Seseorang sedang mencengkram kuat setir kemudinya. Sesekali bahkan ia melayangkan sebuah pukulan di sana. Guratan di wajahnya menunjukkan jika saat ini suasana hatinya sedang buruk.
Aaaaaaarrrggg...
Sekali lagi pukulan mendarat di atas setir kemudinya. Kepingan kisah syahdu dan sendu berputar dalam ingatan. Lelaki itu mulai menangis. Semakin lama ia menahan sesak di dadanya, semakin sulit pula untuknya bertahan.
"Seharusnya aku bukan dia." Lelaki itu menyayangkan keadaan.
"Breng sek, Lo Anggi!" teriaknya.
Yah, lelaki itu tidak lain adalah Khaleed Ghazi Al Malik. Bahkan ia sudah merencanakan semuanya hingga ke pesta pernikahan. Namun, sayang sungguh sayang. Semua angan akan tetap menjadi angan semata.
Khal telah kalah oleh takdir.
Lelaki itu mengusap wajahnya. Ia harus terlihat tegar di depan keluarganya. Tinggal beberapa meter lagi, maka ia akan sampai di rumah mewah keluarganya. Rumah tempat ia berpulang untuk mendapatkan kehangatan dan cinta.
Khal sengaja untuk pulang ketika sore hari. Mengharap untuk segera bertemu dengan Kakak dan juga adik kembarnya ketika pulang kerja. Ia tak segan mengelilingi Ibukota Jakarta hanya karena ingin mengulur waktu dan menenangkan perasaannya.
Mobil telah memasuki halaman rumah mewah keluarganya. Ia tertegun kala ada dua mobil lain yang terparkir rapi di depan sana. Dua mobil yang sangat ia kenal.
Khal turun dari mobilnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Mulai mengatur nafasnya agar ia terlihat baik-baik saja.
Mulai Khal membawa langkah kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Dengan menahan perasaan malu bercampur takut, ia tidak pernah ingin mundur. Kali ini ia harus bisa menatap keluarganya. Biarkanlah ia digunjingkan saat ini dan berharap semuanya akan berlalu bersamaan dengan menguapnya rasa cinta di dalam hati.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam Wr. Wb."
Khal masuk ke dalam. Berusaha tenang saat melihat keluarganya yang sedang berkumpul bersama di ruang tengah. Khal mengedarkan pandangannya. Dari Om Denis, Tante Kay, Mama Nina dan Farel, semuanya berkumpul. Tak lupa Keen dan Ino juga ada di sana. Suara berisik dapat ia dengar dari arah ruang keluarga, bisa ia pastikan jika para bocah kesayangannya sedang asyik bermain di sana.
Khal mulai melangkah semakin mendekat. Sesaat ia tertegun mendapati sang Kakak yang telah beranjak dari duduknya. Wanita itu melangkah menghampirinya. Bayangan satu tamparan keras telah menghantui dirinya. Khal merasa bersalah karena telah pergi sejak kemarin dan tanpa memberikan kabar.
Tak disangka-sangka. Tubuhnya sedikit terhuyung dan menghangat bersamaan dengan seseorang yang telah memeluknya. Khal masih belum menyadari keadaan yang sangat tiba-tiba ini.
Ia mematung. Bahkan semua keluarganya pun tampak tidak menyangka. Perlahan isak tangis mulai terdengar. Relung hatinya seakan telah diobrak-abrik oleh perasaan bersalah. Khal segera membalas pelukan hangat Kakaknya.
"Kakak mengkhawatirkan keadaan mu, Khal. Tidak seharusnya kamu pergi tanpa kabar."
Zeline menangis. Khal semakin mengeratkan pelukannya. Ia pun juga ikut menangis. Tak kuasa menahan diri dari segala macam rasa yang membuatnya menjadi semakin bersalah pada wanita itu.
"Maafkan Khal, Kak."
Zeline menggeleng. "Kakak menyayangimu. Jangan pernah kamu kabur lagi, Khal! Ingat pesan Mama, agar kita selalu bersama dan saling menjaga."
Semakin terisak. Keduanya menangis sesenggukan dengan masih saling berpelukan. Keen tak kuasa menahan haru. Segera ia beranjak dari duduknya. Melangkah mendekati kedua saudaranya. Ia pun tak ingin ketinggalan. Segera ia merentangkan kedua tangannya. Ikut bergabung untuk memeluk Kakak tercintanya.
"Maafkan aku juga, Kak. Karena aku Kak Khal jadi marah," ungkap Keen. Bahkan lelaki itu juga sedang terisak sekarang.
"Jangan pergi lagi! Kak Zeline terus merengek agar kami bisa cepat menemukanmu. Aku tidak sanggup melihatnya," ungkapnya lagi.
Khal tidak bisa lagi mengucapkan kata. Ia merasa sangat bersalah dan menyesal. Tidak ada lagi yang pantas ia tangisi jika bukan mereka. Khal sudah menutup hatinya untuk orang lain. Ia bersyukur karena saat ini dirinya masih memiliki seorang yang sangat menyayanginya.
"Maaf ... maafkan aku."
Masih dalam keadaan menangis. Tak sadar jika mereka yang ada di sana juga ikut menangis menyaksikan sendiri bagaimana ikatan tali persaudaraan mereka terjalin.
****
Malam harinya.
Semuanya telah berkumpul di halaman belakang rumah. Suasana tampak begitu meriah. Andai saja Mama Nia dan Papa Ammar masih ada, mungkin suasana hati akan semakin lengkap.
Alat pemanggang telah siap. Zeline dan Ino mulai sibuk dengan urusan memanggang. Ada daging, ayam, udang, sosis dan paprika. Beberapa bahan makanan yang akan mereka bakar di atas alat pemanggang.
Semuanya sudah tampak kembali seperti semula, walaupun tidak sepenuhnya yang terjadi pada Khal. Namun, keberadaan keluarga besarnya sedikit memberikan hiburan untuk menghilangkan kegalauannya.
"Sekarang dah tenang, dong," tanya Ino.
Zeline mengalihkan pandangannya ke arah sang suami. Ia tersenyum manis. Hatinya merasa lega dan senang. Semuanya sudah selesai.
"Iyah lah. Setelah tadi melihat Khal yang menangis sambil meminta maaf, aku menganggap semuanya sudah berakhir. Sepertinya dia sudah bisa menerima kenyataan. Walaupun sebenarnya aku tidak tahu bagaimana perasaannya saat ini."
"Heheheh ... yasudah, berdoa saja agar dia bisa melupakan wanita itu. Aku tidak ingin melihat istriku menangis lagi."
Zeline tersenyum lembut. Ia sungguh beruntung sekali memiliki suami seperti Ino. Lelaki yang selalu mengalah, bahkan tidak pernah sekalipun ia membentak.
Keduanya saling berbincang lirih untuk mengusir rasa bosan, dan untuk mendapatkan kelegaan. Disamping itu, tangan mereka pun tak lepas tanggung jawab dari makanan yang berada di atas alat pemanggang. Membolak-balikkan makanan tersebut agar menghasilkan kematangan yang pas. Memberikan cita rasa barbeque yang sempurna.
"Kak, lama sekali."
"Dagingnya awas gosong!"
"Malah ditinggal pacaran."
Sesekali mereka berdua tersenyum ketika mendapati teriakkan dari Keen dan Farel yang berniat menggodanya. Yah, tentu saja semua orang akan merasa iri melihat keharmonisan pasangan tersebut.
Ino dan Zeline bahkan sangat jarang sekali bertengkar. Bagaimana bisa mereka bertengkar, melihat sang istri merajuk saja Ino seperti sedang mengalami masalah besar. Apalagi membuat perkara sepele yang akan berakhir dengan pertengkaran. Tidak bisa diragukan lagi seberapa besar rasa cinta Ino pada sang istri.
Beberapa menit berlalu.
Semua jenis daging panggang telah siap. Zeline meletakkan dua piring di atas meja. Disusul oleh Ino setelahnya. Lelaki itu pun juga membawa dua piring yang berisikan daging panggang yang sama. Namun, Zeline dan Ino berbalik dan kembali melangkah. Ternyata masih ada beberapa piring lagi di meja samping alat pembakaran.
Setelah meletakkan semua piring diatas meja. Zeline dan Ino mulai ikut duduk bersama dengan mereka. Para bocah kini juga sudah tampak duduk di antara orang dewasa. Mereka semua tampak bahagia. Sangat berisik karena para bocah yang saling berbincang.
"Ayo makan!" seru Ino.
Tak menunggu lagi, semua orang mulai mengambil makanan untuk di makan. Walaupun tadi mereka sudah selesai dengan acara makan malam, namun menu barbeque tidak bisa ditolak walaupun dalam keadaan kenyang.
"Heemmm ... enak sekali," ucap Mama Nina.
"Iyah, Mbak. Sepertinya resep milik Mbak Nia sudah berhasil Zeline terapkan," ungkap Tante Kayla.
"Hehehe ... biasa saja. Semua bumbunya juga sama saja. Hanya saja teknik memanggangnya yang perlu diperhatikan," jelas Zeline.
Beberapa di antaranya mengangguk setuju.
"Oyah Khal, kemarin Kakak mampir ke kantor. Bimo cerita sedikit mengenai perintah darimu." Sejenak Ino menghentikan perkataannya. Ia melirik ke arah yang lain. "Kamu minta dia untuk membelikan sebuah Apartemen di daerah Margonda. Benar begitu?"
Semua orang tertegun. Mereka menghentikan aktivitas makannya. Seakan ada sesuatu hal yang penting untuk diperhatikan.
Tak lama kemudian Khal mengangguk. "Iyah, Kak. Khal ingin mencari suasana baru. Ingin menata hidup baru."
"Kenapa, Khal? Apa kamu tidak ingin lagi tinggal bersama dengan kami?" sahut Zeline.
"Kamu sudah yakin dengan keputusan mu, Khal?" sahut Om Denis setelahnya.
Khal menatap dengan penuh keyakinan. "Khal hanya ingin mencari suasana baru Kak, Om. Khal akan tetap datang kemari dan sesekali akan menginap di sini. Ketika Khal ingin sendirian, maka Khal akan tinggal di sana," jelasnya.
"Tidak bisakah kamu tetap tinggal, Khal. Kakak pasti akan mengkhawatirkan keadaan mu nanti," ungkap Zeline.
Khal terharu. "Kakak tidak perlu khawatir. Khal tidak akan melakukan hal buruk. Tenang saja! Lagian tempatnya tidak jauh dari sini. Kakak bisa main kapan saja."
Zeline menghembuskan nafasnya.
"Kak Khal. Lalu bagaimana denganku? Kau meninggalkanku sendiri di sini. Aku tidak ada yang akan menemani ketika Kak Zeline dan Kak Ino sedang berbulan madu di dalam kamar."
Seketika itu, tanpa ada yang menduga. Semuanya tertawa. "Keenan," pekik Zeline yang merasa malu.
"Makanya cepat resmikan hubungan mu dengan Bella," celetuk Farel.
Suasana mendadak hening. Mungkin kini mereka baru menyadari jika ucapan Farel bisa membuat perasaan Khal akan terluka lagi.
"Yah, memang itu yang seharusnya kamu lakukan, Keen. Setelah pernikahan Farel beberapa minggu lagi, segeralah ajak Bella menikah," ucap Khal.
Seketika itu semu pandangan mata menatap iba padanya. Mereka semua seakan merasakan kepedihan yang kini telah dialami oleh Khal.
"Lalu, bagaimana denganmu Khal?" tanya Mama Nina yang membuat semuanya semakin mengiba.
Khal menatap lurus kedepan. Ada rasa sakit yang kini mengendap di hatinya. "Untuk saat ini, Khal ingin sendiri dulu, Ma. jika Mama tidak keberatan, biar Khal sama Mama saja," balas Khal sambil tersenyum.
Melihat senyuman manis Khal, semuanya pun mulai ikut tersenyum lega. Walaupun siapa yang tahu bagaimana isi hatinya.
Semangat Khal. Kamu harus terlihat baik-baik saja di depan mereka. batin Khal.
Bersambung...
Setiap pertemuan pasti akan berujung perpisahan. Tentunya perpisahan atau berakhirnya sebuah hubungan akan menyisakan luka yang begitu dalam, memberikan kepingan kisah yang pasti akan selalu dikenang. Memberikan banyak rasa dan juga banyak kenangan. Entah itu kenangan baik, maupun buruk.
Tidak ada sebuah perpisahan yang berakhir bahagia. Siapapun itu pasti akan merasakan sakit karena kehilangan. Namun, semuanya akan segera berakhir ketika kita bisa mendalami arti dari Keikhlasan.
Tidak ada di dunia ini yang luput dari kisah perpisahan, ingatlah kamu, kami dan kita adalah sama. Maka ingatlah ketika kamu merasakan keterpurukan dan kesedihan, bukan hanya kalian saja yang pernah merasakannya. Kita pun juga pernah mengalami hal yang sama walaupun melalui kisah yang berbeda.
Semangat berjuang untuk selalu ikhlas dan bersyukur..
Tidak ada perasaan istimewa yang melebihi perasaan hamba-nya pada Sang Pencipta. Karena sebaik-baiknya kita memiliki perasaan cinta pada manusia, tidak lebih baik rasa cinta kita kepada Allah.
🙏🙏🙏🙏🙏🙏
Semoga bermanfaat..
mohon jangan dibully..
Like dan Komen😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Nur Yuliastuti
semangaaat Khal 💖💖💖
2021-09-22
0
Feronika Lanny
semangat Khal💪ada aku di sini🤭🤗😁😉
2021-05-10
0
❄️ sin rui ❄️
dalam hati si keenan pasti bilang, sukurrrrr gua gak mutusin bella dan milih istri orang wkwkwkwk
2021-02-21
1