Raisa terus berjalan di tanah tak bertuan itu, Padang rumput tak berpenghuni.
Raisa memandang langit yang cerah. Tersenyum dalam beberapa detik, lalu senyumnya pudar begitu saja. Di satu sisi, ia merasa lega dan senang dapat berkeliling seperti ini. Namun, di sisi lain, ia merasa ada yang membebani pikirannya. Ini tentang orang-orang yang ditemuinya, ia memiliki tanggung jawab terhadap mereka semua. Tugasnya untuk memastikan semuanya selamat!
Raisa pun menghela nafas panjang...
Hhhh~
Raisa menendang kerikil kecil di antara reremputan dengan asal ke sembarang arah. Matanya mengikuti arah kerikil itu meluncur. Dan mendapati seseorang terduduk di hamparan rumput-rumput kecil. Seseorang yang ia kenal, salah satu yang ada di dalam mimpinya.
Raisa kembali menyunggingkan senyuman kecil di bibirnya. Lalu, melangkahkan kaki mendekati sosok itu.
"Rumi, kau di sini? Aku duduk, ya ... " sapa Raisa di sampingnya yang sedang duduk.
Sosok tersebut adalah Rumi. Raisa pun duduk di sebelahnya.
"Sedang apa di sini?" tanya Raisa memulai pembicaraan
"Tidak ada. Hanya memandang asal," jawabnya, Rumi.
"Istirahat sejenak seperti ini memang bagus. Aku pikir kau akan langsung kembali ke tempat berkumpul saat melihat di sini tidak ada apapun," ujar Raisa
Rumi tak menanggapi. Ia terus memandang ke depan.
"Bagaimana keadaanmu? Apa bekas lukamu masih terasa sakit?" tanya Raisa, mencoba terus melakukan perbincangan saat sebelumnya tidak ditanggapi.
"Tidak. Lukanya sudah hilang. Terima kasih sudah membantu mengobati," ujar Rumi
"Syukurlah. Sama-sama. Kau tidak perlu sungkan padaku seperti yang lain," kata Raisa
Raisa terkekeh kecil.
"Rasanya aneh mengatakan padamu untuk tidak sungkan denganku. Sepertinya kaulah satu-satunya yang pendiam dan cukup kaku," ungkap Raisa
"Tapi, Rumi ... kau berbeda dengan yang lain. Apa kau tidak penasaran? Siapa aku, tujuanku, alasanku, maksudku. Tidak seperti teman-temanmu yang terus bertanya dan tidak percaya. Memangnya kau tidak heran saat aku mengetahui sesuatu tentang dirimu di saat kita baru pertama kali bertemu? Kenapa tidak menyelidikiku seperti yang lain? 'Bagaimana kau bisa tau*?'" tanya Raisa yang justru penasaran dengan sosok Rumi. Tidak seperti yang lainnya, yang sebaliknya.
*Berusaha meniru pertanyaan yang lain.
"Tidak. Karena kau pasti memberitaunya sendiri jika kau menginginkannya. Lagipula sudah banyak yang menanyakanmu, kupikir aku tidak perlu lagi bertanya," ucap Rumi
"Morgan tadi bertanya padaku, apa saja yang kulihat di dalam mimpiku? Apa kau juga tidak ingin tau? Setidaknya hal yang kulihat tentang dirimu di mimpiku?" ujar Raisa bertanya.
"Tidak," singkat Rumi
"Bukankah kau selalu mengikuti apa yang Morgan lakukan?" tanya Raisa
"Hal yang Morgan lakukan, tidak semua aku mengikutinya," jawab Rumi
"Bagaimana ini? Aku justru penasaran denganmu. Padahal aku sudah sempat melihatmu di dalam mimpiku. Seperti apa dirimu yang sebenarnya, ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Bagiku, kau sedikit misterius. Sangat memancing rasa penasaran seseorang, ingin tau segalanya tentangmu, kau unik! Aku sangat terkesan denganmu yang selalu ingin melindungi teman-temanmu, terutama Morgan, yang kau anggap sangat berharga bagimu. Bagiku, kaulah yang istimewa. Mungkin, menurutku... kau sangatlah berharga!" ungkap Raisa
Saat itu, Rumi menoleh. Menghadap ke arah Raisa yang berada di sampingnya. Raisa pun sama demikian. Menatap wajah Rumi dengan lembut dan senyuman manis di bibirnya...
"Istimewa? Berharga seperti Morgan bagiku?" bingung Rumi, bertanya.
"Morgan yang kau anggap mataharimu itu? Tidak! Ini berbeda. Menurutku, hargamu lebih dari sekedar matahari. Bagiku, kau seperti udara~" ucap Raisa
Perlahan, Raisa menggeser tangannya sampai jemarinya menyentuh jemari milik Rumi dengan lembut. Matanya terpejam perlahan, mendekatkan wajahnya ke wajah Rumi... Kemudian mendaratkan bibirnya pada bibir milik Rumi, mencium lawan jenisnya dengan pelan dan secara lembut.
Rumi tak dapat merespon. Seperti terkejut, ia terdiam. Tak berbuat apa-apa...
'Seperti udara aku membutuhkanmu. Tanpamu, aku tidak bisa hidup. Bagai udara yang tak terlihat, begitu pula kau di duniaku. Saat ku bernafas, aku butuh menarikmu dalam-dalam untuk menenangkanku,' batin Raisa
Raisa tergerak memperdalam ciumannya.
Namun, ia tersadar! Ia membuka matanya, sontak menjauhkan wajahnya dari wajah Rumi, juga menarik tangannya dengan cepat.
"M-- Ma--maaf! Aku tidak sengaja. Maksudku, aku tidak sadar sepenuhnya melakukan itu padamu. Aku terlena. Maafkan aku yang sangat tidak sopan," ucap Raisa agak terbata, ia merasa sangat malu.
'APA YANG KULAKUKAN?! RAISA, KAU BODOH! Tak seharusnya kau sangat berinisiatif seperti itu. Apalagi terhadap Rumi yang tak mengerti apa-apa tentang ini! Dasar, tidak tau diri!!' batin Raisa merutuki dirinya sendiri.
"Ah! Ehm ... aku merasa aneh. Entah bagaimana aku terdiam membiarkanmu," ujar Rumi
Ekspresi Rumi kini seperti orang yang terheran. Bingung. Tak mengerti. Mengapa dirinya terpaku?
"Hah... Apa!?" tanya Raisa yang bingung terhadap respon Rumi.
Rumi menyentuh bibirnya sendiri dengan jemarinya. Ekspresinya yang kebingungan sangat tak bisa diartikan. Raisa yang melihat itu, entah nengapa menjadi salah tingkah. Pipi Raisa merona dibuatnya.
Blussh~
"Mohon maafkan aku yang sudah menodaimu!" ucap Raisa
"Noda? Memangnya kau melempariku kotoran?" tanya Rumi
Eh!?
'Sudah kuduga, Rumi tak mengerti tentang apa yang kulakukan tadi. Aku benar-benar sembrono! Tak bisa menahan diri ... ' batin Raisa
Terdengar suara derap langkah kaki menghampiri dengan cepat.
"RUMI, RAISA!! Gawat, musuh datang! Kita diserang!!" teriaknya, Devan berlari ke arah Rumi dan Raisa
Rumi dan Raisa pun menoleh... Pandangan mereka berpaling, mendapati Devan, Marcel, dan, Dennis berlarian mendekat.
"Apa?! Ayo, kita ke sana sekarang! Bagaimana dengan Morgan?" kata Rumi bertanya yang juga mengkhawatirkan Sang Mataharinya
Mendengar Devan, Rumi langsung bangkit. Berlari mendekati Devan.
Raisa termenung. Dalam hatinya merasa sedikit kekecewaan.
'Apa yang kuharapkan? Baginya, aku tidak ada apa-apanya dibanding mataharinya itu. Siapa aku, berharap lebih? Lupakanlah ... ' batin Raisa
"Raisa ... ayo, cepat!!" seru Rumi
Raisa tersadar dari lamunannya. Mendengar Rumi menyebut namanya, terbesit kebahagiaan walau hanya sedikit. Ia tersenyum... Bangkit dan berlari menuju mereka yang menghampirinya.
"Bagaimana mungkin mereka datang cepat sekali? Lokasi ini terpilih secara acak begitu saja... Di mana yang lainnya?" tanya Raisa, khawatir.
"Yang lain sibuk menahan serangan," jawab Dennis
"Oh, tidak!" Raisa berteriak pelan merasa sesuatu yang gawat akan terjadi.
Raisa kembali serius tanpa memikirkan perasaannya yang terombang-ambing lagi.
•••
Raisa dan yang lain bergegas kembali ke tempat semula.
Ternyata, benar! Musuh telah datang menyerang~
"Devan, kau kembali. Bagaimana ini?" ujar Morgan bertanya saat sedang bertarung.
"Untuk saat ini, kita harus tetap bertahan!" kata Devan yang merupakan ketua
"Semua orang sudah berkumpul di sini?" tanya Raisa
"Raisa? Ya, semua lengkap di sini. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" ujar Aqila bertanya.
Raisa memperhatikan dengan seksama. Musuh berjumlah kurang lebih 10 orang. Walau pihak kawan menang dalam jumlah, tak dapat dipungkiri bahwa lawan telah mendomunasi pertempuran. Tentu saja, kekuatan orang dewasa pasti lebih unggul daripada kami yang remaja.
Raisa nampak berpikir keras.
Ia nampak gentar. Dari nada bicara Aqila tadi, dia seperti meminta pertolongan. Walau Raisa berpikir perannya masih tidak pantas untuk dimintai pertolongan, tapi tak dapat dipungkiri bahwa ia khawatir dan ingin berbuat yang terbaik.
.
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments
zien
Semangat 🌹💗
2021-05-30
0
Ende Setiani
selalu hadir
2021-03-13
0
ANAA K
wiihh aku suka part ini thor!
2021-02-26
0