Di sepanjang jalan, Zayn tampak melamun pikirannya begitu kalut. Permintaan ayahnya untuk segera menikah membuat Zayn benar-benar bingung, ia belum menemukan wanitanya dan entah di mana dia saat ini. Dan sekarang muncul masalah baru lagi jika dirinya akan dijodohkan dengan jodoh pilihan ayahnya.
"Kenapa zaman sekarang masih harus jodoh menjodohkan?" dengusnya seraya memijat-mijat kepalanya dengan tangan kanannya.
Beberapa menit kemudian, Zayn memasuki sebuah halaman rumah yang tampak megah, rumah dengan nuansa klasik, rumah yang menyaksikan perjalanan hidupnya sejak kecil.
"Tuan Zayn. Tuan Vino sudah menunggu anda di dalam." ucap pak Ali, menatap Zayn yang baru saja keluar dari dalam mobil.
"Baik pak." jawab Zayn lalu dengan langkah panjang ia masuk ke dalam rumah.
"Duduklah nak." ujar Papa Vino yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Zayn.
"Rey sudah menelpon---."
"Pa, usiaku masih 27 tahun. Bukan kah itu masih terbilang mudah? Biarkan aku menentukan pilihanku sendiri. Aku sudah memiliki pilihan sendiri Pa." tukas Zayn memelaskan wajahnya, ia tidak ingin dijodohkan, ia juga memiliki wajah yang tampan, hanya karena ia tidak memiliki kekasih bukan berarti dirinya tidak laku bukan.
"Mau sampai kapan nak? Kenapa kau masih mencari wanita itu?"
"Karena aku mencintainya, dia cinta pertamaku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melupakannya."
"Huh." Helaan napas berat tampak ditarik masuk lalu di hembuskan dengan kasar oleh Papa Vino, "Terserah kau saja, tapi besok kau menemani papa untuk menemui tuan Devgan dan anaknya."
"Jangan bilang papa mau menjodohkanku dengan putri tuan Dev." ucapnya penuh selidik. Diamnya Papa Vino, membuat Zayn menarik kesimpulan jika Papanya itu akan menjodohkannya dengan anak kerabat kerjanya.
"Aku tidak akan menemui mereka." Zayn bangun dari duduknya, membahas soal perjodohan benar-benar membuat kepalanya terasa ingin pecah.
"Sekali ini saja. Papa sudah terlanjur membuat janji."
"Papa tidak akan membahas tentang perjodohan. Papa serahkan semua keputusan padamu tapi setidaknya temui mereka." ujar Papa Vino.
Zayn menghembuskan napasnya dengan kasar ke udara, "Huh, baiklah. Aku akan ikut bersama papa untuk menemui mereka, tapi papa harus janji tidak akan membahas soal perjodohan."
"Iya nak."
"Baiklah. Zayn kembali ke kamar dulu." ujarnya, melangkahkan kakinya menuju kamarnya, semoga papanya tidak membahas masalah perjodohan lagi, jujur Zayn sudah sangat bosan dengan satu kata itu.
***
Pagi setelahnya, Papa Vino yang tengah sarapan di meja makan, dikejutkan dengan kedatangan anak kecil berusia 3 tahun.
"Kakek." panggil anak tersebut hingga membuat pandangan Papa Vino tertujuh ke asal suara.
"Hay, jagoan kakek. Kau datang bersama siapa?" tanyanya, bangun dari duduknya lalu menggendong cucunya itu.
"Belsama papa." jawab Ken singkat.
"Di mana papamu?"
"Selamat pagi Pa." sapa Rey masuk ke ruang makan.
"Zayn mana Pa?" tanya Rey menarik kursi meja makan lalu mendaratkan tubuhnya di kursi itu.
"Papa tidak tahu, sepertinya dia masih tidur." Pap Vino memindahkan Ken di kursi sebelum kemudian ia ikut mendudukan tubuhnya di kursi tepat di samping cucunya.
"Dasar anak itu." cetus Rey.
"Bagaimana hasilnya Pa. Apa Zayn mau dijodohkan dengan anak tuan Dev?"
"Tidak."
"Kenapa?" Dahi Rey tampak menyernyit, menatap papanya lekat.
"Zayn menolak keras, Papa tidak bisa membujuknya lagi." Papa Vino menghela napas, sebelum kemudian ia melanjutkan ucapannya, "Dia masih ingin mencari wanitanya. Dia juga tidak ingin dijodohkan."
"Tapi bagaimana dengan tuan Dev? Bukankah Tuan Dev sangat menginginkan perjodohan ini?"
"Iya, papa tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi, Papa tidak bisa membujuk adikmu yang sangat keras kepala itu."
"Huh."
"Papa sudah menyerahkan semuanya kepada Zayn, nanti malam kami akan menemui tuan Dev dan anaknya. Semoga saat melihat anak tuan Dev, Zayn mau menerima perjodohan ini."
"Paman Ayn." ucap Ken melihat Zayn yang hendak masuk ke ruang makan. Wajah pria itu tampak terlihat dingin saat menyadari keberadaan Rey di sana.
"Kau mau kemana?" tanya Papa Vino, menatap tubuh Zayn dari ujung kaki hingga ujung rambut, tumben sekali anak bungsunya itu terlihat rapi seperti ini di pagi hari.
"Aku mau ke rumah temanku."
"Oh baiklah, sarapanlah dulu."
"Tidak perlu Pa. Zayn sudah tidak berselera makan." ucapnya, melirik Rey singkat lalu menoleh ke arah Ken yang ternyata sudah berdiri di hadapannya.
"Paman Ayn mau pelgi?" tanyanya mendongakan kepalanya.
"Iya Ken sayang."
"Yahh, padahal Ken mau main dengan paman." wajah Ken langsung berunha lesu, tujuan anak itu datang ke rumah kakeknya karena ia ingin bermain dengan pamannya, ternyata pamannya itu malah mau pergi.
"Ken." Zayn meraih tubuh Ken ke dalam gendongannya. "Kita tidak bisa main sekarang ya. Paman banyak urusan."
"Yaah. Baikyah, tapi paman janji ya besok main ke lumah Ken. Ken ada mainan balu."
"Iya, paman janji." ucapnya.
"Yeayy. terima kasih paman." teriak anak kecil itu kegirangan lalu ia mengecup pipi Zayn singkat.
Zayn menurunkan tubuh Ken, lalu ia berpamitan pada papanya untuk pergi dari sana.
Sepeninggalan Zayn. Rey langsung ikut berpamitan kepada papanya juga.
"Aku ikut pamit ya Pa." ucapnya.
"Daddy, apa kita mau pulang?" tanya Ken berdiri di samping kursi yang di duduki papanya.
"Kau tidak mau sarapan dulu?" tanya Papa Vino.
"Tidak Pa."
"Baiklah, hati-hati di jalan." Papa Vino bangun dari duduknya.
"Kakek, Ken pamit pulang dulu ya. Kakek jangan sedih, nanti Ken datang lagi kok." ucapan anak kecul itu membuat Papa Vino tertawa lalu ia menggendong cucunya itu, dan mencium wajahnya.
"Kakek tidak sedih kok. Oh iya, salam untuk mamimu ya nak."
"Siap." jawab Ken tersenyum.
"Baiklah, ayo Rey. Papa antar kalian ke depan."
***
Zayn menepikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah yang didominasi cat berwarna putih. Di depan rumah itu tampak berjejeran beberapa mobil mobil.
"Mereka sudah berkumpul?" gumam Zayn melepas seatbeltnya.
"Zayn kau sudah datang." sapa Laura, pemilik rumah itu. Wanita itu berjalan menuju tempat Zayn berada.
"Iya Ra, apa Andre sudah datang?"
"Sudah, ayo masuk Ay." ucapnya menggandeng lengan sahabatnya itu.
"Hay, Zayn. Lama tidak bertemu." sapa Deni memeluk Zayn singkat seraya menepuk punggung belakang pria itu.
"Siapa itu Den?" tanya Zayn menoleh ke arah wanita yang berdiri di samping Deni, wanita itu tampak tertunduk malu.
"Oh iya. Kenalin istri aku, Avra." ucap Deni meraih wanita tersebut lalu melingkarkan tangannya di pinggang istrinya itu.
"Avra?" Dahi Zayn tampak berkerut dalam, pikirannya mulai menerka-nerka. Pun jantungnya yang terasa berdegup kencang.
"Iya. Ada apa?" tanya Deni kemudian.
"Eh, ti-tidak."
"Zayn, kau sudah datang. Ayo duduklah di sini." ujar Andre, menepuk sofa yang masih terlihat lapang.
Zayn mengangguk. Ia berpamitan pada Deni dan istrinya untuk menemui Andre.
Kaki Zayn melangkah menuju sofa kemudian mendudukan tubuhnya di sana tepat di samping sahabatnya. Pandangan Zayn masih tertuju kepada Avra, Apa wanita itu adalah Avra yang dicarinya selama ini? Apa wanita itu adalah Avra, wanita yang dicintainya? Apa benar kata anak buah Rey jika Avra sudah menikah? pertanyaan-pertanyaan itu bergemuruh dipikiran Zayn, hingga membuatnya tidak fokus.
"Oh iya Zayn. Apa kau sudah memiliki kekasih?" tanya Andre namun Zayn tidak menanggapi pertanyaan pria itu, ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Zayn." Andre menepuk pelan bahu sahabatnya itu hingga membuat Zayn membuyarkan lamunannya.
"Eh, a-ada apa?" tanyanya menoleh.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Ti-tidak ada."
"Oh baiklah. Apa kau sudah berkenalan dengan istrinya Deni?"
"Su-sudah. Apa kau mengenal wanita itu? Kenapa dia bisa menikah dengan Deni, bukankah dulu Deni berpacaran dengan Vivian?" pertanyaan Zayn yang berunut membuat Andre mengerutkan dahinya.
"Kenapa kau terlihat penasaran sekali?" tanyanya.
"Eh." Zayn mengusap wajahnya, biasanya ia tidak pernah menanyakan hubungan orang ataupun sahabatnya hingga sedetail ini.
"Aku tidak cukup tahu soal itu. Hanya saja Deni ditinggal nikah oleh Vivian, dan entah bagaimana Deni menemukan wanita itu dan langsung menikahinya."
"Benarkah? Apa Deni mencintai wanita itu?"
"Tentu saja, wanita itu sudah menjadi istrinya. Mana mungkin dia tidak mencintainya." ucap Andre memukul bahu Zayn seraya tertawa menganggap pertanyaan Zayn begitu konyol.
"Ada apa dengan dirimu? Sungguh kau sangat berbeda sekali."
Zayn berdehem, lalu ia memperbaiki posisi duduknya, "Eum, tidak. Aku hanya tidak ingin jika wanita itu menjadi pelampiasan Deni karena ditinggal Vivian."
"Tentu saja tidak, jangan berpikiran yang aneh-aneh. Deni tidak mungkin melakukan hal itu." ucapan Andre membuat Zayn terdiam. Kenapa dirinya jadi memikirkan hubungan Deni? Apa karena ia kasihan dengan wanita itu? Atau karena ia berpikir jika wanita itu adalah Avra, wanita yang dicintainya? Ah, entahlah melihat semua ini membuat mood Zayn kembali berantakan. Ia berpikir dengan pergi bertemu sahabat-sahabatnya akan membuat pikirannya sedikit tenang, namun apa yang terjadi sekarang, ia dikejutkan dengan sosok wanita yang bernama Avra. Apa hanya nama mereka yang sama? Atau justru wanita itu adalah Avra yang ditemuinya 18 tahun yang lalu?
.
.
.
.
.
.
Bersambung..🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
triana 13
like
2021-07-29
0
Yulie Msi
lanjut kak.. jgn lama" yaa😊
2021-04-19
1
Eli Pujiastuti
ko udh lama ga up mbak...
2021-03-28
1