Tanpa ampun, Dewi Api langsung membakar markas cabang klan mata hantu setelah mengobrak-abrik tempat itu dan tidak menemukan apa pun yang dia cari.
Si jago merah berkobar, menyala dan melahap segala yang ditemuinya. Kekuatan tenaga dalam inti api milik Dewi Api memang tidak mengenal kompromi. Sekali dihentakkan maka akan langsung menjatuhkan korban. Sementara, Mahesa diam saja. Dia tidak ikut serta dalam penghancuran itu. Lagi pula, tidak akan ada hal positif yang bisa timbulkan keuntungan untuk mereka.
"Aku menduga jika pemilik toko pakaian itu merupakan bagian dari mereka. Karena masalah tertentu, makanya mereka saling celakai," ucap Mahesa ketika Dewi Api telah selesai dengan aktivitasnya. Markas klan mata hantu telah hancur dan hanya menyisakan puing-puing.
"Kau punya informasi?" tanya Dewi Api. Dia duduk di sebelah suaminya. Ya, memang setelah menghabisi Durantra, Mahesa hanya duduk santai sambil menyaksikannya istrinya membabat habis kekuatan klan mata hantu berikut membumi hanguskan markas mereka.
"Tidak. Hanya saja, aku menangkap seorang pelayan di toko pakaian itu," kemudian Mahesa menjelang tentang pelayan yang sekarang berada di dalam kurungan kristal es miliknya.
"Mengapa belum kau lakukan?! Suamiku, kau ini ... huuhhh !!!" Dewi Api mengepalkan tangannya di depan wajah Mahesa.
Mahesa beralasan belum sempat untuk memproses tawanan tersebut. Dia belum punya banyak waktu sekadar untuk gunakan kemampuan tranparansi mimpi.
"Baiklah-baiklah! Terserah kau saja! Terserah!" Dewi Api berdiri dan hendak berjalan pergi.
"Mau ke mana? Tunggu dulu ..." Mahesa menangkap lengan Dewi Api.
"Apa lagi?"
"Kita kembali datangi toko pakaian di kota itu. Aku yakin, di dalamnya tersembunyi sesuatu yang besar. Kau punya kuasa untuk masuk ke tempat itu tanpa menimbulkan banyak pertanyaan. Ayo," Mahesa terus menarik Dewi Api. Sepasang suami istri muda itu menuju pusat perbelanjaan kota.
Dengan bersama Dewi Api yang merupakan tokoh khusus di Padepokan Api Suci tentunya Mahesa tidak perlu banyak mulut untuk menjawab semua tatapan mata dari mereka, baik pihak padepokan atau pun juga prajurit kerajaan yang sedang melakukan investigasi. Dewi Api memiliki kuasa atas segala kekacauan atau pun hal lain. Sementara, Mahesa hanyalah seorang menantu. Dia bukan anggota padepokan ataupun pejabat pemerintahan. Jika saja ikut campur dalam masalah itu, tentu merupakan tindakan yang melanggar hukum. Paling tidak, orang-orang akan menganggap Mahesa sebagai seorang yang serakah dan hanya mencari muka.
Dugaan Mahesa tidak meleset. Ketika mereka berdua tiba di toko pakaian tersebut, ada beberapa orang yang berjaga sekaligus menggali informasi di tempat kejadian.
"Dewi Api, silahkan. Senang rasanya, tugas seperti ini, kami mendapatkan perhatian langsung darimu," Brangas, kepala penyelidikan kasus membungkuk hormat.
"Aku dan suamiku ingin masuk dan melihat-lihat. Tentu saja aku butuh izin dari kalian," Dewi Api menatap satu persatu para pendekar yang sama-sama merupakan anggota dari Padepokan Api Suci.
"Ah, kau jangan bicara begitu. Memangnya kami ini siapa? Nona Dewi jangan terlalu berlebihan," seorang pejabat pemerintah yang menjawab.
"Baik terima kasih. Kalau begitu, kami akan masuk terlebih dahulu," Dewi Api menoleh pada Mahesa yang berdiri di belakangnya. Dengan satu anggukan kecil mengajak suaminya itu untuk segera masuk.
Mahesa membungkuk hormat, mengucapkan terima kasih pada para petugas. Dia mengikuti langkah sang istri masuk ke dalam. Meskipun kenyataannya kemampuan sepasang suami-istri tersebut bukanlah untuk diukur pada mereka yang ada, tapi secara tata krama hal semacam itu sangat wajar untuk dilakukan. Memang, dunia politik sangatlah berbeda. Di mana semua orang diwajibkan untuk berperan dan bersandiwara.
Di dalam ruangan, suasana sangat gelap gulita. Lampu penerangan yang ada sudah hancur dan hangus terbakar. Bangunan tiga lantai itu sudah seperti bangunan pra sejahtera saja dilihat pada malam hari.
"Mengapa kita harus diawasi? Sialan! Mereka pikir, siapa mereka?! Besok aku akan cabut segala kewenangan yang mereka punya. Dan larang mereka untuk datang, menyebalkan!" Dewi Api menggerutu karena merasa kalau langkah mereka dibatasi. Para petugas itu lagi-lagi mengawasi yang mereka lakukan.
"Apa kau temukan sesuatu yang aneh?" bisik Dewi Api kemudian. Mereka sudah memeriksa di semua lantai, tapi yang ditemukan hanyalah puing-puing bekas kebakaran. Tidak lebih.
"Emmm, istriku. Menurutmu, ada berapa lantai bangunan toko ini?" tanya Mahesa saat mereka tiba di lantai paling atas.
Dewi Api mendongakkan kepalanya, memeriksa tiang bangunan yang dilebihkan panjangnya. Sepertinya sang pemilik merencanakan untuk menambah jumlah lantai suatu saat nanti.
"Oh, ya. Apa lantai ghaib di atas sana? Suamiku, kau jangan bercanda. Tentu saja bangun ini hanya ada ti ..." Dewi Api tidak melanjutkan kalimatnya. Dia melangkah menuju sudut ruangan. Dan wanita itu menemukan hal yang janggal.
Jumlah tiang dan bentuknya berbeda dengan lantai bawah. Dua lantai, yakni lantai dua dan tiga memiliki kesamaan, sementara lantai dasar sangat berbeda. Ada kemungkinan, di bawah lantai dasar terdapat satu lantai rahasia yang lain. Lantai bawah tanah, yang menyimpan misteri itu. Dan tugas mereka ialah menemukan jalan untuk ke sana.
Mahesa mengangguk, seakan telah mengetahui atas apa yang bermain di dalam benak sang istri. Untuk memastikan, keduanya kemudian kembali ke lantai dua. Petunjuk itu semakin jelas saja.
"Kita cukup mengitarinya satu kali lagi di lantai bawah. Apa pun yang kita temukan, besok saja dilanjutnya aku yang akan ambil alih kasus ini," ucap Dewi Api.
"Tidak perlu. Aku rasa, kita sama sekali tidak terlibat dalam masalah ini. Klan mata hantu punya masalah internal organisasi mereka. Andaipun kita temukan sesuatu, maka apa yang bisa kita lakukan?" Mahesa mengangkat bahu.
"Hei, pria ban*sat! Mengapa kau selalu saja menyebalkan?! Coba katakan, apa rencanamu," ingin rasanya Dewi Api menghantam wajah suaminya itu yang selalu saja membantah apa yang dia katakan.
Tiba-tiba Mahesa menyodorkan wajahnya pada Dewi Api. Dewi Api hampir saja melayangkan tangan, untung saja instingnya sebagai seorang pendekar menunjukkan jika ada telinga lain yang juga sedang mencari tahu. Dewi Api paham, Mahesa hanya berpura-pura minta dicivm, untuk mengalihkan perhatian saat dia membisikkan sesuatu. Dewi Api segera melakukan apa yang diinginkan oleh suaminya.
Sikap Dewi Api selalu berbeda jika Mahesa sering bersama dengannya. Karena memang itulah yang dia inginkan. Bahkan kalau bisa, setiap hari dan setiap saat, Mahesa terus berada di sisinya.
Setelah berpelukan beberapa saat, keduanya kemudian turun dan berniat pulang. Dewi Api mengatakan pada Brangas, jika dalam tiga hari belum bisa pecahkan kasus ini maka dia akan mengambil alih.
"Dewi Api, apa maksudmu? Jika kau temukan sesuatu, mengapa tidak beritahu kami? Namamu pasti akan disebut dan jasa besarmu akan selalu diingat. Bukankah ini untuk kepentingan bersama?" Brangas mengerutkan dahinya mendengar penuturan Dewi Api.
"Anggap kau pandai bicara, tapi aku tidak suka setiap langkah kakiku terus diawasi. Itu menandakan kalian mencurigaiku. Dan kau tahu 'kan aku pantang untuk dihina. Suamiku, kita pulang," Dewi Api kemudian menggandeng tangan Mahesa meningkatkan Brangas dan anggota.
"Kurang ajar! Dia terlalu memandang kita dengan sebelah mata. Lihat saja, aku akan buktikan jika kita juga bisa!" Brangas mendengkus kesal. Mereka kemudian segera bekerja lagi. Diantara mereka, ada yang menelusuri arah yang Mahesa dan Dewi Api tempuh, berharap menemukan sesuatu seperti yang mereka dugakan.
°°°
Malam itu, Mahesa dan Dewi Api bersama seperti biasa. Raka Jaya pun nampak ceria, menceritakan segala hal yang dia dapatkan pada ayahnya. Ya, keluarga kecil itu tidak nampak sedang dalam gejolak. Mereka tenang-tenang saja. Hanya Mahesa saja yang merasakan sedikit adanya kejanggalan. Dewi Api sangat manis, pasti ada yang disembunyikan. Sungguh, Mahesa merasa kasihan pada istri pertamanya itu. Ambisinya terlalu besar, hingga dia menyakiti dirinya sendiri.
"Istriku, kau benar-benar menemui pimpinan padepokan untuk mengambil alih kasus ini?" tanya Mahesa memastikan sekali lagi.
Dewi Api tertawa kecil. Tentu saja tidak. Dewi Api hanya menggertak saja, dengan begitu dia berharap Brangas bisa bekerja lebih cekatan. Lagi pula, mana mungkin Dewi Api tertarik pada kasus tidak penting seperti itu. Untuk lakukan penelusuran karena telah libatkan Raja Jaya, bukankah ada suaminya yang bisa diandalkan?
"Raka, ayah dan ibu pergi dulu, ya. Kau jangan nakal," Mahesa mencivm kedua pipi anaknya sebelum pergi.
"Iya, ayah. Hari ini, kakek akan mengajari aku cara memanah. Nanti kalau aku sudah besar, akan tangkapkan seekor rusa yang besar untuk ayah dan ibu," ujar Raka Jaya penuh semangat.
Mahesa tertawa menyemangati putranya. Dia yakin, Wana Abiyasa akan mampu membentuk Raka Jaya menjadi seorang pendekar layaknya sang ibu.
"Tempat apa ini?" Dewi Api memandang berkeliling.
"Tidak tahu, tapi yang pasti orang itu ada di sini," Mahesa memetikkan jarinya dan seketika kristal es muncul kemudian pecah. Seorang pria tergeletak di tanah sambil terbatuk-batuk. Dia adalah pelayan toko pakaian, anak buah Ki Wijen.
Wajah orang itu terlihat sangat buruk saat mendapati ada Dewi Api dan Elang Putih sekaligus duduk di depannya. Bukan berita bagus. Jangankan dirinya, itu artinya keluarganya pun sedang dalam masalah. Jika ingin tetap hidup, tentunya dia butuh cara yang paling bijak.
"Tidak usah banyak bicara, suamiku sudah tahu semuanya. Kau hanya perlu untuk tunjukkan etikad baik. Kecuali jika mencoba untuk menjadikan hayalanmu dalam dunia nyata," kalimat Dewi Api menyambut sang pelayan saat dia kembali pada kesadaran penuh.
"Aku sudah katakan apa yang aku ingin. Pendekar Elang, kau akan membantuku 'kan?"
"Tidak akan ada orang yang bisa menyentuhmu, selama kau bersama kami. Sekarang, ayo jalan!" ucap Mahesa yang langsung disambut dengan gembira oleh pelayan toko pakaian yang mengaku bernama Sukoco.
Sukoco akan mengantarkan Mahesa pada Ki Wijen. Pemilik toko pakaian yang merupakan orang berpengaruh dalam klan mata hantu. Ki Wijen keluar organisasi kemudian melarikan diri dengan menyamar menjadi seorang pedagang di kota bilah api. Segudang rahasia tersimpan pada sosok pria tua itu. Makanya, klan mata hantu begitu inginkan nyawa Ki Wijen.
Mahesa dan Dewi Api ingin bertemu dengan Ki Wijen, karena mereka berdua sangat yakin, ada hal besar yang sedang direncanakan oleh kelompok Ki Wijen ataupun klan mata hantu di kota bilah api.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Thomas Andreas
dewi api mengamuk
2022-04-02
2
Deby Cinta
ceraikan sj si dewi api...perempuan kasar
2021-02-04
7
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Ditunggu up ☕
2021-02-04
4