Saat Rumi menanyakan Raisa apa perasaannya pada Rumi, Raisa tak memberitahunya dengan jelas. Dan mengatakan, bahwa Rumi akan mengerti dengan sendirinya nanti.
"Seperti halnya hidup manusia yang banyak lika-liku rintangan dan tantangan, begitu pulalah rumitnya perasaan yang dirasakan hati manusia. Tapi, semua itu ada tahapan prosesnya. Tidak langsung terjadi saat itu langsung bersamaan juga. Tahapan usia dan pemahaman orang berbeda-beda. Semakin rumit hal yang harus dipahami, senakin memerlukan banyak waktu juga untuk memahaminya. Kau tidak perlu memikirkannya terus-menerus untuk langsung memahaminya. Jika, seperti itu pikiranmu akan lelah dan kepalamu akan sakit. Jadi, tidak perlu memikirkannya lagi. Santai saja pada prosesnya. Sudah kubilang, suatu saat nanti kau pasti bisa memahaminya," jelas Raisa
"Kau benar. Semakin aku berpikir untuk memahaminya, aku jadi merasa pusing. Mencerna berbagai macam perasaan itu, membuat perasaanku menjadi aneh tak menentu, karena bingung. Boleh aku duduk di sampingmu, Raisa?" ujar Rumi bertanya.
"Tentu, boleh saja. Duduklah," kata Raisa
Rumi pun duduk di tepi ranjang pembaringan Raisa, di sisinya.
Eh!?
...'Kupikir, maksudnya duduk di sampingku adalah di kursi samping ranjangku. Tapi, ternyata dia benar-benar duduk di sisiku. Tepat di sampingku!' batin Raisa...
"Ada pertanyaan tentang perasaan yang tabu bagi perempuan. Lalu, perasaanku saat ini seperti apa? Perasaan dirasakan oleh hati yang tulus~" gumam Rumi mencoba ingin memahami perasaannya sendiri.
"Sudah kubilang, tak perlu memikirkannya lagi," larang Raisa dengan halus
Jika terus seperti ini, pembicaraan ini takkan berakhir. Jadi, tolong jangan memikirkannya lagi terlalu dalam. Kau tak perlu memahaminya sekarang.
-[Pikir Raisa.]
Kini, Rumi memegangi dadanya. Merasakan jantungnya agak berdebar terasa lain yang aneh baginya.
...'Jantungku berdebar dengan aneh. Kali ini, baru aku merasakannya... Rasa penasaran, ingin memahami, membuatku serasa ingin melakukan sesuatu ... ' batin Rumi...
Raisa tak bisa nenatap Rumi langsung yang berada sangat dekat dengannya. Ia tak henti-hentinya mengoceh melarang Rumi terlalu memikirkan perkataannya. Namun, Rumi tidak mendengarkan ucapannya, terus mengabaikannya.
Raisa yang terus mengoceh tanpa menatap lawan bicaranya, tak tau jika Rumi perlahan terus mendekat ke arahnya. Mendekatkan wajahnya ke arah wajah Raisa.
Namun, Raisa mulai tersentak sadar saat tangan Rumi meraih wajahnya. Menangkup pipinya!
DEG!
Raisa tak bisa bergerak lagi setelah merasakan sentuhan asing nan lembut di pipinya~
"Eh!? R--Ru--Rumi, kau! Apa--"
Cups!~
Dilihatnya mata Rumi terpejam merasakan hal yang dibuat ulahnya sendiri. Raisa yang tak dapat berpikir jernih pun ikut memejamkan matanya. Merasakan sensasi yang diperbuat oleh kelakuan Rumi yang mendadak ini.
Rumi mencium bibir Raisa!
Kali ini, Rumi terlihat sangat menghayati perasaannya saat melakukannya. Raisa pun hanya terhanyut oleh perasaannya yang lagi-lagi terbuai oleh Rumi.
Ciuman tak biasa itu berlangsung cukup lama. Semakin tak biasa, membuat mereka berdua kehabisan nafas.
Keduanya yang merasa masih tak ingin selesai sampai di situ saja, membuka mulut masing-masing agar tak kehabisan nafas. Saling membagikan nafas satu sama lain.
Nafas mereka yang terengah-engah, membuat lidah mereka menari seiringan dalam ciuman itu~
Mmpt...
Hh!
Hahh~
Ciuman itu tidak memaksa satu sama lain. Mereka berdua sama-sama terbuai oleh perbuatan yang diciptakan oleh perasaan mereka masing-masing.
Sentuhan tangan Rumi di pipi Raisa terasa sangat lembut. Ciuman mereka pun tak menuntut. Keduanya sama-sama menikmatinya~
Sampai akhirnya, Raisa mencengkram baju bagian depan Rumi. Lalu, mendorong tubuhnya perlahan.
"Mmph... Hahh~ Hhh!"
"Hahh... Maafkan aku, Raisa. Aku melakukannya secara tidak sadar. Sama sepertimu, hatiku merasakan sesuatu yang mendorongku melakukannya. Sepertinya aku sudah bersikap tidak sopan terhadapmu. Maaf~" 7jar Rumi merasa bersalah.
Pipi Raisa merona merah. Seperti kepiting rebus!
Bluussh~
"Ngh~ Hmm ... t--ti--tidak apa. Tidak perlu merasa bersalah. Aku mengerti itu adalah suatu proses bagimu. Lagipun, aku tidak melarangmu atau menolaknya. Tapi, lain kali jangan tiba-tiba seperti itu. Saat pertama kali aku melakukannya pun seperti itu, aku tidak akan melakukannya lagi," ucap Raisa
"Ya. Aku tidak akan melakukannya lagi tanpa seizinmu," kata Rumi
...'Rumi melakukannya karena dia tidak mengerti. Kata-katanya pun sama sepertiku yang tak sadar melakukannya. Tapi, kenapa dia bilang, takkan melakukannya lagi tanpa seizinku? Ah, ayolah, Raisa... Kau jangan anggap serius perkataannya yang bahkan tidak memahami perasaannya sendiri. Jangan banyak berharap!' batin Raisa...
...'Mendengar penjelasan yang panjang dari Raisa membuatku ingin memahami perasaanku sendiri saat ini. Tanpa sadar aku menciumnya. Melakukan hal yang tidak sopan padanya. Baru kali ini aku kebingungan seperti ini. Aku merasa aneh!' batin Rumi...
Raisa merasa sangat malu hingga menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Rumi dengan perlahan~
"Raisa, kau kenapa?" tanya Rumi
"Tidak apa... Tolong izinkan aku pinjam bahumu sebentar seperti ini. Istirahat seperti ini membuatku nyaman. Biarkan aku merasakannya," ujar Raisa
"Bukankah jika merebahkan tubuhmu akan terasa lebih nyaman?" heran Rumi bertanya.
"Tidak. Selain nyaman, posisi ini membuatku senang. Tolong, izinkanlah sebentar saja ... " ucap Raisa
"Baiklah. Tapi, Raisa, kenapa jantungku berdebar?" ujar Rumi bertanya.
"Bukankah setiap manusia hidup jantungnya akan berdebar," kata Raisa yang menjahili Rumi padahal ia mengerti maksudnya.
"Maksudku debarannya terasa aneh, sedikit lebih cepat," ungkap Rumi
"Itu hal yang normal. Mungkin saja karena suasana aneh saat ini. Kau juga merasakannya, kan ... " ucap Raisa yang tak ingin lebih menjelaskannya lagi.
"Ya. Aku merasakannya," kata Rumi
Saat Raisa bersandar di bahunya. Rumi melingkarkan tangannya, menaruhnya di pinggang Raisa. Agar Raisa lebih nyaman dan posisinya tidak goyah.
"Maafkan aku melakukan ini, Raisa," ujar Rumi
"Ya, tidak apa. Aku tau kau melakukannya demi diriku agar lebih nyaman dan aman. Terima kasih," ucap Raisa sembari tersenyum.
...'Dia melakukannya demi diriku dan meminta maaf seolah meminta izin dariku. Manis sekali... Untuk kali ini saja, biarkan aku menikmati moment seperti ini,' batin Raisa...
"Sekarang kau bisa tidur. Istirahatlah," ujar Rumi
"Baiklah. Terima kasih, Rumi ... " kata Raisa
Raisa pun memejamkan matanya. Rumi membiarkannya tertidur sambil bersandar di bahunya. Hingga Raisa benar-benar tertidur dengan lelap, Rumi pun membenahi posisi tidurnya dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Lalu, ia pun kembali duduk di kursi di samping ranjang pembaringan Raisa. Rumi terus berada di sampingnya, menjaganya. Sampai ia pun terlelap...
•••
Keesokan harinya.
Raisa dan Rumi sama-sama telah terbangun di pagi hari ini.
Raisa tengah terduduk dan bersandar di papan ranjang pembaringannya. Rumi sibuk menawarinya, apa yang dia inginkan.
"Kau ingin apa? Aku akan mengabulkannya," ujar Rumi
"Aku ingin minum saja. Tenggorokanku terasa kering," jawab Raisa
Rumi pun mengambilkan gelas berisi air putih yang berada di nakas samping ranjang pembaringan dan memberikannya pada Raisa.
"Ini minumlah," kata Rumi
"Terima kasih," ucap Raisa
Raisa pun meminum air dari gelas pemberian Rumi. Lalu, kembali memberikannya pada Rumi setelahnya.
"Tolong taruhkan lagi ini untukku. Sekali lagi, terima kasih, Rumi ... " ujar Raisa
Rumi pun menerimanya dan kembali menaruhkan gelas tersebut di nakas.
"Kau tak ingin makan? Kau belum makan sejak malam itu," ujar Rumi bertanya
Raisa menggelengkan kepalanya pelan.
"Rumi, apa yang kau dan aku bicarakan dan lakukan semalam ... tolong, jangan beritau atau bahas itu pada siapa pun," ucap Raisa. Ia kembali bersemu saat mengingatnya.
"Hal yang aku bicarakan pada orang tertentu, tidak akan kuberitau pada orang lain. Jadi, kau tidak perlu khawatir," ujar Rumi
"Bagus kalau begitu. Terima kasih telah mengerti aku," kata Raisa
"Ah, ya. Aku melupakan sesuatu. Kau berterima kasih padaku karena aku telah menyelamatkan Morgan. Tapi, kau juga menyelamatkanku yang jatuh dari ketinggian. Kau menangkap tubuhku saat itu. Terima kasih kau telah melakukannya. Kalau saja, kau tak menangkapku saat itu, mungkin saja aku terluka lebih parah lagi karena telah jatuh dari tempat yang tinggi. Jadi, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Raisa
"Sama-sama. Kau juga telah melakukan sesuatu untukku hingga kau terluka. Jadi, tidak ada lagi hutang di antara kita," ujar Rumi
"Ya. Kau benar," kata Raisa
Di saat itu pun yang lainnya kembali datang menjenguk Raisa. Morgan dan Aqila. Devan, Ian, Chilla. Marcel, Billy, Dennis. Sanari, Amy, dan Wanda.
.
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments
ANAA K
Semagat thorr💪🏾💪🏾💪🏾
2021-09-18
0
Ende Setiani
selalu hadir kk
2021-03-29
0
Yoo_Rachel
ohhooo.....hihihi semangat..q udah boom like..
2021-03-18
0