Om Elvano pun memasuki portal tersebut menuju dimensi dunianya dan portal kembali menutup~
Om Elvano pun pergi, kembali ke dimensi dunianya.
"Sekarang giliranmu, Aqila ... " kata Raisa
Raisa beralih hendak menyembuhkan Aqila, mendekat padanya.
"Hei, yang di dalam!! Kenapa lama sekali?! Kau apakan mereka!?" teriaknya si lelaki asing bar-bar yang Raisa tau bernama Morgan
"Mohon tenanglah!!!" balas Raisa berteriak dari dalam tenda tanah.
"Aku heran! Kenapa temanmu Si Morgan itu selalu berpikiran negatif sama aku sih? Padahal sama temannya selalu baik, apa cuma karena aku orang yang baru dia temui?" tanya Raisa seraya mengobati luka Aqila dengan sihir penyembuhnya.
"Itu karena hari ini kami diserang orang tak dikenal sampai seperti ini. Dia jadi lebih waspada. Apalagi dia merasa bahasa dan sihirmu sedikit aneh. Dia memang orang seperti itu, tak usah terlalu dipikirkan," jelas Aqila
"Aku mengerti alasannya. Tapi, aku pikir dia orang yang lebih rasional dan melihat niat baikku. Bahasaku aneh ya? Aku pikir kalian juga mengerti dan terima bahasaku yang cuma sedikit berbeda dari kalian. Oke, mulai sekarang aku akan mengubah cara bicaraku. Ah, lukamu juga harus dibalut, Aqila. Jangan malu denganku, ya. Kita, kan, sama-sama perempuan, jadi aku tak perlu menutup mataku lagi seperti tadi," ucap Raisa
[Raisa telah membuka penutup matanya sejak ia selesai mengobati luka Om Elvano yang juga sudah mengenakan pakaiannya lagi.]
Raisa pun membalut luka Aqila yang juga berada di dada seperti papanya (Om) Paman* Elvano.
*menggunakan bahasa yang telah dirubah.
"Padahal kupikir, aku sudah menggunakan bahasa yang santai dan enak diucapkan tadinya, tidak terlalu formal dan tidak terlalu kasar. Aku tidak berpikir sampai sana, bila aku tidak terlalu diterima kehadirannya oleh kalian yang awalnya menganggapku musuh, dan mungkin sampai sekarang pun masih begitu. Aku tidak berpikir sampai bahasaku tadi dianngap aneh dan asing oleh kalian," ungkap Raisa
"Maafkan kami yang seperti ini. Kami memang jarang bahkan mungkin tidak pernah mendengar bahasa yang sepertimu tadi," ucap Aqila
"Tak perlu minta maaf. Kau tidak salah, Aqila. Dan bukankah kau pun masih meragukanku?" ujar Raisa bertanya.
Aqila merasa tak enak terhadap Raisa, tapi memang dugaan itu benar.
"Lukamu sama seperti papamu yang terdapat di dada, tapi lukamu tak sampai menembus tubuh sepertinya. Jadi tak terlalu parah. Ini pasti luka akibat tusukan pedang. Saat itu kau hendak ditusuk pedang, tapi papamu menghalangimu dari pedang tersebut jadi dia yang terluka tusukan. Tapi, tidak disangka pedang itu terlalu masuk sampai juga mengenaimu walau tak sampai tembus. Ya, kan?" tebak Raisa
"Bahkan sampai yang ini pun kau tahu, Raisa. Sebenarnya siapa dirimu, kekuatan apa yang kau miliki?" tanya Aqila, heran.
"Untuk yang kali ini aku hanya menebaknya. Dan untuk yang lainnya, akan kujelaskan perlahan nanti. Kau hanya perlu percaya padaku bahwa aku berada di pihak kalian ... " ucap Raisa
"Lukamu sudah selesai dibalut," kata Raisa
Aqila pun mengenakan kembali pakaiannya dan mereka berdua pun kembali. Raisa menarik kembali sihir elemen tanahnya hingga tenda tanah itu kini hilang dan tak lagi membatasi keberadaan mereka berdua.
"Hei, kau! Kenapa lama sekali di dalam sana!? Apa yang kau lakukan pada mereka?! Sekarang mana Paman Elvano!?" cecarnya, Morgan
"Tenanglah, Morgan. Aku baik-baik saja. Dia yang telah mengobatiku. Papa sudah kembali ke dunia kita di sana, dia pergi saat tadi di dalam dan dialah juga yang membantu membukakan portal Papa yang rusak. Dia di pihak kita," jelas Aqila
"Kau tidak apa-apa? Dia mengobatimu, berada di pihak kita?" cerocos Morgan
Aqila menganggukkan kepalanya dengan pasti...
"Selanjutnya giliran Rumi ... " kata Raisa
"Bagaimana denganku?! Aku juga terluka. Hanya karena tadi aku menyerangmu, kau balas dendam dengan mengabaikanku, begitu!?" kesal Morgan
"Kau ini ribut sekali! Lihatlah dirimu sendiri, lukamu jauh lebih ringan dari pada lainnya juga dari pada Rumi. Aku melihat ini lebih penting, ini darurat, tanganku hanya ada dua. Tunggulah sebentar, aku juga akan mengobatimu nanti. Bahkan tadi Paman Elvano dan Aqila kuobati secara bergantian. Kau sabarlah!" ycap Raisa, geram.
Raisa pun beralih mengobati Rumi. Satu orang lainnya dari mereka, 4 orang asing dari dimensi lain.
"Lukamu tidak separah Paman Elvano dan Aqila, tak perlu mendirikan tenda lagi. Secara terbuka pun tak apa, supaya tak ada lagi yang curiga padaku," ujar Raisa
Seseorang lelaki bernama Rumi itu hanya diam patuh dengan Raisa.
"Apa saja yang kau lakukan dan bicarakan dengannya di dalam tadi? Kenapa dia tau nama Rumi? Kau membocorkan informasi kita padanya, Aqila?" tanya Morgan, berbisik.
"Tidak... Apa kau tidak dengar tadi sebelum aku dan papa berada di dalam tenda tanahnya? Dia mengetahui aku seorang yang masih mendalami sihir medis! Awalnya juga kukira dia musuh yang mengetahui secara detail informasi tentang kita! Tapi, dia begitu baik mengobatiku dan Papa juga membantunya membuka portal. Kupikir dia orang baik dan perkiraanku meramal juga keahliannya. Dia banyak mengetahui tentang kita, lho... Dia tau namaku, namamu, nama Rumi, kekuatan Papaku, tau bahwa Papaku adalah Papaku. Kekuatannya juga hebat! Dia bisa sihir elemen tanah, api, tumbuhan, sihir medis, membuka portal... Kupikir dia bukan orang sembarangan! Dia berkata ada di pihak kita dan berjanji akan menjelaskan semuanya nanti. Kita hanya bisa percaya padanya untuk saat ini. Dia bilang namanya, Raisa," jelas Aqila juga ikut berbisik.
"Lalu kenapa kau biarkan Paman Elvano pergi sendirian? Kenapa tidak beri tahu aku saat Paman hendak pergi, agar kita semua ikut kembali ke dunia kita, tentunya kecuali dengan orang itu ...." Morgan melanjutkan obrolannya dengan Aqila dengan berbisik.
"Untuk saat ini, situasi di sana berbahaya bagi kita. Dengan kita ikut dengan Papa, hanya akan membebaninya, kekuatan kita tidak sebanding dengan Papa dan musuh itu. Untuk sementara kita aman di sini, kita bisa memulihkan kondisi kita," ucap Aqila
"Lalu bagaimana dengan Papamu? Kondisinya mungkin juga belum pulih sepenuhnya, bagaimana jika ia menemukan kesulitan di sana dan tak ada yang membantunya? Dia sendirian!"
"Kau meremehkan Papa!? Bukankah kau mengakui kehebatan Papaku, makanya kau berguru dengannya? Papaku jauh lebih kuat dan berpengalaman! Dia tau apa yang harus dilakukan."
"Tapi, tetap saja! Memangnya kau tidak khawatir dengannya, Aqila? Memangnya kau tidak mau nemastikan Papamu aman dan baik-baik saja di sana? Bukankah memang lebih baik kita selalu bersama-sama? Kalau menilai dari kekuatan, kenapa kita tidak membawa 'Dia' bersama saja? Bukankah katamu dia itu kuat, bukan orang sembarangan!?"
"Lalu dengan begitu kau mengakui dia di pihak kita? Kau percaya padanya? Bukankah kau terus mencoba menyerangnya tadi?"
"Eh, aku... Tentu tidak! Tapi, kukira kau berkata seperti tadi berarti kau percaya padanya."
"Aku pun khawatir dengan Papa... Tapi, saat ini kita masih harus waspada di mana pun dan dengan siapa pun, walau pun dalam hatiku ingin percaya pada Raisa. Saat ini kita tidak boleh egois ...."
Saat Raisa menangani Rumi, tercipta suasana canggung di antara mereka. Keduanya hanya diam. Raisa pun bingung harus memulai perbincangan seperti apa.
"Kau tidak bisa terus melindungi dan berkorban demi seorang Morgan atau pun yang lain, Rumi. Kau ingat sudah berapa kali kau terluka parah karena hal seperti ini? Jika seperti ini terus, tubuhmu tidak akan tahan dengan luka dan penyembuhan dalam jangka yang berdekatan. Untung lukamu kali ini tidak separah kapan hari itu," ucap Raisa
"Kau tau tentang itu?" tanya Rumi, heran.
"Cukup banyak yang kutahu. Makanya, aku menolong kalian," ujar Raisa
"Kau tak mengerti. Morgan sangat penting bagiku," kata Rumi
"Aku tahu itu. Bukankah kubilang, banyak yang kutahu? Morgan adalah teman yang paling berharga bagimu. Tapi, kondisi sendiri pun juga tetap yang terpenting. Aku mengerti perasaan memiliki sesuatu yang berharga itu. Aku pun pasti akan bersikap sama sepertimu. Tapi, bagaimana pun juga pesanku penting berlaku padamu dan pada siapa pun. Mungkin sudah seringkali kau mendengar tentang ini. Tapi, satu hal lagi, jika seseorang sampai tiada, maka yang akan merasa sedih adalah orang-orang yang kau tinggalkan. Kita yang paling tau sampai mana batas kita. Maka, mengenali situasi dan memahami kondisi juga penting. Mundur untuk sesaat pun perlu. Pikirlah cara lain, karena pasti ada cara. Kebenaran pasti akan terungkap, kebaikan pasti menang. Itulah kata pepatah. Karena aku tau kau... Kalian adalah orang baik," ungkap Raisa
"Akan kuingat perkataanmu. Terima kasih karena sudah mengobatiku," ujar Rumi
Raisa telah selesai mengobati Rumi.
"Kau punya kepribadian yang dingin sama seperti Paman Elvano, tapi tak kusangka kau masih meresponku dengan cukup baik, bahkan kau mengucapkan terima kasih. Aku senang mendengarnya. Lukamu tidak terlalu parah, jadi tidak perlu dibalut. Lukamu sudah sembuh," ucap Raisa
"Kau menyembuhkannya!" kata Aqila, terperangah.
"Luka Rumi tidak terlalu parah, jadi bisa langsung disembuhkan. Berbeda denganmu dan Paman Elvano, aku hanya bisa sebatas mengobati kalian. Tapi, pemulihannya akan cepat. Walaupun aku bisa teknik sihir ini, tapi masih jauh dari kata ahli, belum banyak pengalaman. Jadi, mohon maklum," jelas Raisa
"Kau kemarilah. Giliranmu!" kata Raisa pada Morgan
Raisa mendekat ke arah Morgan dan mengobatinya.
.
•
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 352 Episodes
Comments
Sunmei
aku juga mau punya kekuatan
2023-01-11
1
devi
nyimak
2022-10-08
1
Ohta
semangat terus ya ka
2022-09-10
0