agar dirinya tidak basah dan membawa Rinjani masuk ke dalam mobil.

Brama telah membuka pintu mobil agar lebih mudah Ken membawa Rinjani masuk mereka akhirnya putar balik menuju rumah membawa Rinjani dengan keadaan basah kuyup dan juga pucat, di rumah Rani terus menatap keluar rumah untuk melihat kedatangan Ken dan Brama yang mencari Rinjani Angga dan thisa pun ikut panik setelah mendengar jika saja Rinjani tidak berada di dalam rumah setelah menunggu lama akhirnya mobil Ken memasuki halaman rumah dan membawa Rinjani dengan keadaan tak sadarkan diri dan basah kuyup Rani berlari menghampiri mereka yang tengah memapah tubuh Rinjani masuk ke dalam rumah.

"Rinjani kenapa kok pingsan gini." Rani mulai merasa cemas.

"Dia pingsan di taman tepi hutan." Ucap Ken dengan santai.

"Apa." Ucap mereka serempak.

Ken masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan mereka yang tengah histeris sendiri dengan melihat keadaan Rinjani setelah mengganti baju Ken membawa sebuah mangkuk berisi air untuk mengompres Rinjani karena suhu badannya mulai panas tinggi, Rani terus menggenggam tangan Rinjani dan duduk di sampingnya dengan telaten Ken merawat Rinjani dan setia menemani Rinjani dengan mengompres tubuh Rinjani yang mulai lebih baik yang lain telah tidur lebih dulu karena rasa kantuk menyerang Rani pun tertidur karena hari semakin larut hari semakin larut waktu menunjukkan pukul tiga subuh Ken memeriksa suhu badan Rinjani yang lebih baik dia pun merebahkan tubuhnya di bawah lantai dengan menggunakan tikar dan mulai tertidur dengan rasa kantuk yang sangat menyerang.

Dunia lain Rinjani berada di area kampus yang tak lagi asing baginya dan melihat seorang pria bertengkar dengan seorang wanita lagi-lagi Rinjani berpikir wanita itu adalah Laras dan benar saja ketika hendak menusuk Laras beberapa orang datang dengan membawa sebuah tali dan juga kursi untuk mengikat seseorang, pria itu akhirnya membawa Laras dengan paksa dan membawa ke dalam sebuah ruangan yang belum pernah di lihatnya Rinjani terus memperhatikan mereka dan benar saja salah satu pria dari mereka mengikat tali yang mereka bawah ke sebuah balkon dan memerintahkan Laras untuk naik dan memasukkan kepalanya kedalam tali awalnya Laras tidak ingin melakukan itu namun karena paksaan dan juga desakan dengan terpaksa Laras melakukannya dan menangis tersedu-sedu mengingat ibunya yang akan sangat terpukul jika dirinya melakukan ini ketika Laras memasukkan kepalanya kedalam tali seorang pria lainnya menendang kursi yang merupakan pijakan Laras berdiri hingga terjatuh membuat Laras bergantung di atas dan merasa susah untuk bernafas dan akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Rinjani meneteskan air matanya melihat betapa kejinya mereka melenyapkan nyawa Laras dengan sengaja hanya karena mereka tidak ingin diketahui publik jika korupsi Rinjani melemas dan tersungkur ke lantai menangis sejadi-jadinya mengingat ibu Laras yang begitu terpukul kehilangan putri yang sangat dia banggakan harus pergi seperti ini dan membuatnya masuk ke dalam rumah sakit jiwa karena mengalami guncangan. Rinjani mengepalkan tangannya menatap nanar wajah Laras yang bertanggung di atas yang sudah tidak bernyawa dan terjatuh sendiri karena balkon yang telah rapuh dan beberapa warga datang menemukan jasad Laras dengan tali di lehernya dan sebuah surat mereka berpikir jika Laras meninggal bunuh diri Rinjani terus memandangi wajah Laras yang pucat karena kehabisan nafas Rinjani berusaha untuk berdiri namun kakinya terasa berat dan mengingat setiap wajah yang membuat Laras meninggal secara tidak biasa.

"Kalian akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatan kalian." Ucap Rinjani mengepalkan tangannya.

Di kamar Laras Rani dan yang lainnya di buat panik sebab Rinjani mulai gemetaran membuat Ken dan yang lainnya kehabisan akal karena hari semakin pagi membuat mereka sulit untuk berfikir karena obat yang biasa di konsumsi Rinjani tidak berada di dalam tasnya mereka hanya mendapatkan beberapa benda yang tidak tahu milik siapa, Rinjani bangun dengan terpaksa dengan wajah yang pucat dan tubuh yang di penuhi keringat membuat semua orang terkejut dengan tatapan Rinjani yang tidak biasanya membuat bulu kuduk mereka merinding di dalam kamar Laras. Ibu Laras juga tidak sengaja mendengar teriakkan Rinjani dan segera pergi keluar kamar menuju kamar Rinjani sekita matanya terbelalak melihat tatapan mata Rinjani seperti tatapan anaknya dan membuatnya menangis tersedu.

"Laras." Lirihnya membuat mereka semua menoleh.

Rinjani terkejut melihat kehadiran ibu Santi di tengah-tengah mereka dan bangkit dari tidurnya berjalan tertatih menuju keluar kamar memeluk ibu Santi." Ibu Laras kan udah tenang di sana jadi nga usah sedih lagi Rinjani kan ada untuk menemani ibu di sini." Suara itu mengingatkan dengan suara Laras.

Mereka pun saling berpelukan Laras yang berada di dalam tubuh Rinjani merasa senang bisa memeluk ibunya lagi meski mereka berbeda alam ibunya terus saja memeluknya seperti memeluk anak sendiri yang membuatnya lemas dan tak sadarkan diri akibat keadaan mereka yang belum pulih membuatnya terjatuh tak sadarkan diri dan jatuh bersamaan. Ken dan Brama dengan sigap membawa ibu Laras masuk ke dalam kamarnya merebahkan dengan hati-hati dan Rani membawa Rinjani ke atas kasur dengan hati-hati karena tidak tahu harus bagaimana Rani menghubungi Kevin agar segera ke rumah Laras. Setelah mendapat telpon dari Rani Kevin yang baru saja selesai bertugas malam segera keluar ruangan menuju lobi rumah sakit Kevin terus berjalan tanpa memperdulikan panggilan wanita cantik yang membuatnya kesal Kevin masuk ke dalam mobilnya melesat dengan kecepatan tinggi mereka semua menunggu kedatangan Kevin di ruang tamu thisa dan Angga tak henti-hentinya berjalan keluar dan masuk lagi membuat Rani berserta yang lainnya hanya menggelengkan kepalanya. Tiga puluh menit berlalu orang yang di tunggu akhirnya datang Kevin segera keluar dari dalam mobil berjalan masuk ke dalam rumah Laras dengan keadaan susah di artikan.

"Dimana Rinjani." Ucapnya masuk ke dalam rumah.

"Dia berada di kamar dokter." Thisa dan Rani membawa dokter Kevin ke dalam kamar.

Kevin memeriksa kondisi Rinjani yang semakin memburuk Kevin memeriksa detak jantung yang mulai melemah akibat memikirkan kematian Laras yang seperti itu membuatnya gemetaran hingga tak sadarkan diri." Apa Rinjani tidak meminum obat yang saya berikan." Ucap Kevin tanpa menatap Rani dan thisa.

"Saya nga tahu kalau saja Rinjani tidak membawa obat yang seharusnya di minum secara rutin." Suara Rani terdengar sangat sedih.

"Apa keadaan Rinjani parah dokter." Sahut thisa yang masih saja panik.

"Sudah lebih baik sebaiknya kalian menjaga Rinjani agar tidak seperti ini lagi dan sarankan padanya agar tidak terlalu memikirkan kasus Laras lagi yang akan membuat dia seperti ini." Ucap Kevin beranjak dari duduknya menuju kamar ibu Santi.

Rani dan yang lain di buat tidak mengerti namun karena tidak ingin memikirkan itu mereka hanya mengikuti langkah Kevin masuk ke dalam kamar ibu Santi usai memeriksa Kevin pamit pulang karena kondisi ibu dan juga Rinjani sudah lebih baik dari sebelumnya, Rinjani pun terbangun dari tidurnya selama beberapa jam lamanya membuka matanya secara perlahan dan memperhatikan setiap sudut kamar tidak menemukan siapa-siapa tapi matanya memperhatikan tasnya yang terbuka lebar sontak saja Rinjani terbangun dan mengambil alih tasnya memeriksa semua barang-barang Laras namun tidak menemukan apa-apa emosi pun memuncak kepalanya dan melempar semua barang-barang yang berada di dalam kamar membuat Rani berlari masuk ke dalam kamar di susul dengan yang lainnya.

"Anjani ada apa kok ngelempar barang-barang orang." Ucap Angga yang melihat Rinjani di bawah lantai.

"Berani sekali kalian mengambil barang yang bukan milik kalian mana barang itu kembalikan sekarang juga." Berdiri dengan tubuh gemetaran menatap tajam kearah semua orang.

"Apa-apaan sihh luhh barang-barangnya ada kok nga usah panik seperti itu." Sahut Ken .

"Diam kau sejak awal udah gua bilang jangan pernah ikut campur urusan gua apa kau tidak mengerti juga hah sekarang kalian pergi dari sini gua udah muak liat wajah kalian keluar sekarang." Bentak Rinjani melewati mereka mengambil semua barang -barang Laras di atas meja dan kembali masuk ke dalam kamar menutup pintunya dengan kasar.

Semua tercengang dengan sikap Rinjani yang sangat marah hanya karena mereka mengambil barang-barang yang berada di dalam tasnya Rani semakin curiga jika Rinjani menyembunyikan sesuatu dari mereka semua, mereka pun membereskan semua baju-baju mereka dan segera pamit kepada ibu Laras yang terbaring di dalam kamar setelah berpamitan mereka melangkah keluar pintu dan melihat pintu kamar Laras masih tertutup rapat Rani sangat berat meninggalkan kaknya namun karena sikap Rinjani yang sudah kelewatan dengan mereka terpaksa pergi dengan perasaan kesal dengan Rinjani. Angga dan thisa masuk ke dalam mobil Rani dan segera melesat pergi meninggalkan halaman rumah Laras menuju kampus mereka setelah kepergian teman-temannya ibu Laras berjalan keluar menuju kamar Rinjani dan mengetuk pintunya beberapa kali, dengan perasaan yang belum juga membaik Rinjani bangkit sambil memengangi kepalanya yang sangat berat untuk berjalan dengan tubuh yang gemetaran Rinjani memaksa dirinya untuk berjalan membuka pintu kamar nampak wanita paruh baya berada di depan kamarnya.

"Ibu ngapain ke sini ibu harus istirahat kita kembali ke kamar ya." Ucapnya dengan lembut membawa tubuh ibu masuk ke dalam kamar.

"Kenapa dengan mu nak." Duduk di atas kasur memandangi wajah pucat Rinjani.

"Rinjani baik-baik saja Bu nga usah mikir apa-apa ibu istirahat ya." Merebahkan tubuh ibu Laras dan memeriksa kondisinya sebelum kembali ke dalam kamar.

"Kondisi ibu sudah lebih baik tapi ibu jangan terlalu lelah dan bekerja keras." Meletakkan alat teleskopnya di atas meja.

"Apa kau bertengkar dengan teman-teman mu nak." Ibu Santi menggenggam tangan Rinjani dengan lembut.

"Nga kok Bu mereka udah harus pulang ibu nga usah mikirin itu ya." Rinjani menyuntik vitamin ke dalam infus ibu Laras dan kembali ke dalam kamarnya.

Rinjani keluar kamar setelah ibu Santi tertidur dengan pulas dengan kepala yang sangat berat Rinjani berjalan dengan pelan-pelan memengang setiap benda yang mampu membuatnya berjalan terus setelah masuk ke dalam kamar Rinjani merebahkan tubuhnya yang sangat terasa sakit dan memejamkan matanya dan terlelap dalam tidurnya.

Setelah perjalanan yang sangat memakan waktu akhirnya mereka sampai di area parkiran kampus Angga memparkirkan mobil Rani dan segera keluar dari dalam mobil sejak kepulangannya dari desa Laras Rani terlihat lebih murung dan tidak semangat berjalan, thisa dan Angga sangat tahu bagaimana perasaannya saat ini karena sikap Rinjani membuatnya murung seperti ini tanpa sengaja mereka berpapasan dengan Fani dan juga teman-temannya yang selalu setia menemaninya Fani memperhatikan wajah Rani yang terlihat buruk dari biasanya membuatnya ingin mengerjainya thisa dan Angga yang tahu pikiran Fani segera menarik tangan Rani dengan paksa menghindari mereka yang akan berbuat sesuatu dengan Rani namun langkah mereka terhenti ketika wanita itu berada di depan mereka Angga memutar bola matanya malas dan tidak menghiraukan tatapan wanita itu dan terus berjalan melewati mereka menuju kelasnya karena di buat kesal dengan thisa dan Angga Fani dengan sengaja menaruh kakinya agar Rani terjatuh dan akhirnya Rani tersungkur kebawah lantai dan di tertawakan dengan semua mahasiswa yang berada di sana Rani menoleh kearah Fani dan yang lainnya menatap tajam manik matanya dan segera bangkit mendekati Fani hingga membuat tubuh Fani dan teman-temannya bertabrakan dan tersungkur ke lantai membuat Fani dan yang lainnya geram dengan sikap Rani.

Fani mengepalkan tangannya dan segera melayangkan bogem mentah di wajah Rani namun di cegah oleh Ken yang hanya memperhatikan mereka dari jauh Ken menghentikan tangan Fani dan melepaskannya dengan kasar menatap tajam kearahnya.

"Bisa tidak kalian tidak mengganggu Rani kenapa kalian sangat sulit untuk di beritahu." Kesal Ken menatap satu-persatu teman-teman Fani.

"Kau nga usah ikut campur Ken lebih baik Lo pergi dari sini kalau tidak mau kena imbasnya." Geram Fani menyikirkan tubuh Ken dari hadapannya.

"Dan kau jangan merasa hebat karena telah di bela dengan Ken Lo liat aja gua bakal buat Lo pergi dari kampus ini." Ancam Fani melangkahkan kakinya pergi dari sana.

Rani hanya diam saja melihat kepergian wanita itu dan menatapnya dengan tajam dan hanya tersenyum simpul dan Kembali melangkahkan kakinya menuju kelasnya meninggalkan Angga dan yang lainnya, Brama yang tidak biasanya melihat senyum Rani membuatnya curiga dan kembali masuk ke dalam kelasnya Fani terus saja bergumam tidak jelas selama menuju masuk ke dalam kelasnya wanita itu hanya geleng-geleng kepala karena Fani tidak mampu membuat Rani dan Rinjani malu atau pun keluar dari dalam kampus ini. Fani masuk ke dalam kelasnya dan duduk di kursinya sambil berpikir cara untuk membuat Rani dan Rinjani keluar dari kampus yang tidak mampu di keluarkan dengan cara yang mudah karena kakeknya adalah pemilik yayasan kampus mereka kuliah membuat Fani teriak histeris.

"Apa kalian tau bagaimana cara mengeluarkan mereka." Suara Rani mulai terdengar serius.

"Kau tenang saja biar gua yang urus mereka kau tinggal tunggu saja." Ucap wanita itu pergi dari kelasnya berjalan menuju keluar.

Fani hanya diam saja dan kembali fokus kepada pikirannya untuk membuat Rani dan Rinjani keluar dari kampusnya wanita itu berjalan menuju area belakang kampus dan mencari tempat agar tidak ada yang curiga dengannya, Brama yang melihatnya berjalan seperti maling berinisiatif mengikutinya sampai ke ke taman belakang kampus dan melirik ke sana kemari memastikan aman buatnya untuk menghubungi seseorang wanita itu mengambil ponselnya ke dalam tas dan mencari nomor seseorang dan menekan tombol hijau.

Tut Tut dering pertama tidak ada jawaban wanita itu kembali mencobanya Tut Tut terdengar suara pria dari sebrang sana.

"Halo sayang ada apa." Ucap pria itu.

"Halo sayang aku mau kamu bantuin aku."

"Bantuan apa bilang saja sayang."

"Aku mau kau mengirim beberapa orang untuk membawa foto-foto masa lalu Rinjani dan juga Rani ke kampus dan menempelkan ke Mading bisa kan."

Deg deg pria itu terdiam mendengar nama Rinjani satu kampus bersama kekasihnya." Kau bilang Rinjani." Ucapnya gugup.

"Iya apa kau budek Rinjani mantan kekasih luhh itu satu kampus dengan ku sebaiknya ikuti saja perintah ku kalau rahasia kau tidak mau terbongkar paham kan." Wanita itu mematikan sambungan teleponnya dengan kesal karena kekasihnya masih saja menyukai Rinjani.

Wanita itu pergi dari sana kembali ke dalam kelasnya sebelum ada yang melihatnya dan berjalan dengan cepat menuju kelasnya Brama yang mendengar semua percakapannya di buat penasaran dengan foto yang akan mempermalukan Rinjani dan Rani, Brama meninggalkan taman berjalan dengan pikiran yang mengganggu kepalanya memikirkan perkataan wanita itu Ken yang baru saja keluar kelas di buat kaget dengan kemunculan Brama yang sedang memikirkan sesuatu tanpa melihat jalan.

"Woii luhh kenapa melamun gitu mikirin apaan Lo." Ucap Ken mengangetkan Brama.

"Dasar luhh bisa nga muncul bilang-bilang udah kek hantu aja luhh." Kesal Brama dengan Ken.

"Idih luhh yang muncul kek hantu ngatain orang dasar kambing." Ejek Ken.

Brama kembali melamun dan berjalan masuk ke dalam kelasnya melewati Ken yang masih asik mengejeknya dan duduk di kursinya memikirkan ucapan wanita itu dan kembali melirik Ken." Luhh bisa nga bantuin gua." Ucap Brama dengan serius.

"Bantuan apaan sih kek serius banget luhh." Tanya Ken dengan penasaran.

"Tadi gua nga sengaja mendengar ucapan wanita itu dia ingin mempermalukan Rani dan Rinjani dalam sebuah foto jadi kita harus membantunya." Brama menatap dengan kosong ke depan.

"Foto apaan yang luhh maksudkan." Ken semakin penasaran.

"Gua juga belum tau foto apaan tapi mereka akan menempel kan semua foto di Mading entar sore sebelum mereka masuk ke sini kita harus mencegahnya." Ken hanya mengganggukkan kepalanya.

Tak lama dosen pun masuk ke dalam kelas mereka dan kembali fokus dengan pelajaran di depan mata Rani tengah duduk sendirian di bangku taman belakang kampus tak menyangka jika Rinjani akan sekasar itu dengannya Rani meneteskan air matanya membasahi pipinya tanpa menghiraukan mitos yang ada Rani berada di sana hingga sore hari, Brama dan Ken menunggu kedatangan orang-orang yang akan masuk kedalam kampus cukup waktu lama mereka menunggu akhirnya orang-orang yang mereka maksudkan pun datang dengan beberapa mobil dan keluar beberapa pria bertubuh kekar masuk berjalan ke dalam kampus untuk segera menjalankan tugas mereka. Tanpa ingin ketahuan dari mereka dan mencari ribut dengan semua orang dan menjadi pusat perhatian Ken dan Brama hanya mengikuti mereka hingga tugas mereka selesai Rani yang baru dari taman belakang memperhatikan beberapa pria menempelkan beberapa foto di Mading dengan penasaran Rani mendekati mereka yang telah pergi dari sana dan betapa terkejutnya melihat foto dirinya bersama Rinjani di sebuah rumah wanita malam tanpa ingin ada yang tahu Rani mengambilnya dan membakarnya sampai hangus dan gemetaran dibuatnya Ken dan Brama yang memperhatikannya sejak awal di buat bingung dan segera menghampiri Rani yang tengah panik dengan foto itu.

"Rani ngapain Lo di sini." Ucap Brama membuat Rani menoleh.

"Ka-lian sedang apa di sini." Ucapnya dengan terbata-bata.

"Kau kenapa gugup seperti itu apa yang sedang kau Bakar barusan." Brama menyikirkan tubuh Rani dan mengambil selembar foto yang belum terbakar habis.

Rani segera mengambil foto itu dari tangan Brama namun tidak berhasil." Balikin itu cuman foto masa SMA gua dengan Rinjani balikin sini." Rani berusaha mengambilnya dan berjinjit untuk mengambilnya karena tubuh Brama lebih tinggi darinya.

Brama dan Ken memperhatikan foto itu memperlihatkan foto Rinjani dengan seorang pria di sebuah kamar namun karena terbakar mereka tidak bisa melihat keseluruhan." Rinjani dengan siapa di dalam kamar hotel." Tanya Ken dengan penasaran.

"Kalian tidak usah ikut campur dengan urusan kami sebaiknya kalian tutup mulut soal foto ini." Pergi berlalu begitu saja meninggalkan Ken dan Brama.

Rani berlari menuju parkiran dan segera masuk ke dalam mobilnya melesat pergi dengan kecepatan tinggi menuju desa Rinjani berada dengan membawa foto dirinya bersama seorang pria di dalam kamar hotel, Rani semakin gemetaran mengendarai mobilnya Brama dan Ken ikut menyusul kepergian Rani memastikan foto siapa yang berada di atas tempat tidur yang tak sempat mereka lihat karena terbakar lepas sampai di halaman rumah Rani segera turun dari dalam mobil dan berjalan masuk dengan gemetaran Rinjani yang hendak keluar rumah melihat Rani dengan perasaan kacau dan gemetaran membuatnya panik dan berlari menangkap tubuh adiknya yang sempat ingin terjatuh dan memandangi wajah pucat adiknya hatinya terasa sakit melihat keadaan adiknya seperti ini dan merasa bersalah dengan sikap dinginnya terhadapnya.

Rinjani membawa Rani masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuhnya di atas kasur dan memeriksa kondisi adiknya yang gemetaran dan mengambil sebuah foto dari genggaman Rani dan melihatnya yang membuatnya terkejut hingga matanya terbelalak tidak percaya dengan foto tersebut hingga melepaskan foto itu ke lantai dan menatap tajam arah Rani.

"Dari mana kau dapat foto ini Rani kalau ada yang lihat bagaimana." Suara Rinjani sedikit meninggi.

"Gua nga tau tadi gua liat beberapa orang datang ke kampus dan menempelkan foto kita di Mading kampus." Ucap Rani dengan gugup.

"Apa." Teriak Rinjani." Sialan siapa yang berani melakukan itu rupanya dia cari masalah dengan ku." Rinjani mengepalkan tangannya dan memandangi wajah adiknya." Kau tidak usah khawatir mereka akan mendapat balasan yang setimpal jadi kau tidak usah memikirkan itu semua." Memeluk tubuh Rani dengan erat.

Ken dan Brama yang baru saja tiba mendengar semua pembicaraan mereka di buat penasaran dengan foto yang mereka lihat.

"Apa yang kalian sembunyikan dari kami." Ken tiba-tiba masuk ke dalam kamar membuat Rani dan Rinjani terkejut.

Rinjani menoleh dengan rasa terkejutnya melihat keberadaan Ken dan Brama yang berdiri di depan pintu kamar." Sejak kapan kalian di sana." Rinjani berjalan kearah mereka dengan santai.

"Sejak kalian berbicara dan membahas foto yang di bawa Rani dari kampus sudah cukup kalian bermain-main jangan berbohong lagi dan ceritakan sama kami apa yang sebenarnya terjadi." Ken menatap tajam mata Rinjani.

"Apa yang harus kami ceritakan kami tidak menyembunyikan apa-apa sebaiknya kalian tidak usah ikut campur dengan urusan kami cukup di sini saja kalian sudah sangat kelewatan masuk ke dalam urusan kami." Menatap Ken tak kalah tajam.

Rani gemetaran melihat perdebatan mereka yang membuatnya teriak histeris dan mengacak-acak rambutnya." Stop kalian cukup gua nga bisa melihat kalian terus bertengkar gua capek hidup dengan penuh rahasia." Menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya.

Rinjani ikut menangis dan memeluk adiknya dia tahu bagaimana fisik Rani setelah kejadian yang merusak kehidupannya Ken dan Brama merasa bersalah akan hidup Rani dan Rinjani yang selalu saja ikut campur dengan urusan mereka, Rinjani mengusap air mata adiknya menggenggam tangannya dan menenangkan perasaan adiknya hingga Rani tertidur di pelukannya Rinjani merebahkan tubuh Rani ke atas kasur dan meninggalkan Rani untuk istirahat dan mengajak dua pria tampan untuk duduk di sebuah taman di belakang rumah. Mereka hanya mengikuti Rinjani yang berjalan kebelakang rumah dan duduk di sebuah kursi menghadap hutan lindung Ken duduk di samping Rinjani dan siap mendengar penjelasannya tentang foto itu.

"Kalian pasti akan kaget mendengar cerita masa lalu kami." Suara Rinjani terdengar serak.

"Kita pasti akan menerima semua masa lalu kalian." Sahut Brama.

Rinjani mulai menceritakan hidupnya setelah kepergian kedua orangtuanya." Sejak kepergian mama dan papa yang meninggal tak wajar membuat kehidupan kami berbanding terbalik perusahaan papa di ambil alih oleh rekan bisnisnya dan membuang kami ke jalanan menjadi gelandangan sebelum ketemu dengan opa gua dan Rani bekerja di sebuah cafe teman lama gua di SMA tanpa kami curiga ternyata pria di masa lalu gua menjual kami ke seseorang untuk melayaninya setiap malam untung saja thisa dan Angga menyelamatkan kami dari mereka makanya Rani sangat takut jika itu semua terbongkar ke publik walaupun kami belum di apa-apain." Rinjani menarik nafasnya dan membuangnya dan mulai meneteskan air matanya mengalir begitu saja mengingat kejadian yang sangat buruk di benak mereka.

"Jadi wanita yang kalian maksudkan adalah Nadine yang menjual kalian dan selingkuh dengan kekasih kau itu." Tebak Brama dan duduk di samping kiri Rinjani.

"Benar Nadine adalah senior gua di SMA dan juga dia yang memberikan luka bagi gua dan Rani yang tidak bisa kami lupakan dalam hati." Rinjani menatap kosong ke depan.

Ken dan Brama mengerti jika sikap Rinjani saat bertemu Nadine selalu saja di buat emosi dengannya Ken dan Brama pamit pulang setelah makan malam bersama Rinjani dan juga Rani mereka memberi dukungan untuk Rinjani untuk membalas Nadine dan Fani untuk mempermalukannya kembali di mata semua anak kampus. Lepas Kepergian Ken dan Brama Rinjani masuk ke dalam kamar ibu Santi memeriksa kondisinya yang semakin hari mulai membaik seperti sedia kala sejak kedatangannya kondisi fisik ibu Santi lebih membaik dari sebelumnya Rani hanya memperhatikan Rinjani yang begitu telaten merawat wanita yang masih tidak percaya dengan sikapnya saat ini. Rinjani beranjak keluar kamar meninggalkan ibu Santi untuk istirahat agar besok keadaannya sudah mulai membaik Rani menunggu Rinjani masuk ke dalam kamar tak lama menunggu Rinjani masuk ke dalam kamar dengan keadaan yang mulai membaik dari sebelumnya dan duduk di tepi ranjang.

"Ada apa." Ucapnya dengan dingin.

"Gua cuman mau nanya doang." Rina mengubah posisi duduknya.

"Nanya apa lagi sihh bosen gua dengar luhh nanya Mulu." Dengan kesal dan merebahkan tubuhnya.

"Soal Laras dan juga ibunya kalian kenal dari mana sihh gua cuman penasaran aja terus Laras mana kenapa semua barang-barang Laras berada di dalam tas luhh." Rani mulai menyelidiki.

"Lo itu mau nanya atau menyelidiki sih banyak amat pertanyaan luhh." Membuka matanya dan duduk sejajar dengan adiknya.

"Ya Luh cuman jawab aja susah amat." Memanyunkan bibirnya karena kesal dengan kaknya.

"Gua kenal Laras lewat mimpi dan soal ibunya baru dua hari gua kenal dengannya kalau soal barang-barang Laras itu semua bukti untuk menyeret semua pelaku untuk masuk ke dalam penjara puas." Rinjani menatap tajam kearah Rani dengan suara mengancam.

Rani tercengang dengan perkataan Rinjani yang menjelaskan tentang Laras padanya yang masih bingung dengan perkenalannya lewat mimpi, Rinjani memejamkan matanya dan terlelap dalam tidurnya Rani mengingat semua perilaku Rinjani yang sesekali berubah dan kembali semula membuatnya terkejut dengan buku diary yang pernah di baca sebelumnya sebelum Rinjani memanggilnya masuk ke dalam kamar.

"Jadi kalau dia marah itu bukan Rinjani tapi Laras." Lirih Rani yang masih tidak percaya.

Meski Rinjani tidak menjelaskan secara detail membuat Rani paham dengan setiap kata yang di keluarkan oleh bibirnya Rani kembali mengingat kejadian di mana ibu Laras memanggil Rinjani dengan sebutan Laras dan saling berpelukan sebelum mereka pingsan dan tidak sadarkan diri dia juga mengingat ucapan dokter Kevin untuk tidak melanjutkan kasus Laras akhirnya semua pertanyaan selama ini mengisi kepalanya terjawab dengan semua sikap dingin kaknya. Rani memandangi wajah Rinjani yang tengah tidur dengan nyenyak dia pun merebahkan tubuhnya dan ikut tertidur pulas bersama Rinjani.

Maaf ya guys lama updatenya soalnya ada beberapa urusan di dunia nyata yang harus aku lakukan dulu😂 hari ini aku update lagi ya semoga kalian suka dengan ceritanya soal visualnya nanti aja guys biar penasaran gitu, jangan lupa like dan vote kalau kalian suka dengan ceritanya tunggu cerita selanjutnya 😘🙏😊

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!