Matahari semakin menampakkan dirinya, seorang pria yang tengah menyisir rambutnya dengan rapi tidak berhenti tersenyum sejak tadi. Beberapa jam yang lalu ia memenangkan tender besarnya dan berhasil membuat Tuan Atala bekerja sama dengannya.
"Aku akan memberitahu Papa kabar gembira ini." gumam Rey meraih jasnya yang tersampir di kursi rias yang ada di hadapannya saat ini.
Ketukan pintu membuat Rey memusatkan perhatiannya ke arah sana, "Sellin ada apa?" tanya Rey sesaat setelah ia membuka pintu kamarnya.
"Tuan Vino." Sellin mengatur napasnya sejenak sebelum kemudian ia melanjutkan ucapannya. "Tuan Vino mengalami serangan jantung dan sekarang sedang kritis."
"Apa?" suara Rey terdengar begitu terkejut, kemarin papanya masih baik-baik saja, lalu kenapa tiba-tiba terkena serangan jantung?
"Iya pak, Zayn baru saja menelponku."
"Kemasi semua barang-barangmu, kita akan kembali ke Bandung sekarang juga." ujar Rey kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil kunci mobil dan juga Koper miliknya.
***
"Syaa, a-aku sudah menghubungi Sellin. Tolong jangan beritahu Kak Rey jika aku yang menyebab Papa terkena serangan jantung." ucap Zayn memelas seraya mengatupkan kedua tanganya di dadanya memohon.
"Tapi kalau Rey bertanya aku harus menjawab apa?" Tasya terlihat sedikit bingung, ia merasa kasihan dengan Zayn namun ia tidak bisa membohongi suaminya.
"Aku tidak tau Syaa. Aku tidak mencintai gadis itu, bagaimana bisa aku menikahinya." tatapan sendu Zayn membuat hati Tasya sedikit luluh, ia mengusap lengan adik iparnya tersebut.
"Zayn, aku juga pernah merasakan apa yang kau alami saat ini. Saat dijodohkan oleh papaku, aku menetang perjodohan itu. Aku bahkan menolak keras, karena aku tidak mencintai calon suamiku. Namun kau bisa lihat sekarang, seiring berjalannya waktu aku mulai mencintai Rey, walaupun banyak masalah yang kami hadapi saat itu. Tapi kami bisa melaluinya bersama." ucap Tasya menatap Zayn yang juga menatapnya, "Zayn, pernikahan tidak selamanya harus berlandaskan cinta. Toh orang-orang yang menikah setelah lama berpacaran atau saling mencintai terkadang berpisah juga. Kita tidak tahu seperti apa takdir yang telah di gariskan Tuhan kepada kita, mungkin dengan cara ini kau bisa menemukan cinta sejatimu."
"Tapi Syaa, kau tahu kan jika aku hanya mencintai Avra. Hanya dia yang ada di hatiku saat ini." pungkas Zayn, ia masih pada keyakinannya jika Avra lah cinta sejatinya.
Tasya menghembuskan napas singkat, "Huh, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku tahu kau sangat mencintai Avra, tapi sampai kapan kau akan seperti ini. Sampai kapan kau mencintai wanita yang bahkan keberadaannya saja kau tidak tahu." tangan Tasya kembali mengusap lembut lengan adik iparnya sebelum kemudian ia melanjutkan perkataannya, "Zayn, aku juga tidak ingin memaksamu menikahi gadis itu, tetapi semua ini harus kau pertimbangkan lagi dengan baik. Aku juga tidak tahu seperti apa reaksi Rey jika tahu gadis yang papa tabrak mengalami kelumpuhan dan kehilangan ingatannya."
Sejenak Zayn terdiam merenungi ucapan Tasya yang menurutnya ada benarnya juga, bukan ingin menyerah tapi ia sudah merasa lelah mencari keberadaan Avra yang sampai saat ini ia tidak ketahui. Mungkin memang sudah seperti ini jalan takdir Zayn, menikah dengan gadis lumpuh itu.
"Syaa." suara yang terdengar dari lorong rumah sakit membuat perhatian Zayn dan Tasya teralihkan ke arah sana. Dilihatnya Rey yeng tengah berjalan menghampiri mereka dengan terburu-buru, diikuti Sellin di belakangnya.
"Kak Rey." Zayn menelan ludahnya, ia menoleh ke arah Tasya dengan tatapan memelas dan memohon agar wanita itu tidak memberitahu kepada Rey jika ia penyebab papanya terkena serang jantung.
"Rey." Mata Tasya membelalak, ia belum siap menjawab semua pertanyaan yang akan ditanyakan padanya nanti.
"Syaa, apa yang terjadi dengan Papa? Kenapa tiba-tiba papa terkena serangan jantung?" Rey menatap lekat kedua manik mata istrinya, mendesak wanita itu agar segera menjawabnya. Namun Tasya hanya terdiam, bibirnya mengatup, bingung harus menjawab apa.
"Zayn." Rey menoleh ke arah adiknya saat tidak mendapatkan satu jawabanpun dari istrinya.
"Kak, ma-maaf." kepala Zayn tertunduk, ia tidak sanggup melihat sorot mata tajam Rey yang dilemparkan padanya.
"Zayn, apa yang kau lakukan pada papa?" guncangan keras di rasakan oleh Zayn setelah kakaknya tersebut mengguncang dan mencengkram kuat kedua lengannya.
"Ma-maafkan aku kak. Aku tidak sengaja." kepala Zayn semakin tertunduk dalam. Sekali lagi Rey mengguncang tubuh adiknya tersebut lebih keras dari sebelumnya, pun matanya yang ikut menajam. "Katakan apa yang kau lakukan kepada papa!" teriaknya, kedua manik mata Rey terasa memanas dan mulai berkaca-kaca.
"Sa-sayang." Tasya hendak mengusap lengan suaminya, namun ucapan pria itu membuat niatnya terurungkan.
"Jangan ikut campur." serunya tanpa mengalihkan padangannya ke arah Tasya.
"Katakan Zayn!" Mata Rey yang memerah dan air mata yang sudah penuh, kini jatuh tanpa seizinnya.
"Aku, akan membunuhmu jika hal buruk terjadi pada papa."
"Kak." Zayn mengangkat kepalanya, menatap Rey yang masih menatapnya dengan tatapan bengis.
"A-aku menyesal kak. A-aku akan menikahi gadis itu, aku akan memberitahu papa jika aku menerima tawarannya untuk menikahi gadis itu. Aku akan menikahinya kak." Zayn berucap dengan nada gementar, seiring dengan air matanya yang ikut terjatuh, menyesali perbuatannya terhadap papanya. Seandainya ia langsung menerima tawaran papanya, pasti pria paru baya yang telah merawatnya itu tidak akan terbaring lemah di ruang ICU.
"Apa maksudmu?" Dahi Rey mengerut dalam, tidak dapat mencerna dengan baik perkataan adiknya barusan. Menikah? Kenapa Zayn harus menikahi gadis itu? pertanyaan yang memenuhi kepala Rey saat ini, ia kembali menatap Zayn mendesak adiknya tersebut untuk segera menjawabnya.
"Papa memaksaku menikahi gadis itu, karena gadis itu lumpuh dan kehilangan ingatannya." ucapan Zayn terhenti, ia menyeka air matanya, "Papa menyuruhku menikahi gadis itu, dengan begitu Papa bisa menebus semua kesalahannya." sambungnya.
"Astaga." Dengus Rey seraya menggeleng kepalanya,
"Aku berjanji kak, aku akan menikahi gadis itu. Aku akan merawatnya seperti yang diinginkan papa." ujar Zayn dengan tubuh yang terlihat gemetar, ia takut jika Rey akan memukulinya lagi.
Tatapan tajam Rey berubah menjadi sendu, seketika ia memeluk adiknya tersebut, "Apa kau yakin dengan keputusanmu?"
"Iya kak, a-aku sangat yakin." ujar Zayn melepas pelukannya. Walau sebenarnya ia belum sepenuhnya yakin namun apa yang bisa ia lakukan sekarang? tidak ada yang membelanya dan bahkan menanyakan perasaan yang ia rasakan saat ini. Kini ia hanya bisa menerima dan menjalani takdir yang sudah dituliskan untuknya.
***
Beberapa jam kemudian, kondisi Om Vino masih belum membaik namun pria paru baya itu telah melewati masa kritisnya. Begitu pun dengan gadis yang menjadi korban kecelakaan itu, ia sudah kembali siuman.
"Pa, maafkan Zayn." ucap Zayn mencium punggung telapak tangan papanya yang terbalut infus. Pun Rey yang hanya berdiri mematung di samping ranjang Papanya, menatap sendu papanya yang terbaring lemah.
"Papa, bangunlah. Zayn akan menuruti semua perkataan Papa. Zayn akan menikahi gadis itu. Bangunlah Pa, Zayn minta maaf." tubuh Zayn bergetar menahan tangisnya.
"Zayn, sudahlah. Ayo kita keluar, biarkan Papa beristirahat." Zayn mengangguk, ia meletakan tangan Papanya yang ia genggam di atas sisi kiri pria paru baya itu.
*
"A-apa yang terjadi denganku? Kenapa kakiku masih sulit digerakan? Kenapa aku tidak bisa mengingat satu kejadian pun?" seru gadis tersebut kepada dokter Andre yang berdiri di samping ranjangnya. Wajah wanita itu sudah dipenuhi air mata, ia tidak bisa memahami apa yang terjadi dengannya saat ini, ia juga tidak bisa mengingat satu hal pun di dalam hidupnya.
"Nona, tenanglah. Kau habis mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu. Dari kecelakaan tersebut, kakimu mengalami kelumpuhan." tutur dokter Andre merasa iba.
"Tidak, aku tidak mau. Kembalikan kakiku, aku ingin berjalan." Gadis tersebut mendesis saat mencabut infusnya dengan paksa dan hendak turun dari sana.
"Sus tolong cegah pasien." ujar dokter Andre, kepada dua orang perawat yang berdiri di seberang sisi ranjang gadis tersebut.
"Baik dok."
Dengan terpaksa dokter Andre kembali menyuntikan obat bius di tubuh wanita itu, hingga lambat laun tubuh gadis itu melemah seiring dengan matanya yang terasa berat.
"Pasang infusnya kembali." seru dokter Andre kemudian ia berlalu dari sana.
Ceklek, suara handle pintu membuat perhatian Rey, Tasya dan juga Zayn teralihkan. Dengan segera Rey menghampiri dokter Andre dan menanyakan kabar tentang gadis tersebut.
"Aku kembali memberikan obat bius padanya. Dia masih sama seperti pertama kali tersadar, dia belum bisa menerima kondisinya." tutur dokter Andre.
"Lalu apa yang bisa kami lakukan dok?" Rey kembali mengajukan pertanyaannya
"Mendatangkan kelurga pasien, mungkin dengan melihat keluarganya. Pasien akan lebih tenang."
"Tapi dok, aku sudah mencari keluarga gadis itu. Namun kami tidak menemukannya, bahkan pihak kepolisianpun tidak menemukan identitas wanita itu dengan jelas." ucapan Rey membuat dokter Andre terdiam, mencoba mencari cara lain.
"Kita bisa memanipulasi data pasien, kalian bisa berpura-pura menjadi keluarganya agar pasien merasa lebih aman dan tenang jika mengetahui masih memiliki keluarga."
Tasya menggeleng kepalanya, "Tapi itu bukan ide yang bagus dok. Bagaimana nanti jika ingatan gadis itu pulih, kita akan mendapatkan masalah besar." timpal Tasya.
"Tenang Syaa, gadis itu akan segera menjadi keluarga kita. Setelah dia siuman, kita akan menemuinya." ujar Rey.
"Eum, Baiklah." jawab Tasya seraya melirik singkat ke arah Zayn yang hanya berdiri mematung. Setelah merunding dan mengambil keputusan tersebut, dokter Andre berpamitan pada Rey untuk kembali ke ruangannya.
.
.
.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa like dan komennya yah kak Readers 🤗❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
anggita
👍👍👌
2021-07-11
0