Abraham yang sedang berbaring di tempat tidur bersama istri dan kedua putra kecilnya tiba-tiba dikejutkan dengan suara ponsel Abraham yang begitu nyaring.
Tanpa berpikir panjang, Abraham segera mengambil ponselnya dan menerima sambungan telepon dari sahabatnya yang sudah beberapa bulan tidak lagi menghubungi dirinya.
“Tidur lagi ya sayang!” Asyila membelai lembut kepala Ashraf agar buah hatinya itu kembali tidur.
Diluar kamar, Abraham mulai melakukan perbincangan dengan sahabatnya, Dayat.
“Siang ini aku tidak kemana-mana,” balas Abraham pada sahabatnya yang menanyakan jadwal pekerjaannya di rumah.
“Baiklah, Insya Allah kami berkunjung ke rumah tuan Abraham sore nanti,” ucap Dayat dari seberang telepon.
“Baik,” balas Abraham singkat dan mengakhiri sambungan telepon.
Asyila membuka pintu kamar menghampiri suaminya.
“Siapa Mas?” tanya Asyila sembari memeluk tubuh suaminya.
“Dayat,” balas Abraham dan mengecup kening sang istri.
Asyila mengernyitkan keningnya ketika tahu bahwa Dayat kembali menghubungi suaminya.
“Apa ada sesuatu hal yang akan kembali Mas lakukan bersama Pak Dayat?” tanya Asyila penasaran dan semakin mempererat pelukannya.
“Entahlah, sudah beberapa bulan terakhir Dayat tak pernah menghubungi Mas. Terakhir kali membantu mereka saat usia Ashraf baru 7 bulan,” jawab Abraham.
Asyila melepaskan pelukannya dan mengajak sang suami untuk kembali menemani dirinya serta kedua putra kecil mereka untuk tidur siang.
“Jika ada hal yang mendesak, pergilah bersama Pak Dayat dan yang lainnya. Asyila sangat senang dan juga bangga memiliki suami berhati malaikat.”
Senyum Abraham mengembang sempurna mendengar pernyataan dari sang istri.
“Ayo kita lanjutkan tidur siang kita yang sempat tertunda!” ajak Abraham dan kembali membaringkan tubuhnya bersama sang istri tercinta.
Sebentar lagi Asyila akan datang untuk ikut membantu Mas.
Tanpa sepengetahuan Abraham, sebenarnya sang istri diam-diam berlatih ilmu bela diri. Bahkan, Asyila mendatangkan guru wanita yang ahli dalam ilmu bela diri pencak silat.
“Ada apa?” tanya Abraham karena sang istri terus memainkan jari telunjuk ke arah dadanya.
“Tidak ada,” balas Asyila dan memutuskan untuk segera tidur.
****
Asyila tengah sibuk memasak di dapur, sebentar lagi sang suami akan kedatangan tamu dari Jakarta.
Tamu tersebut adalah Dayat yang sudah beberapa terakhir tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di perumahan Absyil.
“Perlu suamimu bantu?” tanya Abraham yang telah mendekap punggung sang istri.
Asyila menggeliat merasakan geli di area tengkuk lehernya karena napas sang suami yang berhembus di tengkuk lehernya.
“Lepas Mas! Nanti Arsyad dan Ashraf melihat kita,” ucap Asyila.
“Biarkan saja,” sahut Abraham santai dan meletakkan dagunya di pundak Asyila.
“Ayah sakit?” tanya Arsyad yang tiba-tiba datang ke dapur dan mengira bahwa sang Ayah sedang sakit karena menyandarkan dagu di pundak Bundanya tercinta.
Abraham terkesiap dan segera bergeser menjauh pada Istrinya.
“Tidak,” jawab Abraham sembari menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.
“Terus tadi kenapa dagu Ayah di pundak Bunda?” tanya Arsyad penasaran sembari menyentuh pundaknya sendiri.
Abraham menghela napasnya dan berjongkok mensejajarkan dirinya pada putra pertamanya.
“Kenapa kesayangan Ayah ini sudah tumbuh sepintar ini? Ayah hanya ingin bermanja-manja dengan Bundanya Arsyad dan Ashraf.”
“Ayah, 'kan sudah besar,” celetuk Arsyad.
Kini Abraham terdiam seribu bahasa, bagaimana anak seusia Arsyad bisa berpikir seperti itu.
“Mas sebaiknya bantu Asyila memotong timun,” ucap Asyila meminta bantuan sang suami sekaligus menyelamatkan sang suami yang terlanjur malu dengan perkataan putra pertama mereka.
“Terima kasih,” balas Abraham lirih dan segera mencari timun di dalam kulkas.
Arsyad yang melihat orangtuanya sibuk akhirnya memutuskan untuk kembali menjaga sang adik yang sedang bermain di ruang keluarga.
Beberapa saat kemudian.
Arsyad yang sedang bermain bersama adiknya di teras depan di kejutkan dengan suara klakson mobil.
“Adik tunggu disini ya! Kak Arsyad akan masuk ke dalam memanggil Ayah dan Bunda.” Arsyad pun berlari masuk ke dalam rumah dan membiarkan adiknya di teras depan seorang diri.
Mobil itu berhenti tepat di depan rumah tanpa masuk.
“Ashraf!” Seorang pria yang baru saja keluar dari mobil nampak senang melihat salah satu putra kecil dari sahabatnya, Abraham.
Pria itu dengan cepat berlari menghampiri Ashraf dan menggendongnya.
“Masih ingat dengan Paman Dayat?” tanya Dayat sembari mengacak-acak rambut Ashraf.
Ashraf langsung cemberut ketika rambutnya berantakan.
“Nakal,” celetuk Ashraf dan menggerakkan tubuhnya tanda bahwa dirinya ingin turun dari gendongan Dayat.
Disaat yang bersamaan, Abraham dan Asyila keluar dari rumah untuk menyambut kedatangan Dayat.
Ashraf yang melihat kedua orangtuanya bergegas menghampiri mereka dan mengadukan apa yang dilakukan oleh Dayat kepada rambutnya.
Abraham dan Asyila tentu saja terkejut dengan apa yang dikatakan oleh putra kecil kedua mereka, Ashraf sendiri memang tidak suka jika rambutnya berantakan apalagi sengaja diacak-acak oleh orang lain.
Dayat pun merasa bersalah dan meminta maaf kepada Ashraf yang semakin terlihat menggemaskan menurut Dayat.
“Assalamu’alaikum,” ucap Dayat ketika memasuki rumah.
“Wa’alaikumsalam!” seru mereka.
Dayat tersenyum dan memeluk sekilas tubuh sahabatnya, Abraham.
“Apa kabar Tuan Abraham?” tanya Dayat.
“Alhamdulillah aku baik. Bagaimana denganmu?” tanya Abraham balik.
“Bisa Anda lihat sekarang! Saya begitu sehat dan baik-baik saja.”
Asyila meminta izin ke dapur dan mempersilahkan suami dan Dayat untuk berbincang-bincang.
“Jangan terlalu formal!” pinta Abraham.
Dayat menggelengkan kepalanya, “Biarkan saya berbicara seperti ini,” balas Dayat santai.
“Baiklah, senyaman kau saja.”
“Sudah lama saya tidak berkunjung kemari. Sebenarnya, saya datang kemari karena ada sesuatu hal yang bisa dikatakan penting. Beberapa hari yang lalu kami menerima kabar bahwa gadis-gadis di bawah umur telah diculik dan dibawa ke daerah terpencil di Bandung,” terang Dayat dan melanjutkan ceritanya.
Abraham mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dayat dengan sangat serius. Kedatangan Dayat ke rumahnya pastinya begitu penting dan butuh bantuan dari dirinya.
“Mas, makanan sudah siap,” ucap Asyila yang tiba-tiba datang.
Abraham mengangguk dan mengucapkan terima kasih karena telah menyiapkan makan sore.
“Ayo kita makan bersama!” ajak Abraham pada Dayat.
Dayat mengiyakan, perjalanan dari Jakarta ke Bandung cukup membuat perutnya lapar.
“Mas, Asyila permisi ke kamar. Ashraf diatas sedang ngambek,” ucap Asyila lirih.
“Siap istriku. Kalau Ashraf sudah tidak ngambek, ajak dia turun!”
“Baik Mas.” Asyila pun bergegas menghampiri putra keduanya yang sore itu sedikit ngambek.
Arsyad yang melihat Bundanya menaiki anak tangga memutuskan untuk menyusul.
Sesampainya di dalam kamar, Asyila terkejut melihat Ashraf yang sudah tidur terlelap.
“Adik Ashraf sudah tidur,” ucap Arsyad.
“Sudah jam segini, apakah Ashraf harus kita bangunkan?” tanya Asyila pada Arsyad.
“Jangan Bunda. Kasihan jika adik Ashraf dibangunkan.
Senyum Asyila mengembang sempurna ketika mendengar jawaban dari putra pertamanya.
“Baiklah, Bunda akan menuruti keinginan Arsyad. Sekarang kesayangan Bunda mandi ya! Apa mau Bunda mandikan?”
“Tidak usah Bunda. Arsyad sudah besar,” balas Arsyad sembari masuk ke dalam kamar mandi.
Asyila berjalan melangkah ke almari pakaian. Ia membuka almari pakaian itu dan mencari pakaian yang cocok untuk dikenakan oleh putra pertamanya, Arsyad.
“Bunda...” Ashraf memanggil Bundanya dengan begitu lirih tanpa membuka matanya.
Asyila tak langsung menjawab serta menghampiri Ashraf karena sedang mencari pakaian untuk Arsyad.
“Bunda!” panggil Ashraf lagi karena Bundanya tak kunjung menghampiri dirinya.
“Sebentar sayang!” seru Asyila dan segera menghampiri Ashraf.
Asyila ikut merebahkan tubuhnya dan menciumi pipi sang buah hati.
“Ada apa sayang?” tanya Asyila.
Ashraf membuka matanya dan mencium pipi kanan sang Bunda.
“Bunda mau mandi,” ucap Ashraf.
Asyila mengiyakan dan mendudukkan sang buah hati.
“Bunda mandiin ya sayang!”
Ashraf mengiyakan dan dengan cepat turun dari tempat tidur. Disaat yang bersamaan, Arsyad keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.
Beberapa menit kemudian.
Asyila bersama kedua putra kecilnya baru saja turun dari anak tangga.
Ternyata Abraham dan Dayat telah selesai menikmati makan sore mereka.
“Sudah selesai makannya?” tanya Asyila.
“Alhamdulillah sudah,” jawab Abraham.
“Masakan nona Asyila sangat lezat,” puji Dayat jujur.
“Tentu saja, karena semua masakan ini dimasak langsung oleh istriku,” sahut Abraham memperjelas status wanita yang memasak semua makanan di meja.
Dayat mengangkat kedua alisnya dan tertawa kecil.
“Iya saya tahu,” balas Dayat.
Prut! Prut!
Semua hening ketika mendengar suara kentut, sementara Ashraf lari secepat mungkin menjauhi mereka yang telah mendengar suara kentutnya.
“Ashraf, kamu kentut lagi?” Arsyad mengejar adiknya karena kelakuan sang adik yang selalu kentut di sembarang tempat.
“Suara tadi saya sama sekali tidak mendengarnya,” ucap Dayat sembari menahan tawanya. 😅🤣
Abraham 💖 Asyila
Semuanya jangan lupa like 💖 komen 👇 dan Vote.
Akan ada hadiah 50 RB untuk 3 orang yang memberikan poin sebanyak-banyaknya di novel Abraham dan Asyila 2 . Berakhir sampai akhir bulan April.
Eits.. Jangan lupa rate bintang 5 dan tambahkan favorit 💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 359 Episodes
Comments
meraung
ada yg tau medsos penulisnya ga ya?
2022-10-19
0
Beci Luna
lanjut....
2021-05-29
0
vina
aku mampir nih, semangat terus up-nya
2021-05-29
1