Asyila sejenak terdiam sembari memberikan waktu untuk wanita tersebut. Ketika pandangan Asyila menunduk ke bawah, ia setengah terkejut mendapati kedua kaki wanita yang duduk tepat disampingnya pecah-pecah serta mengeluarkan darah.
“Saya permisi ke belakang dulu Mbak,” ucap Asyila setengah berlari menuju dapur untuk mencari air hangat.
Asyila mengambil termos dan menuangkan air panas ke dalam sebuah baskom berisi air biasa. Setelah dirasa hangat, Asyila pun kembali ke ruang tamu dengan baskom berisi air hangat serta kain.
“Mbak mau apa?” tanya wanita itu ketika melihat Asyila duduk di lantai sembari menyentuh kakinya.
“Saya hanya ingin membersihkan luka-luka di kaki Mbak,” balas Asyila dengan senyum manisnya.
“Jangan panggil saya Mbak, panggil saja saya Iis! Usia saya baru 18 tahun,” terang Iis pada Asyila.
Asyila terkejut dengan apa yang diucapkan Iis.
Namun, sebisa mungkin Asyila menyembunyikan keterkejutannya.
Ternyata wanita ini bisa dikatakan sangat muda. Tapi, wajahnya terlihat lebih tua dariku.
Apakah hidupnya begitu berat?
Asyila meneteskan air matanya dan dengan cepat menghapusnya.
“Sudah selesai, sekarang Iis makan sama saya ya!” ajak Asyila yang tidak lagi memakai embel-embel Mbak pada Iis, tentu saja itu juga termasuk keinginan Iis untuk tidak dipanggil Mbak.
“Kenapa dunia ini tidak adil untuk saya?” tanya Iis dengan pandangan kosong.
Asyila yang semula terduduk dilantai kini beranjak dari duduknya dan kembali duduk di dekat Iis, wanita yang ternyata lebih muda dari dirinya terlihat mulai terbuka untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dan alasan mengapa dirinya ingin melakukan aksi bunuh diri.
“Kamu ceritakan saja ke saya, insya Allah saya akan menjadi pendengar yang baik,” tutur Asyila.
“Suami saya telah meninggal seminggu yang lalu.”
“Su-suami?” tanya Asyila terbata-bata.
“Iya Mbak. Suami saya telah meninggal seminggu yang lalu, sementara bayi kami yang baru berusia 3 bulan tidak bersama saya lagi,” jelas Iis dan kembali menangis.
Asyila terdiam dan sempat tidak bisa berkata-kata, meskipun ia tidak mengalaminya sendiri. Tapi, berpisah dengan orang yang dicintai sungguh sangat berat dan membuat hati tersiksa.
Di umur 18 tahun Iis sudah menjadi janda dan seorang ibu.
Itu alasannya mengapa Iis ingin mengakhiri hidupnya?
“Maaf, kalau boleh tahu bayi kamu dimana?” tanya Asyila semakin penasaran dengan air mata yang terus mengalir karena ikut larut dalam kesedihan yang dialami oleh Iis.
“Bersama Ibu mertua saya, Mbak. Kedua orang tua kandung saya telah lama meninggal dunia dan saya hanya tinggal berdua dengan nenek saya,” jelasnya.
Iis terus bercerita mengenai kisah hidupnya yang malang dan Asyila begitu serius mendengarkan apa yang dikatakan oleh Iis.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, yang artinya sudah sangat malam untuk Arsyad, Ashraf dan Kahfi tidur di ruang keluarga.
Diwaktu itu pula, Abraham ke kediamannya bersama keluarga kecilnya.
Asyila yang mendengar suara mobil sang suami, bergegas keluar rumah untuk menyambut suami tercintanya yang baru saja tiba.
“Mas Abraham!” Asyila memanggil suaminya sembari berlari kecil mendekati Abraham.
“Assalamu’alaikum!” sapa Abraham dan memeluk tubuh sang istri.
“Wa’alaikumsalam, Mas. Bagaimana pekerjaan Mas tadi?” tanya Asyila dengan manjanya sembari tersenyum manis menyambut kedatangan pria yang teramat dicintainya.
“Alhamdulillah semuanya berakhir dengan baik ketika mendapatkan senyum manis Syila,” jawab Abraham dan menciumi kening Asyila berulang kali.
Sebelum masuk ke dalam rumah, Asyila menceritakan apa yang telah terjadi dan alasannya membawa Iis ke rumah.
Abraham yang mendengar keterangan dari sang istri tidak langsung memutuskan untuk mengiyakan atau menolaknya, pria itu memilih berpikir sejenak karena tak ingin kejadian beberapa tahun yang lalu terulang kembali karena membantu seseorang dan membawanya pulang.
“Bagaimana, Mas?” tanya Asyila karena sang suami masih diam dan belum merespon ucapannya yang panjang lebar.
“Mendengar perkataan Syila membuat Mas sedih, hanya saja kita tidak boleh langsung percaya. Oya, dimana mereka?”
“Anak-anak sudah tertidur pulas di ruang keluarga, Mas.”
Abraham merangkul pinggang sang istri dan menuntunnya masuk ke dalam.
Tak lupa ia mengucapkan salam sebelum masuk ke dalam rumah.
“Anak-anak Ayah ternyata sudah tidur,” ucap Abraham dan mulai menggendong salah satu tubuh buah hatinya menuju kamar dengan pakaian kerja yang masih lengkap dikenakan olehnya.
“Sudah Ayah!” seru Asyila pada suaminya.
Beberapa saat kemudian.
Abraham bersama Asyila berjalan bersama menuju ruang tamu untuk menghampiri Iis yang masih berada di ruang tamu seorang diri.
Abraham yang semula ragu-ragu perlahan percaya dengan apa yang ia lihat ketika sekilas melihat ke arah Iis.
“Sebentar lagi Eko akan kemari dan mengantarkan kamu sampai ke rumah. Jika ada apa-apa hubungi saja nomor ini,” ucap Abraham sembari menyerahkan kartu nama miliknya yang sudah tertera nomor teleponnya.
Iis mengangguk kecil sembari menerima kartu nama milik Abraham. Pikirannya saat itu belum sepenuhnya normal karena terlalu banyak masalah hidup yang ia alami.
Asyila awalnya ingin agar Iis tinggal untuk sementara waktu di kediaman keluarga kecilnya. Namun, Abraham tidak mengizinkan dan menyerahkan semuanya kepada Eko.
“Assalamu’alaikum,” ucap Eko dengan bibir setengah menggigil karena udara malam hari di kota Bandung sangatlah dingin.
“Wa’alaikumsalam!” seru Abraham dan Asyila.
Eko pun masuk dengan melipat kedua tangannya di dada karena begitu dingin setelah mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
“Karena kamu sudah disini, antarkan dia pulang dan pastikan sampai tujuan!” perintah Abraham.
“Baik, tuan muda Abraham!” seru Eko dengan senyum lebarnya.
Asyila mendekat dan memberikan amplop yang tentunya berisikan uang tunai yang jumlahnya cukup banyak untuk Iis.
“Beberapa hari ke depan kita akan bertemu lagi, kamu semangat ya! Aku akan mencari cara untuk membawa bayimu kembali ke pelukanmu,” tutur Asyila.
Iis menangis mendengar perkataan Asyila, rasanya alasan untuk kembali hidup kembali hadir di dirinya. Perkataan Asyila menjadi satu-satunya harapan baginya untuk bisa bersatu lagi dengan bayi mungilnya yang baru berusia 3 bulan.
“Sudah kamu jangan menangis. Insya Allah semuanya akan berjalan dengan baik,” ucap Asyila yang kembali membuat harapan Iis semakin besar.
“Terima kasih, sekali lagi saya ucapkan terima kasih,” balas Iis yang ingin bersimpuh di kaki Asyila. Namun, dengan cepat Asyila mencegah apa yang akan dilakukan oleh Iis.
“Jangan lakukan hal seperti itu, sungguh aku tidak ingin kamu melakukannya!” pinta Asyila.
Abraham mengangguk kecil ke arah Eko memberi isyarat agar sopir pribadinya segera mengantarkan Iis pulang ke rumahnya.
Selepas Iis pergi, Asyila akhirnya menangis di pelukan sang suami. Ia tidak tega melihat apalagi membayangkan bagaimana seorang Ibu berpisah dengan buah hatinya.
“Kenapa menangis?” tanya Abraham yang juga memeluk erat tubuh istri tercintanya.
“Sungguh kasihan nasib Iis, Mas. Kisah Iis membuat Asyila teringat tentang kejadian beberapa tahun yang lalu saat Arsyad....” Asyila menghentikan ucapannya dan kembali menangis.
“Sudah jangan menangis, beberapa hari ke depan kita akan sama-sama membantu Iis dan bayinya bersatu. Sekarang kita masuk kamar karena besok pagi harus bersiap-siap ke Jakarta!” ajak Abraham.
Asyila mengangguk kecil dan tetap memeluk tubuh suaminya.
“Mas gendong ya!” Dengan cepat Abraham mengangkat tubuh istri tercintanya dan membawanya masuk ke dalam kamar.
Abraham 💖 Asyila
Maafkan author yang baru update 🙏🙏.
Untuk selanjutnya author usahakan update tiap hari, untuk kalian jangan lupa like 💖 komen 👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 359 Episodes
Comments
Happyy
💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼
2021-03-09
0
Naila Putri
katanya up lagi Thor
2021-03-05
0
Khilda Faizah Agustin
next thor
2021-03-03
1