"Aku pernah temui pola labirin yang sama. Aku yakin, kita mengambil jalan yang tepat," ucap Mahesa.
"Aku tahu. Tapi alangkah baiknya kalau kau tidak lanjutkan ceritamu. Terus jalan dan temukan titik terakhirnya," jawab Dewi Api ketus.
Dewi Api pernah dengar mengenai cerita yang Mahesa maksud. Selain bersama Belibis Putih, saat itu Mahesa juga didampingi oleh Puspita. Dewi Api hanya tidak ingin mendengar Mahesa menyebut nama Puspita di hadapannya. Itu saja alasannya.
"Aku tidak yakin, orang-orang itu jauh lebih cerdas darimu. Lihat saja, mereka baru saja muncul," Mahesa dan Dewi Api menghentikan langkah mereka.
Seyogyanya, para pengikut Ki Wijen akan mencegat Mahesa dan Dewi Api. Tapi karena Mahesa telah ketahui jalan yang lebih pintas, membuat mereka harus memutar arah agar bisa membuntuti dan menghadang di tempat lain.
Semakin banyak lebah yang muncul, itu tandanya semakin dekat pula dengan sangkarnya. Cukup dengan memancing arah di mana lebah itu muncul, maka di arah yang sama akan ditemukan letak sangkar persembunyiannya.
"Mau kemana orang-orang bodoh itu? Bukannya mendekati kita, justru mengambil arah yang lain. Atau jangan-jangan mereka tidak tahu kalau ..."
"Sssttt!" Mahesa menyilangkan jari telunjuknya di atas bibir, "bukan mereka tidak menduga kita berada di tempat ini. Kau tahu, apa yang akan dilakukan oleh semut saat lubang mereka dalam bahaya?"
"Anggap saja kau lebih teliti. Lalu, sekarang apa lagi yang kau tunggu?" Dewi Api cepat menarik pundak Mahesa untuk berdiri dan segera menyusul anak buah Ki Wijen.
"Luar biasa! Ternyata kalian pandai juga memilih persembunyian. Hampir saja kami terkecoh," Dewi Api bertepuk tangan saat mendarat di sebuah cugung batu, tidak jauh dari mulut gua.
Sontak, para pendekar yang berjaga-jaga di sekitar gua sangat terkejut. Tiba-tiba saja, orang yang mereka tunggu kedatangannya sudah berada di dekat pintu gua tanpa ada seorang pun dari mereka yang menyadari.
"Sebenarnya, kami tidak memiliki kepentingan dengan kelompok kalian. Akan tetapi, salah satu dari kalian telah membawa kami ke tempat ini. Jadi, tentu saja sekalian kami cari tahu," ucap Dewi Api. Tentu saja dia menyudutkan Sukoco yang telah menjebak keduanya hingga tiba di gua laba-laba.
"Tidak perduli siapa pun kalian, apa pun maksud dan tujuan kalian datang. Sekali telah menginjak tanah labirin, maka tidak ada kesempatan untuk bisa kembali," sesumbar pimpinan pasukan.
"Mana pimpinan kalian, Ki Wijen?! Terus terang, aku sudah bosan mengotori tanganku dengan darah. Apalagi darah pendekar receh seperti kalian," Dewi Api mengibas-ngibaskan tangannya, seolah mengusir debu kotor di tubuhnya.
"Anjing kurap! Besar sekali mulutmu. Anak-anak cepat tangkap mereka!" teriak pimpinan pasukan, memerintahkan anak buahnya untuk segera menyerang.
Dewi Api menatap dengan tajam, memperhatikan orang-orang yang menyerangnya dengan menggunakan formasi aneh. Jika saja, formasi seperti itu diterapkan oleh pasukan padepokan atau bahkan yang lebih besar yakni pasukan kerajaan, pasti akan sangat efektif. Mereka menggunakan kombinasi antara tameng besi dengan serangan dari pedang atau tombak yang di gunakan. Gelombang serangan yang mereka gunakan, membentuk labirin yang rumit dan mampu mendesak lawan hingga terpojok. Pastinya hal tersebut akan sangat merepotkan bagi mereka yang tidak memiliki pukulan tenaga dalam yang tinggi. Akan tetapi teknik apa pun itu, tentu tidak ada artinya bagi seorang pendekar setara Dewi Api. Tameng besi yang keras dan tebal itu hancur berkeping hanya dengan satu ayunan tangan.
Dalam beberapa gerakan saja, belasan orang yang menyerangnya telah tergeletak tanpa bisa lakukan perlawanan lagi. Tameng besi berikut senjata tombak dan pedang mereka hancur berkeping-keping.
"Hei, sialan kau! Tidak membantu istrimu, paling tidak lakukan hal yang berguna. Mengapa diam saja, menonton dan ongkang-ongkang kaki di situ? Menyebalkan!" Dewi Api memaki melihat suaminya hanya duduk saja, tanpa melakukan apa pun.
Mahesa diam saja. Sedikit pun dia tidak berniat untuk menjawab omelan sang istri. Beruntung, suasana hati Dewi Api beberapa hari ini sedang baik. Dia bahkan jarang marah-marah, setidaknya pada sang suami. Di padepokan, Dewi Api lebih memfokuskan diri untuk melatih anaknya. Meskipun Wana Abiyasa setiap hari melatih secara khusus, tapi tetap saja Dewi Api ikut mengajari teknik bertarung pada Raka Jaya. Harus diakui, teknik yang Dewi Api ajarkan adalah teknik bertarung yang dia adopsi dari cara bertarung yang Mahesa lakukan.
"Mengapa kau biarkan mereka lolos? Belakangan ini kau begitu berbaik hati," komentar Mahesa.
Dewi Api hanya melirik ke arah Mahesa sekilas, kemudian memandangi punggung pengawal Ki Wijen yang lari tunggang-langgang ketakutan. "Darah mereka hanya mengotori tangan saja. Aku bosan membunuh para kroco."
Mahesa manggut-manggut mendengar jawaban Dewi Api. Sambil berjalan memasuki pintu gua, Mahesa membersihkan debu-debu yang menempel di jubah yang Dewi Api pakai. Membuat Dewi Api mengulum satu senyum kecil.
"Itu pasti bagian dari mereka!" tunjuk Mahesa.
Sepasang suami istri muda itu langsung meluncur masuk lebih dalam. Mereka melewati para pengawal yang berjaga dengan kecepatan tinggi. Tidak ingin berlama-lama, keduanya segera menerobos masuk ke dalam ruangan utama.
Di sana, telah berkumpul puluhan orang. Diantara mereka adalah para pendekar pilih tanding. Benar dugaan Mahesa, Ki Wijen dan kelompoknya sedang melakukan gerakan bawah tanah untuk melakukan suatu rencana yang besar. Pantas saja, pria tua itu begitu diburu oleh klan mata hantu. Atau jangan-jangan klan mata hantu yang sebenarnya adalah yang berada di bawah kendali Ki Wijen? Buktinya, para pendekar yang ada di tempat itu jauh lebih kuat dan pada mereka yang berada di cabang klan mata hantu.
Puluhan pasang mata para pendekar yang ada segera tertuju pada Mahesa dan Dewi Api yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka. Pria paruh baya yang berpakaian biasa itu pasti Ki Wijen. Gayanya berpakaian tidak jauh berbeda ketika dia berada di kota bilah api sebagai pedagang pakaian.
"Kalian ... apa yang kalian lakukan di sini?!" Ki Wijen menunjuk ke arah Dewi Api dan Mahesa.
Bisa dikatakan, tidak ada pendekar di ruangan itu yang tidak mengenali sepasang pendekar yang datang. Banyak dari para pendekar itu yang kerap bolak-balik kota bilah api, tentu mata mereka begitu familiar pada sosok Dewi Api. Dan sekarang, secara tiba-tiba dua pendekar itu sudah berdiri di dalam ruangan. Apa tujuan mereka?
"Pendekar Elang, Dewi Api. Kami tidak pernah dengan sengaja membuat masalah dengan kalian. Lalu mengapa kalian datang dan menghajar pasukan kami?" Jalu Rancang, seorang pendekar yang dikenal sebagai penguasa labirin segera bicara.
"Salah satu anak buah kalian, dengan sengaja membuat kami tersesat hingga hampir celaka di dalam gua laba-laba. Kemudian setelah itu juga sesatkan kami di dalam labirin sialan. Memberi air teh, juga ditaburi racun. Apa itu belum cukup alasan untuk kami datang ke sini?" Mahesa mengangkat sebelah alisnya.
"Ya, lagi pula kami sangat yakin, jika kalian pasti punya rencana busuk terkait kota bilah api. Jangan berpikir kami tidak temukan ruang rahasia di bawah toko pakaian milikmu, Ki Wijen," Dewi Api ikut bicara, membuat raut wajah Ki Wijen jadi berubah.
"Tidak usah berbelit-belit. Katakan saja apa yang kalian mau, hingga jauh-jauh datang ke tempat kami," ujar Ki Wijen berpura-pura tenang.
"Apa perlu dijawab? Baiklah. Aku akan katakan. Pertama, aku ingin tahu mengapa klan mata hantu memburumu. Lalu yang kedua, mengenai perkumpulan kalian ini. Cepat serahkan segala informasi sesuai peraturan yang berlaku. Jika tidak jelas, maka istriku ini miliki wewenang untuk mengusut, membubarkan, bahkan menghukum kalian semua. Jika kalian kooperatif, maka percayalah. Dewi Api itu tidak sesangar namanya. Tapi jika sebaliknya, maka jangan salahkan aku jika pula harus ikut campur," Mahesa menyodorkan tangannya, meminta Ki Wijen segera memberikan apa yang dia minta.
Ki Wijen dan seluruh pendekar yang ada di ruangan itu saling bertukar pandang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
Thomas Andreas
mantaaapp
2022-04-02
1
Susi Ana
jempol hadir, mampir ya
2021-02-07
4
Junaidi Al Banjari
mantap... jangan lama-lama up-nya
sambil nunggu author nulis, mari kunjungi
novel ILMU TUJUH GERBANG ALAM SEMESTA
yang menceritakan kisah Rajawali Merah manusia berkekuatan setengah dewa
2021-02-06
8