Seusai menelpon Dimas dan Om Bram yang bersedia menolong perusahaannya, Rey sedikit bernapas legah. Pria itu juga sedikit terkejut tadi saat mendengar penuturan Dimas jika ternyata Zayn yang sudah datang lebih dulu untuk meminta bantuan pada pria itu.
"Benarkah? Sekarang Zayn di Jakarta?" tanya Rey, masih belum percaya.
"Iya Rey. Tadi malam Zayn ke rumah mertuaku dan kebetulan ada aku di sana. Zayn meminta bantuan pada kami agar menjadi investor dan bekerja sama dengan perusahaan papamu."
"Ternyata anak itu ikut berusaha untuk menyelesaikan kekacauan di perusahaan papa akibat ulahnya. Aku pikir dia senang dan merasa puas dengan tindakannya."
"Tidak Rey, aku melihat penyesalan di mata Zayn. Dia terlihat tidak baik-baik saja, aku rasa dia memiliki masalah lain yang cukup besar." penuturan Dimas seketika membuat Rey terdiam, apa karena perjodohan? Apa Zayn sangat tertekan dengan masalah perjodohan ini?
"Ehm, baiklah Dim. Jika kau bertemu dengannya lagi, katakan untuk segera kembali ke Bandung. Aku sangat membutuhkan bantuannya."
"Baiklah Rey."
"Terima kasih Dim. Terima kasih banyak." ucap Rey dengan suara yang terdengar berat.
"Sama-sama Rey. Aku malah senang bisa ikut membantumu dan Papa Vino."
"Baiklah, terima kasih. Aku tutup dulu telponnya." ucap Rey yang kemudian memutuskan sambungan teleponnya. Pria itu kemudian beralih untuk menelpon adiknya, namun tetap sama, nomor telpon Zayn tidak dapat dihubungi.
Rey menghela napas, ia meraih jas dan juga tas kerjanya lalu berjalan keluar dari kamarnya.
"Daddy." Ken yang semula duduk di pangkuan ibunya langsung bergegas turun dan berlari menuju ke ayahnya yang baru saja melangkah masuk ke ruang makan.
Rey menyambut anaknya ke dalam pelukannya, sebelum kemudian ia menggendong anak kecil itu.
"Daddy, apa Daddy masih sibuk?" pertanyaan Ken membuat kening Rey berkerut dalam, ia menatap Tasya singkat lalu kembali menatap anaknya kecil itu.
"Ehm, iya. Daddy masih memiliki banyak pekerjaan di kantor."
"Yahhh. Padalah Ken ingin sekali belmain belsama daddy. Tapi daddy tidak memiliki waktu untuk Ken" Ken mengerucutkan bibirnya, ia ingin sekali bermain dengan papanya itu, namun papanya benar-benar sedang sibuk dan tidak bisa menemaninya untuk bermain.
"Ken sayang, tidak boleh berbicara seperti itu." Tasya ikut bangkit dari duduknya lalu menghampiri anak dan suaminya. Ia juga merasa jika Rey memang tidak memiliki banyak waktu untuk mereka karena sibuk menangani masalah perusahaan Papa Vino, dan ia sangat memaklumi hal tersebut. Namun tidak bagi Ken, anak kecil itu belum mengeti apapun dan sangat sulit untuk memahaminya.
Rey tersenyum kecut, ia merasa tertampar dengan ucapan anaknya barusan. Ia tidak memiliki banyak waktu untuk anaknya itu, bahkan baru kali ini Rey bisa ikut sarapan bersama di rumah, biasanya pria itu akan pergi ke kantor lebih awal dan pulang larut malam. Namun itu tidak akan terjadi lebih lama, ya hanya sebentar saja, setelah menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di perusahaan, Rey berjanji akan menghabiskan waktunya untuk anak dan istrinya.
"Ehm, Ken sayang. Ayo ikut bersama nenek, tadi nenek membelikan mainan baru untuk Ken." ujar Kinaya setelah merasakan kacanggungan yang terjadi di ruangan itu.
"Benalkah Nek?" Wajah Ken terlihat girang, lalu ia meminta kepada papanya untuk menurunkannya.
"Iyaa Ken. Ayo kita ke kamar nenek." ucap Kinaya lalu ia meraih tubuh cucunya dan menggendongnya. Kemudian berlalu dari sana, meninggalkan Rey yang masih berdiri mematung.
"Nak Rey, ayo duduk dan sarapan dulu." ujar papa Haris.
"Ayo sayang." Tasya mengusap lengan suaminya lalu mempersilahkan pria itu untuk duduk di kursi meja makan.
Papa Haris kembali melanjutkan makannya yang sempat tertunda, ia juga tidak mengajak Rey berbicara ataupun menanyakan perihal perusahaan milik tuan Vino, karena pria paru baya itu sudah mengetahuinya dari Tasya.
***
Beberapa saat kemudian, seusai sarapan. Tasya mengantar Rey ke depan rumah saat pria itu akan hendak ke kantor.
"Kak, untuk ucapan Ken tadi--"
"Tidak apa-apa sayang. Dia anak kecil, aku memakluminya. Lagian aku yang salah dalam hal ini. Aku terlalu fokus dengan masalah perusahaan sehingga mengabaikan kalian." ucap Rey mengusap wajah istrinya itu.
"Aku berangkat ya, jangan lupa untuk beristirahat yang banyak." ujarnya mengusap lembut perut Tasya kemudian membenamkan ciuman yang cukup lama di sana.
"Jangan lupa makan siang." Tasya menyodorkan tas kerja milik suaminya.
"Iya sayang." Mengambil alih tas kerjanya.
"Pergilah, kenapa masih berdiri di sini?" tanya Tasya saat suaminya masih bergeming dan berdiri di hadapannya.
"Kau melupakan sesuatu." Rey tersenyum penuh maksud.
"Apa? Aku rasa tidak ada." jawab Tasya menahan tawanya melihat raut wajah suaminya yang terlihat masam.
"Benarkah?" Tanya Rey lagi, masih belum menyerah.
"Iyaa, pergilah. Nanti kau terlambat." pinta Tasya, ia tahu apa yang diinginkan suaminya namun ia mau menguji kesabaran suaminya itu.
"Baiklah, jika kau tidak mengingatknya. Biar ku ingatkan." Tanpa banyak bicara lagi, Rey langsung meluma* bibir Tasya hingga membuat wanita itu terlonjat kaget.
"Sa-sayang--." Tasya menjauhkan tubuhnya, ia tidak menduga Rey akan melakukan hal itu di sini. Apalagi mereka berada di teras rumah.
"Sudah mengingatnya?" Rey tersenyum, merasa puas dengan wajah terkejut Tasya yang belum juga pudar.
"Eh i-iya. Aku mengingatnya." Tasya mengecup singkat bibir Rey lalu menyuruh pria itu untuk segera pergi.
"Aku akan melakukannya lagi sebentar malam. Jadi bersiaplah." Pinta Rey sebelum masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan rumah.
Tasya hanya mengangguk, wajah wanita itu merona merah. Mungkin karena sudah cukup lama mereka tidak berolahraga malam sehingga Tasya merasa demikian.
***
Setibanya di kantor, Rey langsung berjalan terburu-buru ke ruangannya.
"Selamat pagi tuan Rey." Sapa Sellin yang hanya di balas anggukan oleh Rey. Lalu wanita itu ikut melangkahkan kakinya mengekori Rey yang berjalan di depannya.
"Sellin, ada agenda apa hari ini? Oh iya, apa tuan Morgan mau bekerja sama dengan kita?" tanyanya sesaat setelah mendudukan tubuhnya di kursi kerjanya.
"Hari ini ada meeting bersama Tuan Bram dan juga Tuan Dimas di jam makan siang nanti. Dan perihal tuan Morgan, perusahaan mereka menolak untuk bekerja sama dengan perusahaan kita. Mungkin karena tuan Morgan sahabat Tuan Dev, untuk itu Tuan Morgan menolak kerja sama ini." tutur Sellin.
Rey mendengus, Tuan Dev benar-benar sangat marah dan ingin menghancurkan perusahaan Om Vino. Ya, Rey menarik kesimpulan seperti itu, karena banyak peruasahaan besar yang diminta Rey untuk bekerja sama namun hasilnya tetap sama. Mereka menolak untuk bekerja sama.
"Baiklah Sellin, kau boleh pergi." ucap Rey kemudian.
"Baik Pa. Saya permisi dulu." Sellin membungkukan kepalanya singkat lalu ia berlalu dari sana.
Sepeninggalan Sellin, Rey langsung beranjak berdiri seraya memukul meja kerjanya.
"Tuan Dev. Kau sangat keterlaluan." gumamnya seraya menggertakan giginya pun tangannya yang menggepal kuat seolah siap memukul siapapun yang ada dihadapannya saat ini.
"Setelah perusahaan ini kembali membaik, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja tuan Dev. Aku akan menghancurkanmu." Mata Rey membola, tersulut amarah yang begitu besar di dalam tubuhnya
.
.
.
.
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
anggita
like👌
2021-07-11
1
alya Zahra
seneng doubel up💪💪
2021-07-02
0