Tiba di salah satu mall terbesar yang ada di kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Suasana hati Abyaz kali ini memang sedang bahagia, entah karena apa. Yang jelas, Abyaz begitu merasa senang.
"Gimana kalau Papa ikut Abyaz aja." Ucapnya dan Britney juga ada di dekatnya.
"Papa mau ke tempat buku. Papa mau cari buku buat para burung." Balas Pras dan Abyaz menggeleng dengan kelakuan sang Papa, akhir-akhir ini burung terus yang di utamain.
Abyaz yang masih memegang lengan kirinya, berkata "Ya udah, Abyaz mau ke kafe dulu."
Abyaz melepaskan tangannya dan Britney juga tersenyum manis.
"Mas, aku mau belanja dulu." Ucap Britney.
Mereka bertiga pergi dengan urusan mereka sendiri.
Pras berjalan ke arah toko buku yang ada di mall itu. Pras tidak banyak tahu cara merawat peliharaannya, dia hanya suka. Ketika ada yang menawarinya, dia langsung membeli begitu saja.
Abyaz naik ke lantai atas menggunakan eskalator dan tatapan matanya tertuju pada seseorang.
"Dia..." Ucap Abyaz.
Sepertinya seseorang yang pernah bertemu.
Abyaz masih berjalan dan melihat ke arah pria itu.
"Dia juga ke kafe itu. Kesialan apa yang menghampiriku. Ketemu 2 kali aja udah bikin aku darah tinggi."
Abyaz berjalan ke kafe dan mulai mencari tempat, tapi pria itu sudah melambaikan tangannya.
"Kenapa dia melambaikan tangannya?"
Abyaz bingung dan menoleh ke sekitarnya. Hanya dia yang berdiri. Abyaz masih saja mematung.
Pria itu berjalan dan mendekati Abyaz dan tersirat senyuman tipis, tapi begitu menggoda.
"Abyaz??" Tanyanya dan memang dia sudah tahu nama Abyaz tapi hanya untuk memperjelas saja. Agar Abyaz juga tidak bingung.
"Iya, aku Abyaz." Abyaz yang bingung, dan merasa enggan bertemu dia. Tangan Abyaz memainkan tali tas selempangnya.
"Silakan..." Ucapnya dan mengajak Abyaz untuk ke tempat duduk.
Pria yang manis dengan tinggi badan 183 centi meter dan kulitnya yang begitu cerah tampak sangat natural. Pria itu berusia 29 tahun, dan pesona dia sangat memikat wanita. Tapi dia juga pria yang kaku dan dingin, dia sangat tegas dan tidak basa basi.
Flashback On.
Tiga hari yang lalu, dan itu di sebuah mall, tapi bukan mall yang ini, mall yang tidak jauh dari tempat tinggal Abyaz.
Abyaz yang kala itu sedang membeli sepatu untuk Alvaro, pada waktu dia memilih, tampak pria itu memegang sepatu yang sama.
Abyaz menatapanya, dan tidak mau mengalah satu sama lainnya.
"Aku duluan."
"Tapi tanganku sudah disini." Balasnya dengan tampang mengesalkan bagi Abyaz. Padahal kalau wanita lain yang melihat kedipan dan senyuman pria itu bisa klepek-klepek.
"Udah tua, main mata. Sok kegantengan." Batin Abyaz.
"Aku duluan." Abyaz masih tidak melepas sepatu itu.
"Tapi aku mau sepatu ini." Balas pria itu dengan tengilnya dan semakin saja dia menggoda.
"Aku geli lihatnya, tapi Al suka sepatu ini. Aku harus gimana?"
"Pak, silakan anda ke tempat lainnya. Saya buru-buru." Ucap Abyaz dan langsung mengangkat sepatu itu.
Memanggil pelayan toko dan pria itu menyipitkan matanya, dengan perasaan aneh saat melihat Abyaz.
"Gadis garang." Dia berkacak pinggang dan menggeleng.
Dia tidak sampai disitu, dia bertanya sama pelayan yang sedang mengambilkan pasangan sepatu itu.
"Mbak, apa masih ada yang persis itu?"
"Maaf Pak, hanya tinggal ini." Jawab pelayan yang merapikan dalam dus.
Abyaz yang bersedekap di depannya tampak tersenyum manis.
"Aku bisa membayarnya dua kali lipat." Ucapnya.
Pelayan toko tersenyum dan berkata "Maaf Pak, kakak ini sudah lebih dulu. Tadi Kakak ini datang lebih dulu."
Abyaz merasa menang, dan sangat senang ketika pelayan toko juga membela dirinya.
Dia tampak kesal dengan cara Abyaz yang seolah telah menjatuhkan dirinya.
"Kak, mari silakan ke kasir." Ucap pelayan toko itu dan mengajak Abyaz pergi ke kasir depan.
Pria itu merasa kesal, tapi ada yang unik dari Abyaz.
"Kalian panggil aku Pak? Apa aku setua itu?!"
Dia tampak memasang wajah manis di depan cermin yang ada di toko itu. Lalu dia membeli 5 pasang sepatu dan Abyaz juga tidak heran.
"Ini sepatu kakak. Terima kasih sudah berbelanja di toko kami." Ucap pelayan itu dan Abyaz tersenyum manis dan sangat tengil.
Pria itu semakin gemas dengan tinggah Abyaz yang tampak merendahkan dirinya.
"Pria tua." Desis Abyaz saat berjalan, tapi pria itu menatap dari kejauhan.
Pria itu masih di dalam toko itu.
"5 sepatu, hanya sekitar 8 juta. Tapi dia sombong. Huuft.... Semoga aku tidak bertemu pria sombong itu lagi."
Abyaz yang merasa geli atas sikap pria tadi. Menurut Abyaz dia pria tua yang sombong. Entah, dia sombong atau hanya ingin memperlihatkan dirinya, tapi tidak ada yang tahu maksud dan tujuan pria itu.
Lalu setelah siang itu. Malamnya di toko Mama Brownies. Abyaz yang kala itu menjaga toko sendirian, dan duduk di kursi sambil membaca sebuah novel.
Di toko itu, juga ada meja dan kursi. Tidak banyak, hanya ada tiga meja dan 6 kursi. Terkadang ada yang menikmati sepotong brownies dan secangkir kopi.
Seseorang datang dan mendorong pintu kaca itu. Abyaz masih belum sadar, kalau ada seseorang yang masuk ke dalam tokonya.
"Dimana penjualnya?" Pria itu tidak melihat pelayan toko itu.
"Mbake pelayan neng ngendi?" Desisnya dan menuju ke tempat barisan brownies panggang yang ada di dalam display cake, lemari rak kaca khusus kue.
(Kakak pelayan dimana?)
Tidak lama seorang wanita berusia 45 tahun, dan dia masuk ke toko lalu memangilnya dengan suara kencang "Damar."
Abyaz yang mendengar nama orang menyebut Damar, dia jadi menoleh.
Kedua mata orang itu saling menatap, perlahan Abyaz bangkit dari kursinya dan dia baru sadar kalau ada pembeli.
Mata pria itu dan mata Abyaz, saling menatap dengan aneh.
"Damar..." Panggil seorang wanita dan menepuk bahu pria itu.
"Iya Tante."
"Beli 3, anak-anak suka brownies panggang yang ada kejunya."
"Iya Tante..." Ucapnya dan wanita itu keluar, tampak menerima panggilan telfon.
Abyaz mendekati pria itu dan bertanya "Kakak mau beli brownies?"
"Iya. Kamu pelayan disini?"
"Maaf, saya tidak tahu kalau ada kakak."
"Mari silakan." Abyaz mengajaknya untuk memilih brownies "Kakak mau yang topping apa?"
"Keju..."
"Yang keju tinggal 1, hanya tinggal itu. Kalau tadi siang masih banyak."
Abyaz juga sangat tengil, harusnya dia tidak boleh bersikap seperti itu di depan customer. Pembeli itu bagaikan raja, jadi dia harus menghormati pembeli. Tapi, kalau yang beli juga ngeselin, rasanya sangat tidak senang.
"Brownies panggangya tinggal 5 itu kak, semua beda topping. Kalau yang kukus juga tinggal 1 yang topping keju."
"Aku mau tiga, pilihin yang enak."
"Semua enak kakak. Saya jamin."
"Semua penjual juga bilangnya gitu."
Abyaz geram, tapi dia tidak lengah. Sambil mengambil 3 brownies panggang ukuran 30 dan kembali menatap pria itu.
"Mau di potong sekalian?"
"Iya." Ucapnya dan cukup dingin.
"Dia begitu kaku. Apa karena ketahuan jalan sama tante-tante. Padahal tadi siang begitu sombong."
"Sudah kakak."
"Berapa?"
"Totalnya, 160 ribu."
Pria itu memberikan uang pas dan Abyaz tersenyum.
"Panggil aku mas!"
"Aku bukan perempuan." Ucapnya dan pergi begitu saja.
"Apa salahnya dengan kakak?"
"Bukannya panggilan kakak bisa cowok atau cewek."
"Dasar pria tua."
Abyaz dengan rasa aneh, dan masih menatapnya.
Toko yang berdinding kaca, jadi masih bisa melihat ke arahnya, sampai mobil itu pergi meninggalkan toko Mama Brownies.
"Namanya juga Damar, tapi Mas Damarku lebih hebat darinya" Ucapnya dengan tengil dan kembali ke meja tadi untuk melanjutkan baca novelnya.
LCD di dinding tampak menyala, tapi itu hanya untuk menemani Abyaz saja. Abyaz yang selalu berjaga toko setiap sore jam 3 hingga malam jam 9, terkadang Alvaro juga menemaninya.
Flashback off.
"Abyaz Ali Wardana?"
"He'em, tahu nama lengkapku?"
"Aku tanya sama Mbak Yuli."
Abyaz tampak cemberut, lalu berkata "Aku janjian sama orang."
"Iya, Tante Erma."
"Benar, Kak Erma."
"Dia Tanteku, yang kemarin di toko kue."
Abyaz mulai mengingat, "Ems, iya. Aku ingat."
"Abyaz..."
Abyaz menatapnya dengan tidak suka.
Lalu dia mengulurkan tangan kanannya "Kita kenalan dulu."
"Tadi kamu tahu namaku." Abyaz enggan untuk menjabat tangannya.
Yang tadinya sudah semangat kenalan, tapi harga dirinya dijatuhkan begitu saja. Dia lalu bersandar santai.
"Namaku, Damar Setya Ardana."
Abyaz seketika tertawa gemas, ada nama sang Papa juga.
"Kenapa tertawa? Ada yang aneh?"
"Iya aneh banget." Abyaz menutup mulutnya, karena rasanya begitu lucu.
Damar yang satu ini hanya menatap Abyaz dengan bingung, dan duduk bersandar seolah dia merasa jatuh.
"Kenapa setiap kenalan sama cewek rasanya susah." Batin Damar.
Damar Setya Ardana, pria yang berusia 29 tahun. Di usia itu, dia masih single dan rasanya cukup aneh bila berkenalan dengan gadis.
"Sorry,.." Ucap Abyaz dan kembali serius.
"Pesan minum dulu. Kamu pasti haus." Damar cukup lama melihat Abyaz yang tertawa dan masih saja tersenyum tengil.
"Oke, aku pilih yang mahal."
"Terserah kamu."
Abyaz cukup menggodanya dan dia bingung dengan sikap Abyaz.
"Dia bisa sombong, tapi dia juga bisa bertampang polos saat ada yang menertawakannya."
"Damar..."
"Mas Damar!" Balasnya.
"Susah, aku bilang gitu. Mas Setya"
"Terserah!"
Abyaz yang bingung, saat pesanan dia sudah tiba, langsung menyedotnya dan merasa aneh.
"Dunia ini begitu luas. Tapi, kenapa Nama dia harus itu." Batin Abyaz yang gemas.
Abyaz mencuri pandang sambil dia memegang gelas panjang yang berisi vanila latte.
Damar yang tadinya duduk bersandar dan rasanya malas. Tapi dia harus bicara dengan Abyaz.
"Hei, kamu punya pacar?"
Abyaz menggeleng, dan berkata "Tapi aku punya satu cinta."
Damar belum mengenal Abyaz dan kemarin dia hanya bertanya soal nama Abyaz pada pelayan toko Mama Brownies.
"Cinta? Aku malah tidak punya."
"Kenapa tidak punya?"
"Entahlah, mungkin karena dari kecil tidak ada yang mengajari aku soal cinta."
"Cinta tidak perlu belajar dari seseorang." Abyaz lalu meletakan gelasnya.
Damar bingung dan menatap Abyaz lebih dekat "Aku butuh gadis, yang bisa aku ajak ke pesta."
"Pesta?"
"Iya, acara pernikahan ibuku."
"Ibumu?"
"Iya, tapi tidak disini. Jauh dari sini."
"Dimana?"
"Di Jakarta."
Mendengar kota itu, Abyaz tampak murung dan duduknya jadi bersandar.
"Aku butuh teman. Kalau tidak membawa gadis, aku akan dijodohkan."
"Aku tidak bisa, lagian kita baru kenalan."
"Aku serius."
"Aku juga serius, itu masalah kamu. Bukan masalah aku."
Damar langsung berlutut dan memegang tangan Abyaz.
Seketika pemandangan di kafe itu jadi tertuju pada mereka berdua. Untung saja baru jam 10 pagi, kafe baru buka dan belum banyak pengunjung.
"Aku mohon, apapun aku kasih sama kamu."
"Apapun??"
"Iya." Sambil menatap serius dan seolah memohon.
"Kamu pasti sangat kaya. Berdirilah, aku tidak butuh uangmu."
Damar kembali bangkit dan berkata "Aku bukan pria kaya. Hanya saja, aku cucu orang kaya. Ibuku keturunan korea, ayahku pria biasa. Keluarga ibuku sangat kaya. Makanya itu, aku tidak mau kembali kesana. Apalagi aku harus dijodohkan. Tidak ada yang bisa bantu aku setelah ayahku meninggal. Hanya Tante, tapi aku tidak mau kembali ke rumah itu."
Abyaz dengan tenang dan berkata "Aku mengerti, tapi aku tidak bisa bantu kamu. Aku juga punya masa lalu di Jakarta. Aku tidak bisa kembali kesana."
"Kalau bulan depan aku belum menikah, Ibuku pasti menyuruh orang untuk menjemput aku."
"Kamu sudah tua, tapi masih mirip bocah."
"Terserah kamu mau bilang apa, aku dari kecil hidup terkurung, aku lalu kabur dan ikut ayahku. Tapi dua tahun lalu ayahku meninggal. Ibuku tahu, dan dia ingin aku kembali kesana."
"Aku tahu rasanya hidup terkurung. Bahkan aku 6 bulan lebih, hidup dalam kesakitan."
"Aku mohon, bantu aku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
Aniesa
kabupaten tercinta disebut. good job
2021-05-05
0
Machan
aku tetep syuka
2021-01-30
0
Elisabeth Ratna Susanti
hadir😍😍😍😍😍
2021-01-30
0