"Ma, kenapa jaringan internet tidak ada." Ucap Embun, Dia masih mengotak-atik laptop di meja belajarnya.
"Ayah matikan." Suara bariton itu terdengar dari ambang pintu kamar Embun.
Embun menoleh ke arah Ayahnya dengan pandangan malas.
"Ma, Ayah ke rumah Ibu dulu. Adik Mira dan suaminya sudah sampai di rumah Ibu. Bujuk putri mu makan dan lukanya harus diobati. Jangan sampai besok Eda mu ( Mama Mira/Bou nya Embun atau Ibunya Tara ) heran melihat putri kita." Ucap Ayah Embun dengan tegas. Mata Ayahnya menatap tajam ke putrinya itu. Dia sengaja mengatakannya di depan Embun. Agar Embun sadar. Perjodohan ini bukan main-main.
Embun sangat kesal mendengar ucapan Ayahnya itu. Tapi, Dia hanya bisa mendongkol. Tidak bisa berontak. Setiap titah Ayahnya tidak bisa dilanggar.
Setelah Ayahnya pergi, tukang pun datang kembali membawa peralatan untuk memperbaiki pintu kamar Embun.
Ya Ampun pintu kamarku, sampai dibongkar.
Mama Nur, berjalan mendekati putrinya yang duduk dikursi meja belajarnya. Dia mengusap pelan puncak kepala putrinya itu.
"Makan dulu ya sayang!?" Mama Embun masih mengelus rambut putrinya itu. Embun mengangguk.
"Siti.... Panggil Mama Nur kepada Asisten Rumah tangganya. Yang membuat Embun kesal mendengar Mamanya memanggil ART mereka.
"Kan nama kami sama. Orang baru ya ma?" tanya Embun dengan cemberut.
Bagaimana tidak kesal, namanya sangat pasaran dan kolot menurutnya.
"Iya sayang." Mama Nur memeriksa luka ditangan Embun. Ternyata lumayan parah. Karena otot-ototnya ada sobekan.
"Nonya ini makanannya." Siti ART mereka sudah berdiri disisi kanan Embun, masih memegang nampan berisi makanan untuk Embun.
"Letakkan di meja Siti." Ucap Mama Nur, tanpa menoleh ke arah Siti. Dia masih sibuk membersihkan luka Embun dengan alkohol. Yang membuat Embun meringis kesakitan.
Bi Siti meletakkan nampan di atas meja belajar Embun. Embun melirik makanan itu. Ada makanan kesukaannya. Soto Medan dan juga soup tulang iga sapi.
Tampilan makanan yang ada dihadapan Embun sangat menggugah selera. Asap dari soto dan soup menggumpal di udara. Embun sangat suka melahap makanan yang masih panas dan pedas.
Karena Dia memang sangat lapar, akhirnya Embun makan juga dengan lahapnya. Soto dan soup nya ludes. Mama Nur sangat senang melihat putrinya akhirnya mau makan juga.
"Ma....Ponsel, dompet dan alat makeup ku terjatuh. Saat ini Aku tidak punya ponsel ma. Uang dan ATM juga hilang. Belikan Aku Ponsel ya Ma?" Ucap Embun Setelah menyantap makanannya. Dia langsung memeluk Mamanya yang duduk di sebelahnya.
Kalau Dia sudah punya uang, Dia akan ke Bank besok, mengurus ATM dan ke grapari mengurus kartu selulernya.
"Iya sayang, Mama belikan. Tapi, besok aja ya sayang. Mama mau menyusul Ayahmu ke rumah Ompung dulu ya?" Ucap Mama Embun dengan lembut, sembari mengelus rambut Mamanya.
"Sekarang aja Ma. Aku bisa belikan sendiri. Tinggal Mama kasih aja uangnya." Embun masih memeluk Mamanya, berusaha membujuk.
Mama Nur diam. Dia tidak mungkin membolehkan Embun keluar rumah. Bahkan tadi suaminya berpesan. Agar Embun dijaga ketat. Handpone dan alat komunikasi lainnya harus ditahan.
Ayahnya belum tahu bahwa ponsel Embun sudah hilang.
"Kamu istirahat dulu ya, nanti malam mungkin Boumu Akan datang ke sini. Tapi Nak Tara belum ikut. Karena Nak Tara masih di Kota Medan." Embun menepis tangan Mamanya dari kepalanya. Dia berdiri, berjalan menuju ranjangnya.
"Ma, Aku tidak mau menikah dengan Si Guru itu. Mama juga tahu kan dari dulu Aku sangat membencinya." Air mata Embun sudah tidak bisa ditahannya lagi. Kenapa Dia harus menikah dengan si Guru Gendut itu. Dia sudah pernah bersumpah, jikalau melihat pria itu. Maka Dia lebih baik mati saja.
Kebenciannya bukan tidak beralasan. si Guru selalu saja membuatnya kesal. Mainannya selalu disembunyikan, si Guru juga sering mengejeknya. Masih banyak lagi hal-hal yang dilakukan si Guru yang membuat Embun semakin membencinya.
"Perjodohan ini sudah terjadi disaat kamu baru lahir. Ini tidak bisa dielakkan lagi. Kamu tahu, kenapa kamu dilarang pacaran. Itu semua karena kamu sudah dijodohkan dengan Tara." Mama Nur mendekati putrinya ke ranjang.
"Ooohhh.... Aku dilarang pacaran. Agar tidak ada yang mau menikahiku. Jadi si Guru itu bagaimana. Dia lama tinggal di Singapura. Apa Ibu tahu bagaimana kehidupannya. Jangan-jangan Dia sudah sering tidur dengan perempuan dan Aku kalian larang untuk pacaran. Itu sungguh tidak adil." Embun memegangi dadanya yang sudah terasa sesak. Dia menatap tajam ke arah Mamanya. Sungguh, alasan Dia tidak boleh menjalin hubungan dengan lawan jenis sangat tidak adil.
"Aku tidak mau menikah dengannya. Titik...!" Ucap Embun histeris. Dia pun menjatuhkan tubuhnya di ranjang dan memeluk guling nya.
"Sayang, jangan seperti ini. Nanti Ayah akan marah. Ini sudah keputusan keluarga besar. Nak Tara itu baik. Dia tidak jahat seperti perkiraanmu. Kamu saja yang tidak mau mengenal dan melihatnya. Dia sangat berubah sekarang. Dia tampan dan penyayang nak." Mama Embun berusaha mempengaruhi putrinya. Walau memang perkataan Mama Embun itu benar. Sekarang Tara sudah berubah menjadi pria yang dewasa dan sangat tampan. Beda sekali sewaktu kecil dan remaja.
"Mau Dia tampan atau sangat tampan. Aku tidak peduli. Aku tidak mau menikah dengannya." Embun masih menangis dengan sesunggukan. Dia menarik napasnya yang otomatis ingusnya juga ikut tertarik.
"Aku tidak mau menikah dengan Pariban. Menikahi Pariban itu sangat banyak mudharatnya Ma. Kami ini sepupu, Ada darahku mengalir di tubuhnya dan itu tidak bagus untuk kelangsungan keturunan kami nantinya." Ucap Embun, kini Dia sudah mengubah posisinya menjadi duduk disebelah Mamanya. Raut wajahnya masih sangat kesal dan mendongkol.
Ucapan putrinya itu membuat Mamanya bingung dan tercengang. Mudhorat? Mudhorat apa?
"Apa maksudmu sayang? Mudhorat apa?" Mama Embun memperhatikan wajah putrinya dengan seksama. Dia sangat penasaran dengan kelanjutan penjelasan putrinya.
"Sewaktu SMA guru Biologi kami pernah membahas tentang pernikahan Pariban. Katanya bisa melahirkan keturunan yang abnormal Ma. Aku tidak mau itu terjadi." Ucap Embun dengan mendengus kesal.
Mamanya terdiam. Dia lagi mencerna perkataan putrinya itu. Dia dan suaminya juga nikah Pariban. Tapi, anaknya sehat semua. Bahkan si Embun sehat kali malah. Mulai dari bayi sampai dewasa jarang sakit.
"Itu tidak benar sayang. Kamu ini hasil perkawinan anak Pariban. Kamu sehat tidak ada Abnormalnya. Jangan mengarang-nbarang cerita. Sudah, kamu istirahat saja. Jangan memikirkan yang tidak-tidak." Mama Embun menatap sendu putrinya yang wajahnya cemberut itu. Dia mencium kembali kening putrinya. Dan berniat beranjak pergi dari tempat itu.
"Embun tidak mengada-ada Ma. Itu sudah ada penelitiannya. Embun, tidak mau nantinya. Itu terjadi kepada Embun. Mempunyai keturunan yang kelainan genetik." Ucapnya dengan semangat. Dia tidak menangis lagi.
"Mama senang dengarnya. Berarti kamu sudah berpikiran jauh, untuk memikirkan anakmu dengan Tara." Mama Embun tersenyum.
Aduhhh.... Mama ini salah tanggap lagi.
"Siapa juga yang mau punya anak dengannya. Menikah aja dengannya Aku ogah." Ucap Embun kesal. Dia melipat tangannya ke atas perutnya.
"Sudah nanti kita bahas lagi. Mama keluar ya? Kamu tidur, biar fresh nanti malam, jumpa sama Bou mu." Mama Embun keluar kamar. Sedangkan Embun meluapkan kekesalannya dengan menangis dan memukuli bantal sampai lelah. Dia dikurung di kamar.
"PARIBAN I HATE YOU...!" teriaknya...
Bersambung.
Mohon beri like coment positif rate 🌟 5 dan jadikan novel ini sebagai favorit.
Vote ya kak!🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
0316 Toiyibah,S,Pd.
seruuuu,, Hu,,, huii
2021-11-20
0
Anisa fitri Manullang
aku baca novel ini serasa di kampung ku jadi ya
2021-10-19
0
Anisa fitri Manullang
ini perkebunan salaknya dimana ,Uta koje,sialogo atau dimana ????
2021-10-19
0