Ayah Yang Tak Pernah Menua
Alkisah, Di awal mula tahun 2018 seorang remaja berusia 19 tahun mengikuti lomba karya ilmiah Sains yang sedang di selenggarakan di Sekolahnya. Remaja tersebut bernama Evan ia menjadi salah satu peserta yang ikut dalam lomba karya ilmiah Sains tahun itu.
Dia sendiri mendapati nomor urut 21 yang sebentar lagi akan di panggil, setelah peserta nomor 20 selesai melakukan presentasi. Sambil menunggu panggilan tersebut, Evan pun mengevaluasi lagi karya ilmiahnya dengan ketelitian.
Selang beberapa waktu, ketika Evan masih mengevaluasi karya ilmiahnya. Tak di duga ia dijumpai oleh teman sekelasnya yang rupanya kebetulan sedang melihat pameran Sains dan menyaksikan peserta lomba yang sedang mempresentasikan karya ilmiahnya.
Evan di jumpai oleh seorang perempuan cantik dengan rambut panjang menjuntai yang dikenal sebagai Dewi Sekolah, karena populer di kalangan para pelajar.
Rahel adalah teman dekat Evan, serta Evan menaruh rasa kepadanya.
Disaat itulah Evan merasa canggung sekaligus gugup, karena Dewi Sekolah di sampingnya. Dia sendiri menghampiri Evan dan langsung melihat apa yang akan Evan presentasikan.
Oh ya, nama gadis itu adalah Rahel, hampir lupa, awalnya Evan agak canggung tapi kemudian Evan yang memulainya, ia berkata.
"Hai Rahel apa kabar...?" seru Evan agak sedikit canggung seolah ia menatap ke arah lain.
Rahel membalikkan badan dan menjawab "Hai juga Evan.. kabarku baik hm.. oh ya, bagaimana dengan karya ilmiahmu Evan? Aku mau tau apa hasil karyamu?" ucap Rahel yang ingin tahu karya Sains Evan, dia sampai penasaran dan mendekat ke arahnya.
Seperti merasa terganggu melihat Evan bersamaan dengan Dewi Sekolah, para penonton pria yang sedang fokus menyaksikan presentasi karya ilmiah. kini teralihkan pandanganya kepada Evan dan juga Rahel, yang saat itu sedang membicarakan sesuatu. Mereka melihatnya sambil memelototi Evan dengan tatapan tajam seolah akan menerkam Evan, tapi Rahel tidak mengetahuinya.
Mata Evan melirik sedikit kearah mereka sambil ia berkata dalam hatinya.
"Sebenarnya seberapa benci mereka kepadaku?" ucap Evan bertanya dalam hatinya, karena mengetahui mereka yang sedang mengamatinya.
Evan menjawab perkataan Rahel tadi "Karyaku lumayan menarik hel, entah mereka akan percaya atau tidak!" ujar Evan.
Mendengar Evan menjawabnya yang seakan tak percaya diri, Rahel pun berusaha menasehatinya dengan penuh rasa semangat.
"Evan, akankah kau tau seberapa pun bagus atau jeleknya karyamu! Itu akan mempengaruhimu. Jadi.. kamu harus optimis ya dan jangan menyerah dengan cita-cita mu, aku percaya padamu kok...!" ucap Rahel agar dapat meyakinkan Evan.
"Rasanya sudah lama Rahel tidak berkata seperti itu, apalagi hal yang berhubungan dengan cita-cita," ucap Evan dalam hati.
Mendengar nasehat Rahel barusan, membuat Evan tergugah oleh perkataan Rahel yang penuh dengan semangat dan artian. Kini membuatnya kembali optimis pada karya ilmiahnya.
Waktu terus berjalan, tiba saatnya bagi Evan untuk mempresentasikan karyanya di depan para juri dan juga penilai.
Evan pun naik ke atas panggung diiringi tepuk tangan penonton. Sembari mempersiapkan dirinya pada saat presentasi, Evan lalu menghembuskan nafasnya perlahan agar rileks.
Dengan optimis Evan lalu menjelaskan karyanya kepada penilai dan juri yang dari Universitas Sains hingga akhir.
Beberapa saat setelah Evan selesai mempresentasikan karyanya di hadapan para siswa, juri, maupun penilai. Suasana yang kini di hadapkan nya adalah suasana hening tanpa suara. Juri pun dibuat tak percaya dengan hasil karya Evan yang barusan dia presentasikan. Hingga akhirnya.
Salah satu juri berkata kepada Evan.
"Inikah hasil karya ilmiah mu nak?" sambil melihat pandangannya ke arah meja tempat Evan menaruh hasil karyanya.
"Benar inilah karya ilmiah ku! 'Ramuan Tak Pernah Menua' apa ada yang salah tuan juri?" dengan percaya diri Evan menjawab.
"Maaf, sebagai pihak juri kami disini menilai suatu karya yaitu karya ilmiah Sains. Jika karya tersebut memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut."
1.Dengan data rinci
2.Sesuai dengan beberapa tema
3.Tidak dengan kajian aneh dan nyeleneh.
Evan faham apa yang barusan juri katakan, namun ia lebih memilih untuk diam. Dan Kata-kata juri tersebut sangat menyayat hatinya, pasalnya juri berhenti berkata di bagian nomor 3 padahal masih ada 3 kriteria lagi.
Akhirnya dengan berat hati, juri pun mendiskualifikasi Evan.
Evan yang kini optimis menjadi kesal dengan hasil penilaian juri maupun penilai, ia pun membuktikannya dan mencoba meminum karya ilmiahnya. Pemandu acara yang berada di samping Evan tak menduga, jika Evan akan melakukan aksi yang terbilang nekat itu. Dengan cepat Evan langsung menengguk karya ilmiahnya.
Tak lama kemudian, Evan jatuh pingsan. Lalu ia segera dilarikan kerumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama, karena minimnya beberapa pasilitas dan alat medis di Sekolah.
Beberapa saat kemudian, setelah kejadian terjadi dan Evan sudah di bawa ke rumah sakit, atau sekitar 1 jam sesudah kejadian. Evan pun siuman dan terbangun dari pingsannya. Setelah membuka matanya, orang yang pertama kali ia lihat adalah Ayahnya yang sedang menatapnya dengan raut wajah penuh amarah.
Tak lama kemudian Ayahnya berkata "Evan!! Ayah tak hanya mengundang guru les pribadi untukmu. Ayah juga memudahkan segalanya untuk memudahkan cita-citamu, tapi apa yang Ayah dengar dari gurumu kalau kamu membuat suatu karya ilmiah yang tidak jelas seperti itu, ramuan tak menua. haha Ayah jadi geli mengucapkannya," ucap Rohan memarahi anaknya dan tertawa geli membahayakan karya Evan.
Lalu Evan menjawabnya.
"Ayah benar memang karyaku itu terdengar aneh dan tidak masuk akal ...tapi.. apa Ayah tidak berpikir bahwa itu adalah karyaku, yang sudah aku selesaikan dengan keringat serta usaha. Ayah mala seperti mereka yang hanya bisa mengomentari karyaku tanpa pengetahuan sedikit pun, dan yang lebih keterlaluan lagi adalah, Ayah menanyakan hal itu tanpa memerhatikan dulu keadaanku. Apa itu pantas disebut Ayah!!" nada suara Evan meninggi.
Amarah serta keluh kesah Evan luapkan bersama dengan kata-kata dan hasil jerih payahnya. Dan di dengar langsung di hadapan Ayahnya yang kini termangu seusai Evan berkata demikian.
Dengan nada yang berbeda dari sebelumnya Ayah Evan, ia menghela nafas lalu berkata.
"Baiklah Evan, Ayah minta maaf! Harusnya Ayah tidak langsung memarahi mu tadi, sungguh! Ayah hanya menginginkan yang terbaik untukmu.. itu saja," amarahnya pun memudar dengan raut wajah sayu.
Evan pun sama, ia meminta maaf kepada Ayahnya perihal perkataan tadi yang kurang enak di dengar. Setelah itu ia pun langsung memeluk Ayahnya.
Evan menjawab sambil beranjak bangun dari tempatnya.
"Aku juga minta maaf Ayah, atas apa yang aku katakan tadi. Serta perkataan dariku yang kurang enak di dengar oleh Ayah.. aku minta maaf. Tapi aku memang harus menyampaikan hal tersebut kepada Ayah!" jawab balik Evan lirih namun perkataannya sempat terpotong.
"Iya, Ayah mengerti. Ayah tadi sedang di selimuti oleh rasa amarah sehingga lupa untuk berpikir jernih dan mengendalikan emosi, sampai Ayah membentak mu tadi. Mendengar perkataan mu barusan membuat Ayah sadar sekaligus belajar."
Kemudian mereka berdua pun berbaikan
dan apa yang selama ini Evan pendam dalam perasaannya sudah tersampaikan.
Mungkin ketika kita sedang marah, seseorang hanya bisa mengendalikan emosi sendiri agar apa yang akan dia lakukan seterusnya tidak salah langkah. Dari sini Ayah Evan berhasil menahan amarahnya yang sudah meluap yang tak biasanya ia lakukan.
...****************...
Author butuh saran dari kalian supaya karya Author lebih baik lagi untuk kedepanya.
🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Yuni Triana
mampir thor ... dari Pulang Malu Tak Pulang Rindu 🤗
2022-10-14
1
Rini Antika
Ceritanya seru Kak, aku mampir ya nanti bacanya nyicil, smg berkenan mampir jg k ceritaku..🙏
2022-08-26
1
d'Kiyosaki
cerita yg menarik dan berbeda dari yang lain nya
2022-06-12
1