"Sayang! Apa yang kau lakukan?" tanya Fajar yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Senja.
Senja tersentak kaget, dengan cepat ia mematikan ponselnya, dan menoleh menatap suaminya.
"Eh Kak Fajar." ucap Senja dengan gugup.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Fajar sambil melangkah mendekati Senja, ia ingat betul jika ponselnya tergeletak begitu saja di atas meja.
"Tadi...tadi Nina menghubungiku, dia mengajak jalan-jalan akhir pekan, tapi aku belum mengiyakan ajakannya." jawab Senja berbohong. Ia melirik ponsel Fajar sekilas, dan ia bernafas lega karena ponsel itu sudah mati.
"Mmm begitu." gumam Fajar seraya tangannya hendak meraih ponselnya.
"Kak Fajar, aku lapar!" ucap Senja sambil beranjak dari duduknya.
"Kau lapar?" tanya Fajar sambil menoleh menatap istrinya. Dan Senja menjawabnya dengan anggukan. Fajar tersenyum, lalu ia mengurungkan niatnya untuk mengambil ponselnya.
"Ayo kita sarapan! Aku tadi memasak soto daging. Tidak ada satupun sayuran di dalam kulkas." kata Fajar sambil merapikan rambut Senja yang masih berantakan.
"Ayo!" jawab Senja sambil tersenyum.
"Jangan sampai Kak Fajar tahu kalau aku sudah menyalin nomornya. Jika waktunya sudah tepat, aku akan menghubungi nomor itu. Aku ingin memastikan apakah dia benar-benar Adara, atau bukan." ucap Senja dalam hatinya.
Lalu mereka berdua melangkah bersama menuju ke meja makan. Mereka duduk saling berhadapan. Senja tersenyum lebar saat aroma soto yang khas menyeruak kedalam hidungnya. Tanpa diminta perutnya mulai keroncongan.
Senja tetap duduk di tempatnya. Sedangkan Fajar, ia mengambilkan nasi, serta lauk untuk Senja. Tak lupa ia juga menyiapkan segelas coklat panas, minuman kesukaan Senja.
Senja menatap Fajar lekat-lekat, ia mengamati setiap gerak-geriknya. Perlakuan lembutnya, dan perhatiannya cukup membuat Senja tersanjung. Hanya saja saat mengingat soal ranjang, lagi-lagi keresahan berkemelut dalam hatinya.
"Kenapa sayang?" tanya Fajar saat menatap Senja duduk diam sambil menopang dagunya.
"Ehm tidak apa-apa, terima kasih Kak." jawab Senja sambil tersenyum.
"Ayo makan!"
"Iya."
Lalu mereka berdua mulai menyantap makanannya. Meskipun masakan Fajar tidak selezat masakan Senja, namun mereka melahapnya dengan senyuman yang terus mengembang.
Setengah jam kemudian, mereka sudah menghabiskan sarapannya. Senja beranjak dari duduknya, dan hendak membawa piring kotornya ke dapur.
"Jangan! Biar aku saja." kata Fajar sambil menahan tangan Senja.
"Tidak apa-apa Kak, aku ingin membantumu." ucap Senja.
"Duduklah, kamu belum sehat. Biar aku saja yang melakukan ini."
"Tapi Kak."
"Sudah, diam di sana, dan minum coklatnya." kata Fajar sambil membimbing Senja untuk kembali duduk di kursinya.
"Baiklah." jawab Senja pasrah.
Lalu Fajar menumpuk beberapa peralatan yang kotor, dan membawanya ke dapur. Senja menatapnya sambil menyesap coklat hangatnya.
Setelah selelesai membereskan bekas makanannya, Fajar kembali duduk di depan Senja. Ia menyesap kopi hitamnya yang tinggal setengah.
Disaat mereka sedang berbincang sambil minum bersama, tiba-tiba ada suara langkah kaki dari ruang tamu. Bunyi ketukan sepatunya terdengar cukup nyaring. Senja menghela nafas panjang, ia yakin pasti Ibu mertuanya yang datang, karena hanya beliaulah yang sering keluar masuk apartemen ini tanpa permisi.
Dan benar saja, tebakan Senja tidak meleset sedikitpun. Begitu ia menoleh, terlihat jelas sosok Bu Rani yang sedang melangkah mendekati mereka. Dengan setelan formalnya, yang dipadu dengan high hells warna hitam. Bu Rani terlihat cantik dan bugar, meskipun beliau sudah memasuki usia yang ke-55.
"Selamat pagi Ma!" sapa Senja sambil tersenyum.
"Pagi." jawab Bu Rani dengan singkat.
"Sendirian Ma?" tanya Fajar sambil berdiri, dan kemudian ia memeluk Ibunya sekilas.
"Iya, Papamu ada rapat penting, jadi tidak bisa ikut kesini." jawab Bu Rani sambil duduk di sebelah Fajar.
"Kamu kenapa? Tidak hamil kok sakit." tanya Bu Rani dengan nada yang sinis.
"Ma jangan begitu, Senja sedang sakit. Kemarin Alvin yang merawatnya, karena aku sedang tidak ada di rumah. Jangan bahas soal kehamilan, aku yang sengaja menundanya. Aku masih ingin hidup berdua saja. Nanti kalau sudah tiba saatnya, Senja pasti hamil, aku pasti memberikan cucu untuk Mama." sahut Fajar sambil menatap Ibunya.
"Apalagi yang kamu tunggu, kamu dan Senja sudah sama-sama dewasa. Kalian juga sudah mapan, tidak mungkin anak kalian kelaparan. Ingat Fajar, usia kamu sudah 30, kamu mau punya anak diumur berapa?"
"Aku menundanya juga tidak lama kok Ma. Paling setahun, atau dua tahun, masih cukup muda kan." jawab Fajar sambil menghela nafas panjang. Jujur jika sudah membahas tentang anak, hatinya kembali sesak, dan sakit.
"Terserah kau saja!" kata Bu Rani sambil memutar bola matanya dengan jengah.
Sementara itu Senja hanya duduk bergeming, sambil sesekali memejamkan matanya. Ia mencoba menahan buliran bening yang sudah menggenang di sudut matanya. Membahas tentang kehamilan, hatinya seakan tercabik-cabik seketika. Ia terpaksa mengingat kembali tentang pernikahannya. Seorang suami yang tak pernah menyentuhnya. Entah karena tidak tertarik, atau karena ada hati yang sedang dijaganya. Apapun alasannya, yang jelas dua-duanya sama-sama menyakitkan.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Bu Rani sambil menatap Senja.
Senja mengangkat wajahnya, dan menatap Ibu mertuanya. Beliau bertanya padanya tanpa senyuman, dan dengan tangan yang dilipat di dada. Kelihatannya beliau tidak ikhlas datang menjenguknya.
"Sudah lebih baik Ma, hanya sedikit pusing, dan lemas." jawab Senja sambil berusaha tersenyum. Meskipun mertuanya tak pernah memperlakukannya dengan baik, namun Senja selalu berusaha menghormati, dan menghargai beliau.
Bu Rani diam tak menjawab, namun beliau merogoh tasnya, dan mengambil sesuatu yang terlihat seperti obat. Bu Rani meletakkan benda itu di atas meja, yang ternyata memanglah obat.
"Ini vitamin yang sudah direkomendasikan oleh dokter hebat. Ini baik untuk stamina tubuh agar tetap fit, dan...ini juga baik untuk kandungan." kata Bu Rani sambil menatap Senja.
"Siapa tahu Fajar hanya berbohong, dan berusaha menutupi kekuranganmu. Diminum rutin agar kandungan kamu subur, dan bisa punya anak." sambung Bu Rani karena Senja masih diam membisu.
"Ma sudah, Senja itu bisa hamil, hanya saja aku yang menundanya. Aku tidak mau ya Mama terus membahas hal ini!" sahut Fajar dengan suara yang sedikit tinggi.
"Ahh terserah, yang penting itu diminum. Aku sudah membelinya dengan harga mahal. Ya sudah aku pergi dulu, kamu jangan bekerja, temani istri kamu!" ucap Bu Rani sambil menatap Fajar, dan kemudian beranjak dari duduknya.
Lalu Bu Rani melangkah pergi meninggalkan mereka. Namun baru beberapa langkah Bu Rani berjalan, beliau menghentikan langkahnya, dan menoleh menatap Senja dan Fajar.
"Fajar kali ini aku percaya dengan ucapanmu, tapi entah untuk nanti. Aku tunggu sampai dua tahun, kalian harus memberikan aku cucu!" kata Bu Rani dengan tegas. Lalu beliau melanjutkan langkahnya.
Fajar, dan Senja saling diam. Mereka larut dalam fikirannya masing-masing. Mereka terjebak dalam kesedihan, dan kesulitannya sendiri-sendiri.
***
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam waktu Tokyo. Banyak insan yang sudah terlena dalam alam mimpi. Mengistirahatkan otak, serta raga yang sudah lelah, karena tuntutan pekerjaan sepanjang hari.
Namun tidak bagi Ken, ia tak menghiraukan raganya yang lelah, ataupun otaknya yang penat. Ia tak peduli dengan jarum jam yang terus berputar mengantarkan heningnya malam. Ia masih duduk tegak di kursi kerjanya, ia larut dalam lembaran kertas putih yang baru saja ia terima beberapa jam yang lalu.
Sebuah lembaran yang dikirimkan oleh orang suruhannya yang berada di Singapura. Dari laporan yang tertuang dalam lembaran itu, Fajar berada di Singapura selama satu minggu. Ia tinggal disebuah apartemen mewah yang berada di pusat kota.
Letaknya cukup strategis, bersebelahan dengan Palm Unnivercity, salah satu universitas yang paling populer di kota itu. Dan berdekatan dengan Kantor Delmond, sebuah perusahaan yang paling berpengaruh di Negara Singapura. Juga berdekatan dengan Chan Hospital, sebuah rumah sakit yang terbesar di Negara Singapura.
Namun bukan letaknya, ataupun kemewahannya yang membuat Ken termenung cukup lama. Melainkan nama pemilik apartemen itu. Dalam lembaran itu tertulis jelas, bahwa apartemen itu atas nama Adara Victoria. Akan tetapi dari laporan yang Ken terima, Fajar tidak terlihat bersama Adara. Dan dari penyelidikan lain, ada yang melaporkan bahwa apartemen itu sebenarnya kosong. Sebelum Fajar tinggal di sana, tidak ada seorang pun yang menempati apartemen itu.
"Sebenarnya apa yang terjadi." ucap Ken sambil memijit pelipisnya. Misteri ini cukup memusingkan kepalanya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Eva Rubani
ngak ngerti dgn fajar..
2023-05-30
0
Kendarsih Keken
Menyesal kan Fajar kenapa nggak mau berterusterang tentang diri nya ke Senja
2022-09-06
0
Joey Jovie
Tebak-tebakan lagi thor..... Kayaknya fajar punya suatu penyakit ya?
2022-09-02
0