Klan mata hantu, merupakan salah satu organisasi penggali informasi. Pasukan mereka tersebar di pelosok kota-kota besar sebagai mata-mata yang akan menjual berita penting pada mereka yang berani bayar mahal. Sebagian besar anggota mata-mata tersebut ialah mereka yang telah begitu nyaman berada di dalam tempat tersebut. Dengan kata lain, mata hantu merekrut para penghianat. Tidak di sangka, di dalam kota bilah api telah dimasuki oleh mata-mata dari dari klan mata hantu tersebut.
"Bo*doh! Dasar tidak berguna, bagaimana bisa kau digagalkan oleh seorang anak yang baru menetas? Sungguh kau membuatku marah!" Durantra, pimpinan cabang rahasia organisasi mata hantu di kota bilah api.
"Kakak, anak kecil itu putra Dewi Api," bisik seorang mata-mata yang lain.
"Celaka! Bagaimana bisa, kali ini kalian sangat bo*doh dan go*blog sekali. Lalu sekarang apa kalian punya rencana?" Durantra bertolak pinggang seraya menunjuk wajah mereka semua. Belum juga lama mereka berhasil memasuki kota bilah api, sekarang harus berurusan dengan pendekar paling populer di kota itu.
"Kakak, ini adalah kesalahanku. Maka izinkan aku untuk untuk menyampaikan pendapat lebih dulu."
"Klan kita memiliki semboyan 'Datang dan Pergi', kita datang tanpa mereka ketahui lalu kemudian pergi tanpa disadari. Aku tidak ingin, karena hal ini kita hanya bisa datang dan tidak bisa pergi lagi. Baik, aku kabulkan permintaanmu. Dumbala, ini merupakan kegagalan misimu. Maka cepat lakukan yang kau anggap terbaik. Apa pun itu, aku tidak perduli. Ingat, cepat pergi cepat kembali," tegas Durantra.
Harusnya Dumbala dijatuhi hukuman mati. Gagal dalam misi sama saja dengan membuka kedok organisasi. Tapi Durantra merasa jika terlalu berlebihan untuk terburu-buru mencelakai Dumbala. Karena jika kali ini dia tetap gagal, tanpa harus dirinya maka Dewi Api sudah pasti senang sedia untuk melakukannya.
Dumbala membungkuk hormat, menghaturkan banyak terima kasih atas kebaikan hati saudara seperguruannya itu. Dumbala yakin, kalau saja bukan karena memandang guru mereka, pasti Durantra sudah memerintahkan eksekusi mati untuk dirinya. Saat itu juga, Dumbala beserta empat orang rekannya yang juga gagal dalam misi yang sama mereka kembali memasuki kota bilah api.
"Kakak Dumbala, jika saja bukan karena aku yang mengusulkan untuk memancing Dewi Api dengan seragam resmi kita, aku yakin kejadiannya tidak akan seperti ini. Dewi Api tidak mungkin curiga pada klan kita," Madaya mengungkapkan penyesalannya atas semua yang terjadi. Memang, mereka punya kesalahan masing-masing.
Dumbala tidak membahasnya, dia fokus untuk bisa menemukan si pemilik toko pakaian untuk bisa selesaikan urusan. Dengan begitu, mereka bisa secepatnya berpindah tempat dan pergi dari kota bilah api. Bukan karena mereka takut pada Dewi Api ataupun pasukan dari Padepokan Api Suci, melainkan ini lebih berhubungan dengan masa depan mereka dalam klan.
Setibanya tiba di kota bilah api, Madaya bergegas pergi untuk melihat-lihat kondisi terbaru toko pakaian yang sempat menjadi arena pertarungan mereka. Berharap bisa menemukan satu petunjuk dari sana. Ada kemungkinan seorang pelayan yang menghilang, kembali datang untuk mengambil atau memeriksa barang mereka yang tertinggal. Madaya telah mengingat seluruh wajah karyawan toko tersebut, hingga dia yakin tidak akan kesulitan untuk menemukan mereka.
Madaya menyamar sebagai pedagang asongan, hingga dia bisa dengan bebas mendekati segala tempat tanpa ada yang curiga. Madaya terus bergerak menyusuri jalanan di sekitar lokasi kejadian untuk mencari tahu perihal toko pakaian yang terbakar.
Satu hal yang tidak dia sadari, ialah keberadaan seorang pendekar yang mengawasi setiap pergerakannya. Orang itu berada cukup jauh dari posisi Madaya, tapi dia bisa mendengar dengan jelas atas semua yang Madaya bicarakan. Orang itu tidak lain adalah Elang Putih.
Ya, Elang Putih telah mengawasi lokasi di mana putranya hampir menjadi korban kejahatan. Bahkan dia datang jauh lebih awal dari pada Madaya, hingga seluruh gerak-gerik yang Madaya lakukan tidak luput dari perhatian Mahesa yang terus mengikuti langkah kaki Madaya ke mana pun menuju.
"Hei, tunggu!" Madaya memanggil seorang yang langsung berlari saat melihat dirinya dari kejauhan.
Mahesa yang melihat orang itu berlari ke arahnya, segera menyiapkan rencana pada orang tersebut. Dengan kecepatan tinggi, orang yang dikejar Madaya berlari memasuki persimpangan jalan.
Tep! Mahesa menangkap pundak orang itu dengan sangat cepat. Menarik dan membawanya melompat ke dalam satu ruangan. Kemudian, seorang yang telah Mahesa bayar berlari ke dua arah yang berlawanan. Dengan demikian, Madaya akan kebingungan untuk menemukan jejaknya.
"Siapa kau?" orang yang berada di dalam cengkeraman tangan Mahesa berusaha untuk berontak, tapi sia-sia. Dia menemukan tubuhnya kaku seperti sebatang kayu bakar.
"Kau tidak mengenali aku?! Yang benar saja. Coba lihat baik-baik," Mahesa memutar posisi orang yang dibawanya hingga mereka tidak lagi saling beradu punggung.
Darah di dalam tubuh pria itu berdesir, saat dia melihat wajah orang yang menangkapnya. Tidak bisa dipungkiri jika dirinya mengenali wajah itu. Ya, wajah seorang pendekar ternama, wajah menantu dari pimpinan Padepokan Api Suci. Siapa yang tidak kenal Pendekar Elang Putih? Terutama bagi pendekar seperti dirinya.
"Tuan, kau ..." pria itu hendak bersandiwara.
"Tidak perlu berpura-pura, lawan bicaramu bukanlah seorang anak kecil. Baiknya bicara secara kesatria," Mahesa memotong pembicaraan orang tersebut, "Pilihanmu tidak banyak, jika tidak cepat untuk segera putuskan, maka aku anggap kau mengambik pilihan paling buruk. Dan kau tahu hal terburuk dalam kehidupan ialah kehilangan kehidupan itu sendiri."
Orang yang tidak lain merupakan pelayan toko pakaian tersebut menelan ludah yang terasa pahit. Dia tidak menemukan kalimat ancaman pada perkataan Mahesa, melainkan berupa keputusan yang tidak bisa diubah. Hidup atau mati.
"Baik, asal kau menjamin keselamatanku maka aku akan bicara. Tapi jika tidak, apa ubahnya nanti dan sekarang. Menunda kematian hanya dalam dua hari, tentu bukanlah keputusan yang bijak," dari gaya bicaranya, nampak orang itu berusaha menekan Mahesa.
"Aku akan mengeluarkan isi kepalamu, lalu melihat apa yang tersimpan di dalam otakmu. Bagiku itu bukanlah hal yang sulit," Mahesa mengangkat tangannya, mengatur energi tenaga dalam yang mengikat tubuh si pelayan toko.
Mahesa membalut tubuh orang itu dengan gelembung kristal es, membuatnya mengecil lalu kemudian menyimpannya. Dalam kebekuan penjara es, maka setiap orang yang masuk akan merasakan kedinginan. Setelah itu akan tertidur dalam waktu yang tidak diketahui seberapa lama, pokoknya sampai Mahesa mengeluarkan mereka. Dan saat mereka tertidur itulah, Mahesa akan memasuki alam mimpi para tawanannya untuk bisa gali informasi. Sangat mudah.
Selesai satu poin, maka Mahesa akan lakukan hal lain yang juga secepatnya harus diselesaikan. Yakni menangani mata-mata dari klan mata hantu. Salah satunya ialah Madaya yang saat ini pasti sedang kesal karena telah ditipu mentah-mentah.
Tidak lama kemudian, Mahesa telah berada di angkasa. Bergerak mencari Madaya. Sungguh, merupakan pekerjaan yang sangat membosankan. Ternyata menjadi seorang mata-mata merupakan pekerjaan yang sangat berat. Selain resikonya sangat besar, juga pekerjaan ini membosankan. Hanya mereka orang-orang yang sabar, baru bisa melakukannya dengan bijak. Tidak heran, jika setiap berita rahasia akan dijual dengan harga yang sangat tinggi.
"Ah, sial! Bukankah itu Pendekar Elang," Madaya tersentak saat menyadari ada bayangan yang berkelebat menghampirinya. Dengan segenap kemampuan, dia segera berlari menyelamatkan diri.
"Huuhhh ... huuhhh ..." Madaya mengatur napas setelah berlari cukup jauh. Dia berhasil mencapai jalan rahasia milik klan mata hantu. Di sana, tidak mungkin bisa di jangkau oleh Elang Putih. Madaya tinggal menunggu rekannya kembali.
Hari mulai berangsur senja saat Dumbala dan seorang lainnya bergerak menyelinap ke dalam gua. Dumbala nampak terkejut saat menemukan Madaya sudah ada di dalam.
"Kau ... mengapa cepat sekali? Apa kau sudah temukan sesuatu?" Dumbala duduk dan memberi sekerat roti pada Madaya, "Kau terlihat begitu lapar, itu tandanya sejak siang kau sudah ada di sini."
Madaya menghela napas sejenak sebelum memulai ceritanya. Jika dia berhasil memergokinya seorang anak buah Ki Wijen (pemilik toko pakaian), tapi tidak berhasil mengorek keterangan karena dia kehilangan jejak. Kemunculan Pendekar Elang Putih beberapa waktu kemudian, menimbulkan kecurigaan bahwa suami Dewi Api tersebut ikut campur dalam hal ini.
"Wajar saja! Apa kau sudah lupa saat kebakaran di toko pakaian milik Ki Wijen, anak Pendekar Elang ada di sana. Pastinya, dia menganggap jika kita sengaja membuat masalah dengan keluarganya," Dumbala menepuk jidat.
"Kakak, bukannya kita memang inginkan hal ini. Kita berhasil memancing Pendekar Elang untuk mencari kita, mengapa tidak sekalian cari kesempatan untuk celakakan dia?"
"Semprul !!! Kau pikir gampang? Kita butuh bantuan klan pusat. Baru pikirkan hal itu!" bentak Dumbala.
"Tidak perlu repot-repot, aku sudah di sini!" suara seorang di balik dinding gua mengejutkan mereka semua. Pasti Pendekar Elang Putih. Bagaimana dia temukan tempat ini?
Elang Putih tersenyum tipis, dia mengucapkan terima kasih pada ketiga orang anggota klan mata hantu, karena telah bekerja sama dalam menuntunnya menemukan jalan rahasia tersebut. Madaya membawa untuk dia menjangkau pinggir kota, lalu kemudian Dumbala yang menunjukkan pintu masuk ke dalam jalan rahasia.
"Kalian hampir celakai anakku. Apa pun masalahnya, aku tidak perduli. Lagi pula, organisasi sesat terselubung semacam kalian memang perlu dibasmi," Mahesa tersenyum masam, sebelum kemudian di tangannya muncul sebilah pedang dengan simbol Padepokan Api Suci.
Bagi Mahesa saat ini, tidak begitu penting mengenai latar belakang dan alasan yang membuat klan mata hantu dan toko pakaian berselisih paham. Maksud kedatangannya ialah untuk menyelesaikan mereka yang berani mengusik keluarganya. Jika berhasil pecahkan kasus hukum, anggap saja sebagai bonus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Thomas Andreas
eksistensi sang anak mahesa
2022-04-02
1
Fadlil Januar
karya yg bagus, alur ceritanya tidak membosan kan,,semangat tor..
2021-11-14
3
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Emang mantab sambi ☕
2021-02-04
3