"Assalamualaikum."
Dua lelaki tampan baru saja pulang dari kantor. Mereka segera masuk kedalam rumah mewah yang selama ini telah ditempatinya. Rumah keluarga besar Al Malik tentunya.
"Wa'alaikumsalam."
Sosok wanita dewasa keluar dengan menggunakan pakaian rumahan. Disusul kemudian David Alby Malik dan Devano Azka Malik berjalan di belakangnya.
"Wah, jagoan uncle akan pergi kemana? Kenapa sudah rapi begini?" tanya Keen penasaran.
"Iyah, kalian berdua akan pergi kemana?" tanya Khal setelahnya.
Zeline menghentikan langkahnya di depan kedua adik kembarnya. "Mereka ada acara kemah di sekolahan." Zeline menghela nafasnya. "Kakakmu belum pulang juga. Padahal tadi aku sudah memintanya untuk pulang lebih awal. Mereka berdua ingin Papanya yang antar."
Keen terkekeh. "Paling Mas Ino mampir dulu," ucapnya asal. Berniat menggoda sang Kakak tercinta. Namun, tak disangka, malah ia mendapatkan hadiah.
Plak
"Kalau ngomong jangan asal, Keen," bentak Khal.
Hahahah... kekehan Keen semakin menggema. Tidak menghiraukan tatapan tajam dari Zeline. "Sudah, sana pergi. Kalian pulang bikin Kakak tambah pusing."
Masih terkekeh senang. Keen pun tak segan merangkul bahu Khal dan mereka segera melangkah pergi menuju kamarnya. Namun langkahnya terhenti kala sosok David dan Deva memanggil.
"Uncle."
Sekilas kedua bocah berusia sepuluh dan delapan tahun itu melirik kearah Mamanya yang sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Senyuman bocah membawa ransel itu mengembang.
"Ada apa?" tanya Khal.
Perlahan keduanya melangkah mendekat. Segera menyodorkan tangannya. "Bagi uang jajan dong," pinta Deva.
Seketika itu Keen dan Khal saling menatap. Keduanya saling menahan tawa yang siap meledak. "Kau mengingatkan kami dengan masa lalu, Dev," ucap Khal.
Keen sudah merogoh kantong celananya, namun Khal lebih dulu mengeluarkan uang miliknya. Menyerahkan empat lembar uang seratus ribuan. "Ini, gunakan uangnya dengan baik. Jangan dibuat hura-hura!" tuturnya.
Kedua bocah berbeda usia itu tersenyum lebar. Mereka berdua sangat jauh berbeda dengan masa muda Khal dan Keen. Mungkin, gen milik Ino lebih mendominasi. Hingga kini yang tampak pada keduanya adalah sosok yang lemah lembut.
"Baik, terimakasih Uncle," ucap keduanya hampir bersamaan.
Tak berselang lama terdengar suara salam. Ino dengan wajah yang sedikit kusut melangkah masuk kedalam rumah dengan Zeline yang menggandengnya.
Baru saja David dan Deva menghampiri Papanya. Ino segera menyodorkan tangannya pada mereka. Suara Khal menggema hingga membuat siapa saja yang berada di sana segera mengalihkan pandangannya. "Kenapa Mas? Kok loyo gitu."
Keen menahan tawa. Sedangkan Zeline melotot padanya. Sejenak Ino menghela nafas. "Ada masalah di Hotel. Kasus pembunuhan di salah satu kamar hotel. Bikin pusing."
Semuanya memasang wajah tegang seketika. Keen dan Khal segera melangkah mendekat. Mereka berdua tampak penasaran dengan Kasus yang baru saja dibicarakan oleh Kakak iparnya.
"Widih... serius Mas?" ucap Keen.
"Gimana ceritanya, Mas? Tapi udah diusut tuntas, kan." Kali ini Khal yang terlihat lebih antusias.
"Iyah, syukurlah semuanya berjalan lancar. Beritanya pun sudah tertutup rapat dari media," jelas Ino.
"Yasudah deh. Jangan dibahas lagi! Ayo, sebaiknya kamu mandi dulu. Mereka sudah nungguin kamu sejak tadi, loh," sahut Zeline sembari melirik kearah kedua putranya.
Kemudian, pandangan matanya tertuju pada sosok adik kembarnya. "Sudah, kalian balik kamar, gih. Bikin tambah ruwet aja."
Bukannya takut, Keen dan Khal malah terbahak. "Kakak tu sekarang makin mirip sama Mama. Suka sekali ngomel." Segera Keen menutup mulutnya. "Lo cari gara-gara aja, Keen," celetuk Khal sembari merangkul bahu Keen dan membawanya untuk segera pergi ke kamar.
Pasalnya, Zeline akan kembali bersedih jika seseorang telah menyebutkan nama Mama atau Papanya. Yah, bahkan sudah beberapa tahun berlalu setelah kepergian mereka. Zeline selalu mengingat akan setiap hal yang dilakukan oleh keduanya. Cintanya pada kedua orangtuanya masih tetap sama dan utuh di dalam hati.
"Sudah, jangan dimasukin hati, sayang!" tutur Ino sembari mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar.
"Hem..."
Setelah para orang dewasa masuk kamar. Kini hanya menyisakan dua bocah yang telah siap dengan kegiatan sekolahnya.
"Ini uang yang dikasih sama Uncle," ucap Deva.
David tersenyum lebar. "Lumayan buat tambahan beli stick drum."
Deva terkekeh. "Yasudah, semuanya buat kamu deh. Mendingan minta aja sama Papa aja, beli alat musik yang kamu pengen. Daripada sembunyi-sembunyi kek gini."
Raut wajah David berubah menjadi sayu. "Apa boleh Kak? Takut Mama marah kalau aku minta aneh-aneh. Ingat kan, kata Mama waktu aku minta beliin gitar. Belajar dulu yang pintar, baru boleh fokus yang lain."
Deva mengiba. Entah darimana sang adik bisa menyukai hal-hal yang berhubungan dengan seni. Namun, minat dan bakat tidak ada yang bisa menebak dan kali ini ia begitu kasihan padanya. "Gak papa, nanti aku bantuin kamu kalau kamu mau ikut ekstra seni musik. Udah jangan sedih lagi," tutur Deva sembari merangkul bahu adiknya.
****
Disisi lain, ditempat lain pula. Terdengar suara merdu dari seorang wanita cantik yang sedang berbincang dengan seseorang melalui ponselnya.
"Astagaaaa... beneran Keen? Kamu gak bercanda, kan."
Keen tersenyum lebar. Masih dengan posisinya yang rebahan di atas tempat tidurnya. Seakan ia sedang membayangkan sosok wanita cantik yang ada di seberang sana.
"Iyah, Nggi. Besok aku akan mengajak Kak Khal untuk makan siang di Cafe dekat rumah sakit tempat kamu bekerja. Gimana? Bisa Gak?"
Dengan tersenyum lebar dan jantung yang sudah berdegup kencang, Anggi mengangguk. "Iyah, tentu saja aku mau. Oke, sampai ketemu besok siang, yah."
tut.
Panggilan telepon sudah berakhir. Senyumnya masih tidak menyurut. Wajah cantiknya semakin tampak berseri. Kini pikirannya sudah melayang jauh ke udara. Membayangkan wajah tampan seseorang yang sejak dulu ia rindukan.
"Sudah tidak sabar rasanya ingin bertemu denganmu, Khal. Apakah kamu masih tetap sama seperti dulu?"
Terkekeh kecil. Anggi mulai mengingat kembali masa-masa di mana ia menyaksikan sendiri ketika Khal ketakutan saat dirinya menyodorkan minyak angin.
"Perasaan ku padamu masih sama, Khal. Semoga saja kita bisa bersama."
Tersenyum. Anggi kembali membawa kesadaran dirinya melayang bersama dengan angan yang telah dinantikan. Menyandarkan punggungnya dikursi kebesaran miliknya. Yah, karena saat ini ia sedang jaga malam.
Masih bertahan dengan angan-angan semu untuk merajut kasih dengan lelaki yang sejak lama di simpan di dalam hati.
Hanya beberapa menit saja, dan panggilan dari seorang perawat telah membuyarkan lamunannya. "Ah, iyah Sus. Tunggu sebentar!"
Wanita cantik itu segera beranjak dari duduknya untuk memenuhi panggilan dari perawat tadi. Segera keluar dari ruangannya untuk menuju kamar pasien.
Bersambung...
Kisah hidup adalah sekumpulan kisah yang berawal dari ketidaksengajaan..
Dan asal kalian tahu, jika sekumpulan hal-hal yang tidak kita sengaja itu adalah takdir yang tersamarkan..
Iyah gak sih??
Jangan lupa like dan komen...
😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
re
❤❤❤❤❤❤❤
2021-03-18
0
༄༅⃟𝐐Dwi Kartikasari🐢
seru thor ceritanya
semoga sukses dan sehat selalu thor
2021-01-19
0
Umi suyanto
mantaps Thooor
2021-01-18
0