Setibanya di bandara, Zayn langsung mencegat taksi. Dan menyuruh supir taksi tersebut untuk membawanya ke rumah sakit yang telah diberitahu oleh tante Kinaya sebelumnya. Sepanjang jalan pikiran Zayn berkelana kemana-kemana, ia menyalahkan dirinya atas semua masalah yang menimpah keluarganya saat ini. Ia juga menyesali perbuatannya beberapa hari yang lalu terhadap Clara.
"Aaaghht." Zayn mengusap kasar wajahnya, ia begitu bingung. Haruskah dirinya menerima perjodohan itu? Tapi sudah sangat terlambat, Tuan Dev telah marah besar padanya. Pun Clara yang tidak bisa di hubungi lagi, mungkin wanita itu telah mengganti nomor ponselnya.
Hampir 30 menit Zayn menempuh perjalanan, kini pria itu telah tiba di rumah sakit yang ia tuju. Dilihatnya beberapa orang polisi yang baru saja keluar dari rumah sakit dan masuk ke dalam mobil, tak berselang lama Rey ikut keluar dari dalam rumah sakit dan menghampiri polisi tersebut.
Dahi Zayn menyernyit dalam, dengan segera ia melangkahkan kakinya menghampiri kakaknya.
"Kak Rey." panggilnya, seketika Rey menoleh.
Brukk, satu kepalan tangan mendarat mulus di tubuh Zayn hingga membuat pria itu menjerit kesakitan.
"Kenapa kau ke sini? Lihatlah Zayn. Karena ulahmu, Papa harus menghadapi semua ini." Seru Rey mengeraskan suaranya, ia hendak memukul adiknya itu namun seorang polisi mencegahnya.
"Maafkan aku kak." Air mata yang ditahannya sejak tadi, kini tumpah tanpa seizinnya.
"Aku tidak akan pernah memaafkanmu." ketus Rey dengan napas yang menderu, ia sangat begitu kesal terhadap Zayn.
"Tuan Rey, ayo segera ke kantor polisi bersama kami untuk memberi kesaksian." ujar seorang polisi yang masih berada di sana, sedangkan polisi lainnya sudah membawa Om Vino ke kantor polisi beberapa menit yang lalu
"Hubungi Deni, dan mintalah untuk segera ke kantor polisi." ucap Rey menatap Zayn bengis, sebelum kemudian ia ikut masuk ke dalam mobil polisi dan pergi dari sana.
"Aaghhhttt." Sekali lagi Zayn berteriak dengan sekencang-kencangnya, tubuh pria itu tersungkur ke tanah bersamaan dengan air mata yang masih setia jatuh dari kedua pelupuk matanya. Zayn mengacak-acak rambutnya, ia menyesali semua kejadian ini, sangat menyesalinya.
"Ha-hallo Den. Huhuhuh." Zayn masih terisak-isak, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan, berusaha mengontrol emosinya.
"Zayn, ada apa? Apa yang terjadi denganmu? Kau dimana sekarang?" tanya Deni dari seberang telepon.
"A-aku di rumah sakit Den. Den, kak Rey memintamu untuk segera ke kantor polisi."
"Apa Om Vino di bawa ke kantor polisi?" Mata Deni membulat dengan sempurna, ia begitu terkejut.
"Iya Den, tolong papaku."
"Iya Zayn. Aku akan segera ke sana." ucap Deni.
Zayn memutuskan sambungan teleponnya, lalu ia berusaha untuk berdiri dengan sisa-sisa tenaganya. Kemudian menyusul papa dan juga kakaknya ke kantor polisi.
***
Rey yang baru saja tiba di kantor polisi, segera masuk ke dalam sana, mencari papanya yang tengah di interogasi. Sedangkan Om Vino, pria itu berusaha untuk tetap tenang dan menjelaskan semua kejadian yang terjadi padanya. Tak berselang lama, Deni ikut menerangkan apa yang ia ketahui.
"Pak, kami akan bertanggung jawab atas semua kerugian yang dialami korban. Kami juga akan membiayai semua pengobatan korban." ujar Rey memohon, ia tidak ingin ayahnya masuk penjara apalagi di saat usia ayahnya yang seperti ini.
"Mohon maaf tuan Rey. Tapi kami harus tetap menjalankan hukum pidana terhadap tersangka."
"Pak, kami akan menjamin semuanya. Aku akan membiayai pengobatan dan kehidupan korban sampai benar-benar sembuh." tegas Rey masih dengan tatapan memohon.
"Baiklah pak, kami akan melakukan penanggungan penahanan terhadap tuan Vino, namun tuan Vino harus tetap wajib lapor sampai korban dinyatakan sembuh."
"Ba-baik pak. Terima kasih." ucap Om Vino. Pria paru baya itu bangun dari duduknya, dan menjabat tangan polisi tersebut.
"Rey." Mata Om Vino kembali berkaca-kaca, menatap anak sulungnya itu lekat sebelum kemudian ia memeluk tubuh kekar Rey, "Terima kasih nak, maafkan papa karena telah banyak merepotkanmu."
"Papa." Rey melepaskan pelukannya seraya menggeleng-geleng kepalanya, "Aku tidak merasa direpotkan, ini sudah kewajibanku sebagai anak papa."
"Terima kasih nak." Om Vino mengusap air matanya, ia begitu sangat terharu.
Sedangkan seseorang yang tengah berdiri di pintu masuk ruangan tempat Om Vino diinterogasi, hanya bisa terdiam mematung menyaksikan apa yanh baru saja terjadi diantara papa dan juga kakaknya.
"Aku memang tidak berguna dan hanya bisa menyusahkan keluargaku." hembusan napas berat keluar dari mulut Zayn, pria itu menyeka sisa-sisa air matanya, kemudian memutar tubuhnya dan pergi dari sana.
"Den, terima kasih sekali lagi. Aku telah mengganggu istirahatmu." Rey menatap Deni yang berdiri di hadapannya.
"Kak Rey tidak perlu berterima kasih. Ini sudah menjadi kewajibanku sebagai seorang saksi." ucap Deni.
"Baiklah, ayo kita pergi dari sini." ujar Rey kepada Deni dan juga papanya.
Deni dan Rey menjabat tangan polisi yang bertugas saat itu, sebelum mereka benar-benar pergi meninggalkan tempat tersebut.
***
"Sedang apa kau di sini?" ketus Rey saat mendapati Zayn duduk di kursi tunggu rumah sakit.
"Kak Rey, Papa." Zayn mendongak, dan langsung beranjak berdiri.
"Papa, maafkan Zayn." Zayn hendak memeluk Papanya namun Rey langsung mencegahnya.
"Kemana saja kau selama ini? Kenapa kau baru datang untuk meminta maaf sekarang? Apa kau sudah merasa puas membuat Papa seperti ini? Kau telah membuat kita malu Zayn." Rey mencengkram kerak baju yang di pakai oleh Zayn, sungguh amarah yang ada di dalam diri pria itu masih belum memudar.
"A-aku salah kak, aku memang anak yang tidak berguna, aku hanya bisa membuat kakak dan papa malu. Sejak kecil aku hanya bisa menyusahkan papa dan kakak, pukul aku kak." Zayn meraih tangan Rey yang masih mencengkram kerak bajunya. Ia telah siap memasang badannya sebagai bahan pelampiasan emosi kakaknya, namun reaksi Rey membuat Zayn terkejut. Bukan memukulinya tetapi Rey malah memeluk tubuh adiknya itu.
"Maafkan kakak." Pelukan ditubuh Zayn semakin erat. Karena emosi yang meluap-luap, ia sampai tidak bisa mengendalikannya.
"Aku yang seharusnya minta maaf." ucap Zayn menatap lekat kedua manik mata Rey, sebelum kemudian pria itu beralih ke arah pria paru baya yang berdiri di samping kakaknya, pria yang tengah menatapnya haru.
"Papa." Zayn memeluk tubuh itu erat, seraya meminta maaf berkali-kali. Ia sangat menyesali perbuatannya.
"Papa sudah memaafkanmu. Maafkan papa nak, karena papa telah memaksa untuk menjodohkanmu dengan Clara."
"Tidak Pa. Papa tidak perlu meminta maaf. Ini salah Zayn." ucapnya.
"Iya, semua ini kesalahanmu." timpal Rey tersenyum, "Sudahlah ayo kita masuk ke dalam." sambungnya lalu merangkul tubuh adiknya dan membawa masuk ke dalam rumah sakit.
*
"Pa, aku telah menyewa penginapan yang berada di belakang rumah sakit ini. Sebaiknya Papa beristirahatlah di sana. Biarkan aku dan Zayn yang memantau kondisi gadis itu." ucap Rey menatap papanya yang tengah duduk di kursi tunggu depan ICU.
"Tidak Rey, Papa akan tetap berada di sini bersama kalian."
"Papa, lihatlah papa sudah sangat mengantuk dan kelelahan. Lebih baik papa beristirahat di penginpan saja." ujar Zayn.
"Iya Pa. Aku akan mengantar Papa, sekaligus mengganti pakaianku." Rey meraih paper bag berisi pakaiannya yang diletakannya di kursi.
"Baiklah, Papa akan beristirahat. Nanti pagi, papa yang akan memantau kondisi gadis itu." Zayn mengangguk.
"Zayn, apa tidak keberatan aku meninggalkanmu sebentar di sini?" tanya Rey.
"Tidak kak, kalian pergilah. Aku akan berjaga di sini."
"Baiklah terima kasih. Ayo Pa." ajak Rey, lalu ia dan juga Om Vino melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit tersebut menuju penginapan yang telah di sewa oleh Rey.
30 menit berlalu, sudah hampir pukul 11 malam. Tiba-tiba dua orang perawat dan juga dokter masuk ke dalam ruang gadis itu dengan sedikit tergesa-gesah, hingga membuat Zayn yang semula tampak duduk di kursi tunggu kini membawa dirinya untuk mengintip dari kaca transparan yang berada di sisi pintu.
"Apa yang terjadi dengan gadis itu?" Zayn masih begitu penasaran, dilihatnya dokter yang tengah memasangkan defibrilator di dada gadis itu.
"Dok, jantung pasien tiba-tiba berhenti, kondisi pasien semakin melemah tekanan darahnya juga semakin menurun." ujar salah satu perawat sesaat setelah melihat monitor yang ada di hadapannya saat ini.
"Cepat ambilkan alat defibrilator."
"Baik dok." dengan segera perawat tersebut memberikan Defibrilator yang baru saja di ambilnya kepada dokter Andre.
Dokter Andre mengambil alih alat tersebut dan menempelkannya di dada gadis tersebut. Ia mengulangi hal itu hingga tiga kali sampai detak jantung gadis tersebut kembali normal, pun tekanan darahnya.
"Pasien telah membaik, detak jantungnya telah kembali normal." ucap perawat yang baru saja melihat monitor yang berada di hadapannya.
"Syukurlah, tetap awasi pasien. Jangan sampai tubuhnya kembali drop."
"Baik dok."
"Baiklah, aku akan menemui keluarga pasien." Setelah meletakan kembali Defibrilator ke tempatnya semula, dokter Andre melangkah keluar dari ruangan tersebut, ia mengusap keringatnya yang bercucuran akibat kepanikannya tadi.
Ceklek, suara handle pintu mengejutkan Zayn yang tengah berdiri melamun di depan pintu.
"Ehm, dok. Apa yang terjadi dengan gadis itu?" tanya Zayn.
"Kau bukan keluarga pasien?" Dokter Andre memjawab dengan pertanyaan, dahi pria itu mengerut dalam.
"Bu-bukan dok."
"Lalu di mana keluarganya?" tanyanya.
"Saya dok. Apa yang terjadi?" tanya Rey yang entah dari mana datangnya.
"Tuan Rey, tubuh pasien sempat drop dan jantungnya berhenti berdetak. Namun kondisinya sudah kembali normal."
"Syukurlah." Rey menghembuskan napas sedikit legah, setelah keterkejutannya mendengar jika tubuh gadis itu sempat drop.
"Baiklah, kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap pasien besok."
"Baik dok. Terima kasih." ujar Rey sebelum dokter Andre berlalu dari sana bersama seorang perawat.
"Kak, apa kecelakaannya cukup parah?" tanya Zayn menoleh ke arah kakaknya yang baru saja mendaratkan tubuhnya dengan sempurna di kursi tunggu.
"Ya, kau lihatlah sendiri." jawab Rey singkat.
"Gadis yang malang, semoga di baik-baik saja." ujar Zayn, kemudian ikut mendudukan tubuhnya di kursi.
.
.
.
.
.
Bersambung ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Anni Saleh
😭😭😭😭😭😭😭
2022-08-30
0
Isyam Zita
jadi 😭😭😭😭😭😭
2021-09-09
0
Rosni Lim
Semangat
2021-07-11
0