Mahesa membuka matanya, dia mendapati sang istri masih terbaring lemah di memeluk tubuhnya. Udara dingin terasa menusuk tulang sumsumnya. Hanya bulan yang masih tersenyum memandangi mereka dari ketinggian.
Tanpa berkedip, Mahesa memandangi tubuh polos sang istri. Banyak perasaan yang timbul dalam hatinya. Mahesa merenung, cukup lama. Apa dia terlalu keras pada istri tercintanya itu? Beberapa hari ini Mahesa ingat betul jika dia kerap marah-marah dan menumpahkan segala kekesalannya pada sang istri. Padahal, apa kesalahan yang telah Puspita lakukan?
Tiada orang yang bisa mengerti apa pun yang Mahesa ingin, menuruti segala keinginan yang terkadang tidak masuk akal. Bahkan dengan kedua orangtuanya pun Mahesa sering berbeda pendapat. Tapi ... tidak dengan Puspita. Dan memang karena alasan itulah mengapa hati Mahesa bisa runtuh dan membuat dia begitu tergila-gila dalam mencintai pelayannya.
"Dinda, maafkan aku. Sebagai suami, aku tahu aku begitu keras kepala. Aku sangat egois. Kau tahu, bersamamu aku merasa begitu dihargai, dihormati sebagai kepala keluarga. Hingga semuanya membuat aku menjadi buta. Maaf, seharusnya kau tidak berhak dapatkan balasan yang menyakitkan. Sejak awal semuanya memang kesalahanku. Aku yang terlalu naif," Mahesa membelai rambut istrinya dengan penuh kasih sayang. Tanpa disadari olehnya, bulir bening mengalir di pipinya.
"Kanda," sapa Puspita lembut.
Puspita hampir tidak percaya mendapati suaminya menangis sambil membelai rambutnya. Memangnya ada hal apa?
"Aku baik-baik saja, sayang. Tidak ada apa-apa. Terima kasih, ya. Terima kasih atas segala kesabaran yang telah kau berikan," Mahesa menarik tubuh Puspita ke dalam pelukannya. Mendekap sang istri dengan erat.
Meskipun bingung, Puspita tersenyum manis. Dia membalas pelukan suaminya dengan hangat. Tidak tahu apa yang sedang mengisi kepala suaminya, tapi Puspita senang karena dia tahu Mahesa hanya mencintai dirinya.
"Kita ke kamar, Kanda. Istirahat. Kanda pasti lelah seharian membimbing putri kita," Puspita membenahi pakaian mereka. Lalu kemudian mereka memasuki rumah.
"Dinda, kau punya rencana?" tanya Mahesa.
"Maksud Kanda?"
"Suhita. Terus terang, aku sangat khawatir pada anak itu. Kegemarannya keluar rumah membuatku begitu takut. Lagi pula, dia begitu serupa denganku. Sangat keras kepala."
Puspita telah selesai mengganti pakaiannya. Kemudian duduk di tepi pembaringan, di samping suaminya. Puspita memikirkan resiko baik dan buruknya jika dia bicara jujur pada sang suami, mengenai seluk beluk Racun Waktu yang sedang dia tulis dan akan memberikannya pada Suhita untuk dipelajari.
Ilmu sesat itu ... ah, tidak. Puspita belum punya keberanian untuk bicara sekarang. Dia akan coba pancing suaminya untuk bicara ke arah itu. Tunggu reaksinya.
Puspita melingkarkan tangannya di pinggang Mahesa, "kita memiliki seorang anak yang punya hati yang begitu tulus, gemar membantu sesama. Bukankah menjadi juru sembuh adalah suatu yang mulia, Kanda? Karena itulah selama ini Dinda selalu saja membelanya. Kelak di masa tua kita, Dinda berharap dia terus alirkan kebanggaan."
"Yah, kau benar. Tapi keselamatannya juga merupakan hal penting. Aku akan coba cari penjaga yang tepat," ucap Mahesa kemudian.
"Kanda, maaf. Boleh Dinda berikan saran?"
"Katakan, apa itu? Apa kau punya satu nama?"
"Ah, tidak. Hanya saja, aku minta untuk Kanda memilih seorang pendekar wanita saja. Agar bisa membimbing Suhita, menggantikan posisiku saat aku sedang tidak didekatnya. Tidak perlu berlebihan layaknya pengawal putri bangsawan. Lagi pula, jika ada pria lain selain Kanda di dalam rumah ini, takutnya hanya akan menimbulkan masalah lain saja. Aku ini masih cantik 'kan, Kanda?" Puspita tersenyum, kemudian menggigit lembut Pundak suaminya.
"Hal sekecil itu, tidak luput dari perhatiannya. Ya, Tuhan. Aku sangat beruntung miliki istri yang begitu sempurna. Tidak hanya parasnya yang menawan, Puspita begitu menjaga hatinya untukku. Sungguh, aku tidak pantas diperlakukan seperti ini," dada Mahesa berdebar. Ada sebilah jarum yang menusuk di jantungnya.
"Sudah hampir dini hari, baiknya kita tidur dulu. Besok baru pikirkan langkah selanjutnya. Aku yakin, akan ada orang seperti yang kau inginkan. Semoga saja bisa mengurai kegundahan hatiku. Jika tidak, mungkin kita bisa pikirkan tempat yang lebih aman," ucap Mahesa.
"Iya, sayang. Apa pun keputusannya, aku akan ikut denganmu," Puspita membenahi ranjang, dan mengambilkan selimut bersih untuk suaminya.
Tidak perlu memaksakan kehendak. Karena segala sesuatunya sudah ada yang mengatur. Takdir sudah digariskan, tidak bisa dipaksakan. Letakkan, maka akan terbebas.
Sebelum memejamkan matanya kembali, Mahesa mengecvp kening sang istri. Tanpa banyak bicara lagi, keduanya kembali tertidur sambil berpelukan. Malam yang dingin mengantarkan mereka ke alam mimpi masing-masing.
°°°
"Oh, ah, aduuuhhh ... bagaimana ini. Apa yang bisa aku katakan sekarang. Jauh-jauh kau datang ke tempat ku ini, ada kepentingan apa, wahai anak muda?" seorang wanita paruh baya nampak salah tingkah saat bertemu dengan Mahesa.
Namanya Nyi Gondo Arum. Mantan pendekar wanita yang telah pensiun dan berdiam di sebuah kampung terpencil. Mahesa sendiri mengetahui tempat itu dari cerita ayahnya. Makanya Mahesa datang, tujuannya tentu ingin meminta bantuan.
Nyi Gondo Arum bisa dikatakan meninggalkan dunia persilatan karena terpaksa, dia frustrasi. Setelah anak semata wayangnya meninggal di usia dini. Hingga sebab itu Nyi Gondo Arum penampilannya sudah seperti orang gila saja. Dia suka anak-anak, tapi sebaliknya. Anak-anak akan langsung menangis histeris melihat penampilannya yang begitu kumuh dan tidak terawat.
Sudah berulang kali Nyi Gondo Arum berniat mengadopsi seorang bocah untuk dijadikan anak angkat sekaligus teman di masa tuanya nanti. Akan tetapi hingga Mahesa datang, dia belum bisa memperoleh satu orang anak pun. Jangankan anak kecil, orang dewasa juga akan berpikir ulang jika harus tinggal bersama wanita yang amat mengerikan itu.
Tidak salah jika Mahesa menjatuhkan pilihan pada Nyi Gondo Arum. Selain kemampuan olah kanuragan yang dimiliki sangat tinggi, wanita paruh baya itu juga amat senang pada anak kecil.
"Dengan sekali lihat, pastinya Nyai sudah bisa menebak siapa diriku. Baiknya jangan berpura-pura lagi. Atau untuk lebih meringankan beban pikirmu, aku beri tahu saja jika aku adalah putra Bidadari Dari Utara. Kedatanganku bukan tanpa maksud. Aku ingin ajukan penawaran denganmu," Mahesa tersenyum tipis saat bertatapan dengan Nyi Gondo Arum.
"Oh, dia rupanya. Wahai anak muda, bagaimana aku bisa percaya pada ucapanmu?" tanya Nyi Gondo Arum.
Set! Set!
Tanpa bicara lagi, Mahesa bergerak cepat menyergap Nyi Gondo Arum. Pedang di tangannya bersinar, berkelebat mengincar jantung Gondo Arum.
"Ah, Sepuluh Langkah Pedang?!" Nyi Gondo Arum terperangah ketika ujung pedang Mahesa telah terasa begitu dingin menempel di pangkal lehernya.
"Pengasuh?! Ahahaha! Tentu saja aku bersedia. Katakan, katakan apa syaratnya. Untuk cucu seorang Rengganis, aku pasti akan lakukan apa pun yang kau inginkan," dengan wajah yang begitu berbinar, Nyi Gondo Arum langsung menyanggupi tawaran Mahesa, sedetik saat Mahesa selesai bicara.
"Kau begitu mengenal ibuku. Maka dari itu, aku sangat yakin jika Nyai akan bisa berikan perlindungan terbaik untuk anakku. Terus terang, istriku hanya wanita biasa yang sama sekali tidak bisa ilmu bela diri."
"Ah, itu tidak penting. Katakan saja apa syaratnya, aku sudah tidak sabar ingin menggendong anakmu."
"Syaratnya sangat gampang. Cukup dengan Nyai merubah penampilan. Gunakan pakaian dan dandanan yang pantas, maka aku akan izinkan," tegas Mahesa.
Nyi Gondo Arum memandangi tubuh dan pakaiannya. Dia juga meraba-raba wajah kemudian rambutnya. Sesaat kemudian, wanita paruh baya itu menyeringai.
"Baik. Akan aku lakukan," selesai bicara, Nyi Gondo Arum melompat ke belakang. Menyambar handuknya yang tergantung berdebu. Dia mandi di pancuran agar tubuhnya tidak bau. Pakaiannya juga di ganti. Dia mengenakan pakaian sederhana tapi bersih. Dalam sekejap mata tampilan Nyi Gondo Arum berubah drastis. Yang mulanya menyerupai setan gentayangan, berganti menjadi sosok wanita desa yang begitu ramah.
"Aku begitu mendambakan miliki seorang anak. Bisa merawat anakmu, sungguh suatu penghormatan bagiku. Aku bersumpah, akan pertaruhkan nyawaku demi untuk keselamatannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Wedus Gembel
keuntungan ganda ini selain dijaga pasti diajari juga ilmu nyai Gondo Arum
2022-05-06
0
Konjing Masin
bagaimana dgn nasib putri kerajaan selatan yg demen jg dgn mahesa, kok gak diceritakan lg???
2021-05-16
4
pembaca budiman
seharusnya kan mahesa masih memiliki rumput laut tiga warna yang bisa menambah atau membangkitkan tenaga dalam lagi thor
2021-02-10
3