Suasana ruang tamu, sesaat menjadi sunyi. Abyaz bingung saat menatap Viral yang berlutut di hadapannya.
Viral bahkan menunduk, dan kedua tangannya memegang tangan kanan Abyaz.
Seperti anak kecil, yang mengharapkan sesuatu.
"Abyaz, please....jangan ngadu sama Eyang." Ucapnya.
Abyaz hanya menggeleng, dan merasa kalau Viral aneh.
"Aku mohon, jangan bilang sama Eyang Damar. Kalau aku sering jahatin kamu."
Wajahnya mulai mendongak dan sangat unyu. Abyaz menatapnya dengan mata yang berkedip-kedip, tapi dalam hatinya sudah tertawa.
"Emm, please. Nanti aku sengsara kalau sampai dia tahu. Terus kamu jangan bilang ke dia, aku jarang sholat."
Abyaz pura-pura menoleh ke arah lain.
"Abyaz..." Viral semakin memasang wajah yang imut dan sangat manis.
"Sepertinya kamu akan jadi anak manis. Unyu-unyu-unyu. Kamu jadi mirip sama Chillo."
Abyaz menyamakan Viral dengan kucing peliharaannya. Viral mulai melepaskan tangannya dan masih mingkem. Lalu tersenyum manis.
Abyaz terkikik dalam hatinya dan mulai bersedekap. Hatinya berkata "Ini, bocah memang kudu diberi pelajaran. Kenapa bisa, Mas Damar yang begitu muda. Punya cucu yang begajulan begini."
Begajulan bahasa jawa artinya banyak tingkah, atau anak nakal. Abyaz hanya mengerti dari google. Sedikit-dikit dia tahu bahasa jawa, tapi Papanya tidak mengajari dia. Melainkan Viral yang mengajarinya dan akhirnya Abyaz tahu kalau kata-kata Viral itu, terkadang hanya menjatuhkan dirinya.
Viral mendongak ke atas, menatap Abyaz dengan senyuman manis, tapi dalam hati Viral hanya ada kepahitan.
"Nenek.... Mulai sekarang, aku akan menjaga Nenek."
"Sial, dia panggil aku Nenek."
"Ems, nggak usah panggil Nenek juga kali. Terserah, kamu siapanya Mas Damar. Aku nggak peduli. Tapi, aku heran. Dia masih muda, punya cucu sebesar kamu."
Abyaz tersenyum saja, dia juga belum paham tentang keluarga Viral. Karena memang dari awal. Abyaz tidak peduli, dan tidak ingin tahu tentang keluarga Viral. Hanya sebatas mengenal, itu sudah cukup. Apalagi mengenal Viral yang begitu nakal. Menurut Abyaz, Viral menjadi biang keladi, untuk hari-hari buruknya.
"Aku kenal kamu aja, udah bikin aku_"
Abyaz tidak melanjutkan perkataannya. Mengingat akan Viral adalah cucunya Damar, sang pujaan hati.
Viral mulai berdiri, lalu berkata "Ya udah, aku pulang dulu. Nenek, jangan bilang sama Eyang Damar. Kalau aku selalu jahat sama Nenek."
Abyaz hanya mengangguk, dan Viral pergi dari rumahnya.
"Apa dia salah minum? Tadi dia, cuma minum soda."
Abyaz merasa geli atas tindakan Viral barusan. Abyaz juga tidak suka, kalau Viral sampai menyebutnya Nenek. Apalagi kalau di kampus nanti, Viral panggil dia Nenekku. Yang ada, Abyaz dikira menikah dengan Kakeknya Viral. Yang udah kakek-kakek beneran, bukan pria tampan seperti Damar.
"Hiii..." Ucapnya, dan masih merasa geli dalam pikirannya.
Setelah mandi dan menikmati sorenya dengan penuh perasaan rindu. Abyaz yang berbaring di tempat tidur, sambil jarinya mengelus layar ponselnya.
Menatap sang pujaan hati, hanya dalam layar ponselnya.
"Mas Damar. Emms... Dia lagi apa??"
"Tadi dia bilang, baru selesai sholat tahajud. Pasti tidur lagi. Aku harus nunggu dia bangun tidur." Ucapnya.
Mengingat perbedaan waktu di Amerika dan Jakarta yang selisih 12 jam, saat ini jam di layar ponsel Abyaz baru jam 5 sore. Di sana waktu subuh juga sudah berbeda, sekitar jam 5.30 pagi waktu Amerika.
Abyaz melihat ke arah pintu yang di dorong, ternyata yang masuk ke kamarnya adalah sang Mama.
"Sayang,...."
Britney sudah pulang dari kantor dan segera menemui putrinya.
"Mama." Ucap Abyaz dan masih di tempat tidur.
"Tadi kamu di jemput Kak Giel?" Tanya Britney, yang mendekati anaknya, lalu mengelus rambut Abyaz. Britney yang masih memakai pakaian formal, langsung menemui anaknya.
Abyaz mengangguk, meletakan ponselnya di atas bantal. Lalu memeluk sang Mama.
"Mama, Abyaz gegana."
Britney tersenyum, lalu berkata "Itu ujian buat kamu."
"Emm, Mama."
"Emangnya Mama pernah LDR??" Tanya Abyaz, yang penasaran.
Abyaz melepaskan pelukannya, dan menatap lekat wajah Mamanya.
Britney hanya dengan eskpresi manisnya.
Walaupun, Abyaz sangat dekat dengan sang Papa. Tetap saja, masalah curhat-curhatan pasti sama Mamanya. Soalnya, Papanya kalau diajak ngobrolin soal cowok, apalagi pacar. Yang ada Papanya akan hareudang, hawa panas dingin bisa menyerang.
"Mama nggak pernah LDR. Papa kamu malahan. Papa kamu LDR, tapi cuma beberapa bulan. Kamu juga tahu itu."
Abyaz juga pernah dengar cerita itu, waktu Alishba cerita soal Emran dan anak-anaknya langsung menggoda sang Papa. Yang gagal berdojoh dengan seorang dokter. Tapi sekarang, akan mendapat menantu seorang dokter.
"Iya, tahu Ma. Emang Mama dulu kalau pacaran gimana?"
Britney tersenyum dan merasa malu kalau mengingat masa mudanya.
"Dulu Mama seusia kamu, hanya ada perasaan suka. Mama dulu suka sama Pakde Real, kamu kenal dia. Terus dia menikah. Mama baru, punya pacar. Om Bram, kamu juga kenal. Malah anaknya satu kampus sama kamu, Meta teman kamu kan?!"
"Iya dulu, SMA satu kelas. Sekarang beda jurusan."
Britney tersenyum dan berkata "Kalau untuk perasaan. Gadis yang merasakan jatuh cinta. Pasti perasaannya menjadi berbunga-bunga, pengennya ketemu, terus kalau kirim pesan dan baca pesan jadi senyum-senyum sendiri. Kadang kalau dia balasnya lama, jadi kepikiran. Terus gegana, malas makan, kurang tidur. Ya gitu, tapi lama-lama juga biasa aja. Kalau Mama mikirnya gitu. Kecuali setelah menikah sama Papa kamu."
"Kenapa Ma? Papa sama Mama pernah nggak berantem gitu? Terus Mama kalau kangen Papa gimana rasanya?"
"Berantem ya sering. Kadang kamu lihat sendiri, gimana Mama sama Papa debat gara-gara kalian semua. Kalian yang begini, begitu. Kadang Mama sama Papa juga beda pendapat."
"Iya...Gara-gara aku punya pacar. Papa jadi kesel sama Mama."
Abyaz tersenyum, karena memang sang Mama yang memberi ijin Abyaz pacaran sama Damar.
Britney berfikir sebagai orang tua, dia tidak ingin terlalu melarang atau selalu mengatur anaknya. Seorang anak juga butuh ruang untuk diri mereka sendiri. Orang tua hanya mengingatkan saja, serta mengawasi anak-anaknya. Tidak masalah, lagian Abyaz dan Damar juga tidak sering bertemu. Tapi sang Papa tetap kekeh, melarang anaknya pacaran.
"Papa tidak suka. Papa tidak setuju! Terserah kalian maunya apa." Ya begitu, kalau Papa Pras sedang marah.
Kalau Alishba menurut saja apa kata Papanya. Karena Alishba, dia lebih ke dirinya sendiri, membuat happy dirinya, dan menurutnya cinta pacaran akan menambah beban pikirannya. Prinsip dia, hanya pekerjaan, shopping, ke salon dan menyenangkan diri sendiri. Sangat mirip seperti Mammi Maeva yang begitulah, hanya saja Mammi Maeva bukan wanita karier.
Di tempat lain, yang tidak lain adalah Viral, sang tetangga, teman, musuh, atau si cucunya Mas Damar. Hanya duduk dan memeluk bantal sofa.
Menekan tombol remot, dan hanya mengganti-ganti acara TV, dan padangan matanya sangat sinis.
"Viral..." Panggilnya dan Viral masih berada di posisi yang sama.
"Viral, kamu sudah makan?"
Viral hanya diam dan mulai cemberut.
Limar yang baru tiba, lalu pergi. Gara-gara sang anak diam tanpa kata. Limar sangat tahu. Kalau Viral sudah begitu, pasti suasana hatinya sedang bermasalah.
"Aldo... Apa Viral membuat ulah lagi?"
Limar melepas blazernya dan meletakan di samping wastafel.
Menggulung lengan tangannya dan mulai mencuci tangan, dengan menatap dirinya dari cermin yang ada di hadapannya.
Aldo yang tadi mandi, baru keluar dari kamar mandi, lalu memegang pinggul istrinya dan mengecup pipi Limar dari belakang.
"Tadi kamu bilang apa?" Tanya Aldo, yang tidak mendengar jelas perkataan istrinya.
"Sepertinya Viral buat ulah lagi."
"Ulah apa? Aku nggak dapat telfon dari pihak kampus."
Aldo yang cukup tahu, kalau putranya membuat ulah, pasti pihak kampus akan menghubunginya. Alasan kenapa Viral kuliah di kampus itu, karena pemilik saham utama kampus adalah Mahatma Corporation, jadi Viral kuliah hanya karena kedua orang tuanya.
Satu jam kemudian.
"Viral, kenapa makanannya cuma dilihat saja?"
Setelah selesai sholat maghrib Limar dan Aldo mengajak putra makan di ruang makan.
Sangat jarang keluarga ini makan malam bersama, karena kesibukan sang Bunda.
"Bunda, Viral tidak nafsu makan."
Aldo tersenyum, lalu berkata "Viral, kalau tidak mau makan. Pergilah, Ayah udah siapin motor kamu."
Limar langsung menoleh ke arah sang suami dan menatap tajam. Bukannya meringankan suasana, malah menyuruh putranya pergi.
"Lagi malas Yah."
Aldo tersenyum dan mengerti, berarti memang masalah hati.
"Apa kamu ditolak gadis? Sampai wajahmu jadi masam."
Limar menatap putranya dan bertanya "Sayang, apa masalah kuliah? Kamu mau berhenti kuliah? Bunda tidak masalah, kalau kamu tidak mau kuliah."
"Kenapa harus Abyaz??? Kenapa nggak bule Amrik, atau gadis Jogja aja!"
"Kalau Abyaz jadi sampai menikah sama Eyang. Aku harus tunduk sama Abyaz."
Kedua orang tua Viral mulai paham, hanya karena Abyaz yang akan menjadi calon Neneknya, dia sampai tidak nafsu makan.
"Eyang kamu sangat pandai pilih gadis. Kamu harus mengikuti jejaknya."
"Ayah kamu benar, Eyang kamu masih muda. Bahkan, sangat cocok sama Abyaz."
Viral merasa aneh, kenapa orang tuanya. Hanya merespon begitu saja. Lalu tatapan matanya yang menyipit dan menggeleng, saat menatap orang tua yang ada di hadapannya.
Viral bertanya "Ayah Bunda tahu itu??"
Limar dan Aldo tersenyum.
"Kalian tahu??" Viral jadi melotot tajam.
"Iya, Ayah tahu. Bahkan Papanya Abyaz bawel di depan Ayah. Cuma gara-gara anaknya yang sudah pacaran."
Viral mendorong piring lebar itu, dan berkata "Kalian tahu, kenapa aku nggak tahu."
Limar yang masih makan, meletakan sendok dan garpunya, lalu berkata "Damar cerita sama Bunda, kalau dia suka sama Abyaz. Tapi selebihnya, Bunda nggak tahu."
"Kalian mendukung??"
"Iya, kita dukung aja."
"Memang kenapa? Kamu suka sama Abyaz??" Tanya Aldo.
Viral menggeleng dan berkata "Aku nggak suka di akan jadi Eyangku."
"Gila!!"
"Setiap lebaran, nanti aku harus sungkem sama Abyaz."
"Yang benar saja."
"Abyaz merasa hebat."
"Ini pasti siasat Abyaz, untuk balas dendam."
Aldo dan Limar tertawa mendengar hal itu.
"Damar memang Eyang kamu, tapi Bunda juga tidak mengekang kamu, harus patuh, dan harus memanggilnya dengan panggilan Eyang."
"Tapi dari dulu, Eyang Buyut selalu bilang. Tole, ini Eyang Damar. Eyang kamu. Kamu harus memanggilnya Eyang."
"Dan itu masih terngiang-ngiang di otak Viral."
Aldo semakin ngakak, putranya sangat menggemaskan.
"Kamu memang cocok jadi cucunya Damar." Ucap Aldo yang masih tertawa.
"Ayah sama Bunda, malah tertawa."
"Ya mau gimana lagi. Damar memang status di keluarga Mahatma dia Eyang kamu. Terserah kamu, mau panggil dia Eyang, Om, Mas atau Damar." Ucap Limar dengan tertawa.
Viral yang dikamar memandangi langit-langit kamarnya. Sesuatu dibenaknya, akan masa kecil bersama Damar.
"Eyang, kenapa harus Abyaz??"
"Kenapa bukan yang lainnya??"
"Apa ini hukuman buatku?!"
Viral yang tadi masih berbantal lengan kanannya. Perlahan tengkurap dan mulai memejamkan matanya. Viral merasakan dulu tidur satu kamar dengan Damar. Pada akhirnya, dia harus pindah ke Jakarta dan meninggalkan Damar.
..."Eyang, jangan Abyaz."...
Sudah tidurpun masih menjadi beban pikirannya. Viral tampak tertidur pulas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 216 Episodes
Comments
My_ChA
viral2 hahahaha lucu qmu bikin gemes ank Mbg Limar sm aldo ini....
2021-01-24
1
Riski Anwar Maulana
semangat thoor......
2021-01-24
1
Mar'ahh Mar'ahh
penasaran thor siapa si damar,, lanjut thor semangatt
2021-01-24
1