"Apa.....? Tidak......!" suara Embun yang kuat, membuat Pak Togar terkejut, begitu juga dengan Mamanya. Sehingga Pak Togar, tiba-tiba menepikan mobil yang dikendarainya.
Suara Nona Embun, benar-benar merusak gendang telinga Pak Togar.
"Kenapa berhenti Pak? apa mobilnya rusak?" ucap Mama Embun dengan panik dan berusaha tenang. Karena, mendapat serangan jantung dari suara Embun yang melengking itu.
Saat Mamanya sibuk memperhatikan Pak Togar. Embun pun mengambil ancang-ancang melarikan diri. Kesempatan ini sangat bagus, karena mobil sedang berhenti. Dia tidak mau dijodohkan. Dia sudah punya kekasih yang sangat dicintainya.
Kleeekkk... Pintu mobilpun terbuka. Embun berhasil keluar. Mamanya panik. "Embun..... Embun.... Sayang ...!" teriakan Mamanya tidak diindahkan Embun. Dia berlari kebelakang, berbalik arah.
"Pak Togar, cepat kejar Dia!" Pak Togar keluar dengan cepat dan mengejar Embun.
Melihat Pak Togar mengejarnya Embun panik, tadinya Dia beranggapan akan ada Mobil angkutan yang lewat dan Dia akan menstopnya. Tapi, rencananya tidak sesuai dengan ekspektasi. Celingak-celinguk mencari pelarian yang akan membuat Pak Togar kesusahan menangkapnya. Akhirnya Embun, berlari ke kebun salak.
Saat ini mereka sedang berhenti, di tempat sepi, tidak ada rumah sepanjang jalan. Yang ada kebun-kebun salak warga.
Saat ini yang ada dipikiran Embun adalah melarikan diri. Dia tidak mau bertemu dengan pria yang bernama Sutan Batara Guru Siregar itu. Sejak kecil Dia sudah sangat membenci pria itu.
Embun berlari cepat, Dia sudah tidak memperdulikan lagi tubuhnya yang terkena duri salak.
Sedangkan Mamanya menghubungi suaminya memberikan berita, bahwa putri mereka melarikan diri. Mamanya meminta bantuan, para pekerja mereka dikerahkan untuk mencari Embun.
Embun terus saja berlari, tak jarang Dia bertemu dengan orang yang sedang memanen salak. Tapi, Dia tidak menggubrisnya. Dia malah tidak tahu tujuan Dia berlari kemana. Pokoknya Dia tidak mau pulang dan dijodohkan. Dia berlari semakin jauh menerobos perkebunan salak.
Capek berlari, dan tidak melihat Pak Togar. Embun berhenti, Dia memegangi dadanya yang terasa sesak. Dia masih ngos-ngosan berdiri ditengah kebun salak. Matanya menyoroti kebun yang sudah mirip seperti hutan itu.
Embun melihat sebuah bangunan serupa saung beratapkan jerami berdinding anyaman bambu. Melihat Pak Togar tidak mengejarnya lagi. Embun masuk ke dalam saung tersebut.
Dia terduduk dengan kaki berseloncor. Dia memenganhi Dadanya yang naik turun, napasnya tersengal-sengal. Jantungnya masih berdetak dengan sangat cepat. Karena jantungnya bekerja ekstra memompa darahnya karena aktivitas berlari dalam ketakutan yang dilakukan Embun.
"Haus....Aku sangat haus." Embun membasahi bibirnya dengan lidahnya.
Tentu saja haus, Dia berlari sudah setengah jam. Tanpa tujuan yang jelas.
Dia melap keringat yang bercucuran di wajahnya dengan tangannya. Dengan napas yang belum stabil. Embun melepas tas ranselnya. Betapa terkejutnya Dia mendapati. Isi tasnya terjatuh semua. Handphone, dompet, alat make up. Semua isi tasnya hilang. Ternyata saat berlari kencang, tasnya tersangkut, dan koyak.
"Pantesan hatiku tidak tenang pulang kampung kali ini. Ternyata ini yang akan terjadi. Mas Ardi, selamatkan Aku. Mas Ardi.... Apa kamu merasakan penderitaan ku." Embun menangis sesenggukan. Dadanya juga masih naik turun, karena Dia belum bisa menenangkan dirinya.
Embun, memeriksa tangannya yang kena duri, bahkan kepalanya yang ditutupi hijab itu juga kena duri.
"Mas Ardi, Aku terluka. Ini sangat sakit." Air mata mulai berjatuhan dipipi putihnya. Dan tangisnya semakin kencang saja, mengingat ucapan Mamanya akan menjodohkannya dengan Sutan Batara guru Siregar itu.
Puas menangis, mata Embun menyoroti saung tempat Dia berteduh. Ternyata Saung itu, sedang ditempati orang. Karena Embun melihat kadangan yang berisi makanan di wadah plastik. Wadah itu ada dua, satu tempat nasi dan satu lagi tempat sayur tumis kangkung yang dicampur ikan teri.
Melihat makanan itu, perut Embun langsung keroncongan. Dia lapar, Tadi pagi Dia tidak sempat sarapan. Di pesawat pun Dia tidak memakan makanan yang diberikan pihak maskapai. Karena, Dia memang belum lapar.
Tapi saat ini Dia sangat lapar. Mungkin karena terlalu lelah berlari dengan rasa takut. Sehingga energinya habis.
Dia ingin melahap makanan yang ada dihadapannya. Tapi, niatnya diurungkannya. Tidak mungkin Dia memakan, makanan orang lain tanpa permisi. Jangan-jangan yang punya makanan ini adalah orang susah juga. Karena menunya saja sangat sederhana.
"Aku tidak mungkin memakannya. Kalau Aku memakannya. Nanti yang punya saung ini makan apa. Siapa tahu yang punya saung ini adalah orang tua, atau Ibu-ibu yang sedang menyusui. Yang sangat membutuhkan makanan untuk metabolisme tubuhnya." Gumam Embun dalam hati.
Dia pun akhirnya tidak berani menyentuh makanan itu.
Krukkkk....kruk..... Perutnya kembali berbunyi. Jumlah udara sudah terlalu banyak didalam perut Embun dibanding jumlah makanan, sehingga perutnya bunyi terus. Jelas bukan cacing yang bernyanyi. Karena sudah jelas Embun tidak cacingan. Dia rajin minum obat cacing enam bulan sekali dan selalu menjaga kebersihan makanan yang masuk ke saluran pencernaannya.
Kini mata Embun beralih ke samping kadangan, ada jerigen ukuran lima liter berwarna putih berisikan air.
"Kalau minum air ini, tidak apa-apa kali ya?" gumam Embun.
Tangan halus Embun bergerak membuka tutup jeringen. Dia meneguk air itu dengan rakusnya. Hingga air itu tumpah sebagian, karena mulutnya tidak cukup menampung air yang keluar dari mulut jerigen yang besar.
"Huuuhhh..... Terimakasih Ya Allah. Ternyata masih kau beri Aku obat dahagaku." Ucap Embun. Dia pun meletakkan jerigen ditempat semula. Ternyata Dia sudah meminum air hampir dua liter.
"Pingin makan salak, tapi Aku takut perutku akan semakin mengisap. Aku tidak boleh berlama-lama disini. Aku takut kena marah yang punya saung." Embun melap tangannya ke lantai papan saung, setelah Dia melap darah yang mengalir di tangannya yang kena duri salak.
Dia harus keluar dari kebun salak yang luas ini. Dia harus sampai ke jalan lintas. Embun pun keluar dari saung.
"Astaghfirullah....!" Embun memengangi dadanya. Dia sangat terkejut, tiba-tiba saja ada pria bertelanjang dada dengan memakai celana training longgar warna coklat berdiri di depannya.
Mata Embun, bergerak menyorot tubuh sixpack dihadapannya. Hingga matanya bersitatap dengan pria bertelanjang dada itu.
"Kaaammmu.... siapa?" tanya Embun dengan ketakutan. Pria yang didepannya, sedikit menyeramkan dan nampak misterius. Sorot matanya sangat tajam.
Belum sempat pria itu menjawab, suara ribut terdengar disekitar kebun salak. Ternyata orang yang disuruh untuk mengejar Embun sudah menemukannya.
"Itu Nona Embun." Melihat para pesuruh Ayahnya datang berkerumun. Embun masih berniat lari, tapi tidak mungkin. Karena mereka sudah dikepung. Akhirnya Embun menyembunyikan tubuh mungilnya dibalik tubuh kekar pria misterius itu.
"Tolong selamatkan Aku! mereka akan menculikku." Bisiknya di balik tubuh pria itu. Tapi, pria itu diam saja.
Ini manusia Tarzan tidak bisa ngomong ya? diam terus.
"Nona mari pulang, Tuan besar juga sudah ada di lokasi ini. Jangan buat marah Tuan besar Nona." Ucap pekerja Ayah Embun.
Ada 10 orang yang mencari Embun yang melarikan diri ke kebun salak.
Ayah Embun sosok Ayah yang penyayang, tapi Ayahnya Embun sedikit diktator. Keinginan yang menurutnya baik, tidak boleh dibantah.
"Tolonglah.... selamatkan Aku, mereka akan menjualku." Embun masih berusaha mempengaruhi pria yang membelakanginya. Tapi, si pria yang diajak bicara, diam seperti maneken.
TBC.
Mohon tinggalkan jejak dengan like, coment positif rate 🌟 5 jadikan novel ini sebagai favorit
Vote ya kak! 🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 321 Episodes
Comments
0316 Toiyibah,S,Pd.
nasib,,, sabar non
2021-11-20
0
Ros Ali
kayak jaman siti nurbaya aja main jodo jodohan, lagian simama nya embun ngomong dulu kek sama embun,
2021-11-17
0
Whiteyellow
semangat ya.
2021-02-28
0