"Apa Raka sudah tidur?" Mahesa hendak menengok Anaknya itu.
"Jangan ganggu, dia baru saja terlelap. Sepertinya dia sangat capek. Ikuti aku," Tapi Dewi Api menarik untuk segera mengikuti langkahnya pergi. Mahesa menghela napas sebelum akhirnya menurut. Benar kata orang, pria itu harus banyak mengalah pada wanita. Beruntung, Mahesa masih bisa melakukannya sejauh ini.
"Aku peringatkan sekali lagi. Jangan coba-coba sentuh Anakku dengan dekat. Apa lagi coba-coba ajari dia kemampuan energi milikmu itu. Aku tidak pernah restu! Kau memang Ayahnya, tapi dia adalah Anakku. Harus kau camkan itu! Awas!" Dewi Api bicara sambil menatap penuh intimidasi.
"Kalau begitu, beri aku seorang lagi. Maka dia akan ku jadikan Anakku," Mahesa mencubit dagu istrinya.
"Dua, tiga, empat. Berapa pun, jika terlahir dari rahimku, kau tidak berhak! Urus saja Anak dari istri kesayanganmu itu. Mengapa harus menunggu besok? Mengapa tidak malam ini saja? Pulang sana!"
Mahesa menahan emosinya. Setiap saja Mahesa akan kembali pada Puspita, Dewi Api pasti selalu saja begitu. Marah-marah tidak jelas, bahkan bicaranya itu sengaja untuk menyinggung hati Mahesa. Rasa tidak senang itu, dia tunjukkan secara terang-terangan. Apa lagi, jika mereka hanya berdua saja. Habislah Mahesa!
Dewi Api akan manis jika ada Raka Jaya dan saat mereka bermain di atas ranjang saja. Meskipun begitu, tetap saja Mahesa menyayangi istri pertamanya itu dengan sepenuh hati. Mahesa tahu, dalam hati Dewi Api masih belum bisa rela harus berbagi suami dengan wanita lain. Dia cemburu bila Mahesa bersama Puspita. Makanya selalu marah-marah dan bicara yang menyakitkan hati. Semuanya, memang cerminan dari rasa cinta dan sayang sebagai seorang istri yang tidak rela suaminya berada dalam pelukan wanita lain. Dewi Api sangat takut kehilangan Mahesa. Hanya saja, Dewi Api merupakan tipe orang yang tidak pandai bersandiwara dengan berpura-pura manis.
Mahesa juga mengakui ini sebagai kesalahannya, dia yang telah memulai. Memutuskan untuk mendua adalah keserakahan terbesar dalam hidup Mahesa. Maka dari itu, apa pun yang terjadi dia akan menanggung segala beban. Tidak perduli pada kalimat Dewi Api kerap merendahkan dan bahkan menginjak harga dirinya. Tidak ada bedanya, rasa sayang Mahesa pada Dewi Api maupun Puspita. Karena mereka berdua adalah sama-sama istrinya. Mahesa harus mengesampingkan diri sendiri, dan lebih memikirkan masa depan anak-anak mereka yang semakin hari semakin tumbuh besar. Dia tidak ingin, anaknya yang akan menanggung derita karena keretakan rumah tangga. Itu lebih menegaskan jika dia gagal sebagai kepala keluarga.
"Istriku, kau jangan bicara begitu. Bagaimanapun juga, aku ini adalah suami yang kau sayang. Kau jangan kasar-kasar, takutnya aku tidak bisa tahan nanti. Akan ku balas menyiksamu saat kau di bawah," Mahesa nyengir kuda, sambil menggoda istrinya untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan.
Plaaak! Dewi Api menampar pipi Mahesa menyisakan rasa pedar di sana.
"Dasar pria sialan! Kau pikir aku takut pada ancamanmu itu? Kau akan bawa banyak oleh-oleh untuk istri kesayanganmu itu," wanita itu kemudian merangkul dan menggigit pundak dan leher sang suami dengan sangat kasar tapi penuh gelora. Dewi Api hendak menunjukkan pada Puspita untuk tidak terlalu berbangga hati menjadi istri kedua.
"Tidak lama lagi, kau akan terima akibatnya," Mahesa segera membopong sang istri memasuki kamar. Di sana, dia akan menunjukkan siapa yang lebih bisa menghajar dengan garang. Mahesa tidak sungkan memberi rasa sakit, karena memang Dewi Api menginginkan hal gila itu. Hingga dia bisa lebih lama merasakan 'bekas aksi' sang suami, saat sedang ditinggalkan pada istri kedua.
Pagi-pagi sekali, Dewi Api telah membawa Raka pergi dari padepokan. Dia hanya memberi kesempatan pada Mahesa untuk melihat sang buah hati beberapa detik saja, itu pun sebelum Mahesa benar-benar terbangun. Meskipun sekujur tubuhnya terasa begitu linu Dewi Api memaksakan dirinya untuk membawa Raka untuk olah raga.
"Ayah, jangan lama-lama perginya. Raka pasti akan merindukan Ayah!" lambaian tangan Anaknya, Mahesa simpan di dalam sanubari.
"Iya, Ayah janji. Hati-hati Anakku!" Mahesa membalas lambaian tangan Anaknya.
"Huuuhhh ..." Mahesa menghembuskan napas berat.
Jujur saja, Mahesa kurang cocok dengan cara Istrinya yang demikian. Terlalu membatasi hubungannya dengan Raka, padahal Raka adalah anak kandungnya, darah dagingnya. Lagi-lagi Mahesa dipaksa untuk bersabar. Pernah dia mencoba untuk membicarakan hal itu secara baik-baik, tapi tetap saja Dewi Api bersikeras dan tidak mengizinkan Mahesa untuk sekadar membawa Raka Jaya jalan-jalan keluar padepokan kecuali jika bersama dengannya.
Sebagai seorang pendekar, Mahesa merasa sangat resah. Dia memiliki segudang kemampuan yang sukar dicari tandingannya, dia ingin anak-anaknya nanti mewarisi apa yang dia miliki selama ini. Mahesa ingin menjadi guru bagi anak-anaknya. Tapi ... apa mau dikata. Yang bersama dengannya saat ini Suhita Prameswari sama sekali tidak mau belajar olah kanuragan. Putri kecilnya itu justru lebih tertarik untuk menjadi tabib dan hanya mempelajari ilmu pengobatan.
Danur Cakra Prabaskara tinggal bersama sang Kakek. Dan jelas dia berada dalam bimbingan pengajaran Kakek dan Neneknya. Mahesa? Tidak diperbolehkan untuk ikut campur. Raditya beralasan jika dia ingin mengangkat murid kedua. Dan dalam hal ini, tentu kemampuannya nanti akan bisa seperti Mahesa. Itu tidak dipungkiri, Mahesa juga tidak meragukannya. Karena hasil yang didapat akan sama saja walaupun dia yang mengajar.
Satu-satunya harapan Mahesa ialah Raka Jaya Supena, tapi apa mau dikata. Keputusan Dewi Api sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Mahesa tidak diizinkan untuk ikut menyalurkan energi dalam perkembangan kemampuan Raka. Memang Dewi Api akan dibantu oleh Wana Abiyasa dalam membimbing bocah itu, Mahesa tidak perlu khawatir akan kualitas kemampuan anaknya nanti, dia pasti bakal tumbuh kuat dengan kemampuan yang sukar menemukan lawan. Tidak ubahnya Dewi Api saat sekarang.
Mahesa masih terus melamun di atas punggung kuda. Perjalanan pulang kali ini terasa begitu membosankan. Tidak ada rasa riang di dalam hati Mahesa, yang ada gumpalan rasa kekecewaan. Ya, Mahesa merasa sangat tidak berguna sebagai seorang lelaki. Masa untuk menundukkan seorang istri saja tidak mampu. Sebenarnya, siapa yang menjadi kepala keluarga? Jika seorang suami adalah kepala keluarga, mengapa harus tunduk di bawah kehendak istri?
Eeeaaakkk !!!
Mahesa menarik tali kekang kudanya secara mendadak. Membuat alat transportasi yang gagah tersebut sampai mengangkat kedua kakinya depannya cukup tinggi. Beruntung Mahesa cepat tanggap, hingga tidak terjatuh dan sang kuda segera tenang kembali.
"Ya, Tuhan. Ini tidak benar, aku tidak boleh berpikir begitu," Mahesa memejamkan kedua matanya, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan gemuruh di dalam jiwanya.
Tidak! Mahesa harus segera mengusir iblis di dalam hatinya. Jangan sampai dia terpedaya oleh hasutan rendah seperti itu. Mahesa segera turun dari punggung kudanya dan menuju gentong air yang sengaja disiapkan oleh penduduk untuk minum mereka yang melintas.
Mahesa mengambil gayung dan meminum sedikit air, sisa air di dalam gayung dia gunakan untuk mencuci muka dan membasahi kepalanya. Mahesa ingin segera mendinginkan otaknya. Saat Mahesa kembali hendak mencibuk air, samar-samar mata Mahesa melihat ada cahaya putih berkelebat di dalam air.
Bukan, itu bukan di dalam air. Melainkan bayangan benda yang terayun ke arahnya. Ya, seseorang menyerangnya dari belakang. Dengan sigap Mahesa segera menghindar. Tidak semudah itu bisa menyentuhnya.
Braaakkk !!! Kendi air hancur berserakan.
Seorang pendekar membabat kendi itu dengan sangat cepat. Pedang di tangannya mengkilap menyilaukan diterpa sinar Matahari.
"Singa Mendeleng, apa masalahmu?!" Mahesa menyipitkan mata, mengenali orang yang menyerangnya.
"Hahaha! Teman lama, aku merasa sangat tersanjung, rupanya kau masih mengenaliku. Apa kabarmu, Elang Putih?" Singa Mendeleng menyeringai seram. Memperlihatkan giginya yang tajam dan tidak terawat.
"Sudah hampir satu tahun aku tidak mencampuri urusan dunia persilatan, aku sangat tidak berharap bertemu dengan orang-orang seperti dirimu. Apa kau bersedia membebaskan aku?" tanya Mahesa.
Singa Mendeleng tersentak kaget. Ekspresi wajahnya terlihat dipenuhi ribuan tanda tanya. Tapi kemudian, dia tertawa lebar.
"Hahaha! Teman lama, apa aku tidak salah dengar?! Mengapa begitu cepat kau pensiun? Atau goyangan dahsyat istrimu semalam membuat tubuhmu lemas dan tidak memiliki tenaga untuk bertarung?" Singa Mendeleng menunjuk bekas merah di leher Mahesa yang tidak bisa disembunyikan. Penjahat itu terus tertawa mengejek. Dia juga mengatakan kalau Mahesa suami takut istri yang setiap hari kerjaannya bersembunyi di balik ketiak istri. "Hahaha! Kau sedang mencetak anak kedua, ya?"
Sejauh ini, yang dunia persilatan ketahui ialah bahwa Mahesa hanya miliki seorang istri, yakni Dewi Api. Mereka tidak pernah melihat keberadaan Mahesa di dunia persilatan dan hanya sesekali nampak di dalam padepokan, semuanya menduga jika Mahesa hanya berlindung di balik tingginya tembok dan ketatnya penjagaan Padepokan Api Suci semata, tanpa tahu jika Mahesa juga memiliki seorang istri di tempat lain.
"Aku tidak boleh membuat wajah jelek ini curiga jika sebenarnya aku baru saja meninggal Padepokan Api Suci," Mahesa membatin.
Dia tidak ingin mencelakakan Puspita dan juga Putrinya. Jika saja ada seorang yang tahu, maka keselamatan Puspita dan Putrinya akan terancam. Puspita sekarang hanyalah seorang wanita biasa. Sangat lemah dan sama sekali tidak memiliki kemampuan olah kanuragan. Untuk melindungi diri saja, dia tidak bisa. Apa lagi harus menjaga keselamatan Suhita.
"Hahaha! Dugaanku benar, ya? Memangnya kau melakukan berapa ronde tadi malam? Ah, kau sama sekali tidak kasihan pada istrimu," ledek Singa Mendeleng sekali lagi.
"Aku melakukannya sampai pagi pun, apa urusannya denganmu? Dasar tidak tahu diri. Bicara kau sekali lagi, maka Aku akan mencabik mulut busukmu itu!" tidak ada pilihan lain, Mahesa harus melakukan perlawanan.
Kemarin-kemarin Mahesa tidak lagi mau mengotori tangannya dengan darah, itu karena istrinya sedang mengandung. Mahesa tidak mau terjadi hal-hal yang tidak baik pada anaknya. Tapi sekarang kasusnya lain. Jika Mahesa menunjukkan hal yang mencurigakan, takutnya banyak orang yang akan mencari tahu banyak hal di balik itu. Mahesa tidak ingin membahayakan Puspita dan Putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Thomas Andreas
mencoba membaca lg
2022-04-02
1
fiki_zulfikar channel
joooooooos
2021-08-19
2
@elang_raihan.Nr☕+🚬🐅🗡🐫🍌
Sippp thor ☕ lagi
2021-02-01
3