Sang surya sudah merangkak semakin tinggi. Sinar terangnya berpadu dengan birunya langit yang menghampar luas. Senja baru saja membersihkan diri. Dengan merendam tubuhnya didalam air hangat, suasana hatinya kini sudah mulai membaik. Namun sarapannya tidak ia sentuh sama sekali, perutnya tidak sedikitpun merasa lapar.
Senja membalut tubuhya dengan celana panjang, yang dipadukan dengan kaos pendek warna hitam. Dan rambutnya ia biarkan tergerai begitu saja. Senja menghela nafas panjang saat menatap pantulan dirinya di cermin.
"Sebenarnya kau cantik, tapi sayang suamimu sama sekali tidak tertarik!" ucap Senja pada bayangannya.
Lalu Senja memejamkan matanya, mencoba menahan air matanya agar tidak menetes. Kemudian ia duduk di sofa, dan meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia menghubungi satu nama yang bisa membantu kesulitannya saat ini.
"Hallo Sel." sapa Senja saat sambungan telefon sudah terhubung.
"Hallo Nja, maaf ya aku belum bisa menemukan petunjuk apapun tentang Adara, informasinya seperti sengaja ditutup Nja." jawab Sella menjelaskan.
"Tidak apa-apa, jangan terburu-buru." ucap Senja.
"Tapi aku merasa tidak enak Nja."
"Kita teman Sel jangan bicara begitu, lagipula aku sudah sangat senang kau mau membantuku." ucap Senja.
Sella terdiam, belum ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Untuk beberapa detik sambungan telefon itu terdengar hening.
"Sel!" panggil Senja.
"Iya Nja." jawab Sella.
"Sepertinya aku punya petunjuk."
"Benarkah? Apa itu?" tanya Sella dengan cepat.
"Sepertinya Adara ada di Singapura." jawab Senja dengan pelan.
"Kenapa kau menduga demikian?" tanya Sella.
"Kak Fajar sudah dua kali kesana, dan setiap kali berangkat pasti mendadak, tidak pernah ada persiapan. Kurasa ada sesuatu di sana." ucap Senja.
"Kau serius Nja?"
"Iya."
"Baiklah aku akan menyelidikinya." ucap Sella.
"Terima kasih ya Sel."
"Sama-sama, jangan terlalu sungkan Nja." ucap Sella.
"Iya, ya sudah kalau begitu aku tutup ya Sel." kata Senja.
"Iya."
"Maafkan aku Senja, aku menolongmu karena aku punya maksud lain. Aku sangat menginginkan Ken, aku berharap dia bisa menjadi pasangan hidupku." batin Sella dalam hatinya.
Lalu Senja memutuskan sambungan telefonnya. Ia menaruh ponselnya ke dalam tas kecil yang berada di atas meja. Kemudian Senja beranjak dari duduknya, ia menyambar tasnya, dan membawanya pergi keluar kamar. Ia akan mengunjungi Kakaknya.
Sekitar lima menit kemudian, Senja sudah berada di halaman apartemen. Ia bergegas naik ke dalam taxi pesanannya, yang kebetulan sudah datang. Perlahan taxi itu mulai melaju, dan membawa Senja menuju ke rumah Kakaknya.
***
Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya Senja tiba di depan rumahnya. Ia turun dari taxi, dan kemudian melangkahkan kakinya menyusuri halaman rumah. Di depan terasnya tampak ada sebuah mobil ferari warna merah. Seingat Senja itu adalah mobilnya Dika, salah satu temannya Alvin, dan juga temannya Fajar.
Senja terus melangkah menuju ke pintu yang saat itu sedang terbuka lebar. Begitu ia tiba di ambang pintu, suara gelak tawa terdengar cukup keras di telinga Senja. Senja mulai melenggang masuk, tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Mungkin mereka sedang berada di ruang tengah, karena di sanalah biasanya mereka berkumpul.
Senja terus berjalan, dan benar saja dugaannya. Alvin sedang berkumpul bersama tiga temannya di ruang tengah. Mereka adalah Dika, Viky, dan juga Gerry. Beberapa bungkus camilan yang sudah kosong tampak berserakan di lantai, juga bau asap rokok yang cukup menyengat di hidung. Diantara mereka berlima, hanya Fajar satu-satunya orang yang tidak merokok. Di atas meja, tepat di depan Dika, terlihat ada sebotol vodka yang tinggal setengah.
Diantara mereka, Dika adalah satu-satunya yang paling sering menengguk minuman keras. Ia kerap kali bermalam di klubnya Alvin, dan menghabiskan waktunya bersama alkohol. Itulah alasannya, kenapa dulu Senja menolak saat Dika datang menawarkan cintanya, sewaktu Senja, dan Ken baru saja berpisah. Sebenarnya sudah sejak lama Dika menyimpan perasaan untuk Senja, namun sikap buruk lelaki itu yang membuat Senja tak pernah menghiraukannya.
"Kak Alvin!" panggil Senja sambil menatap Kakaknya yang sedang fokus dengan layar ponselnya, dan sama sekali tidak menyadari kehadirannya.
"Senja, sejak kapan kamu datang?" tanya Alvin sambil menoleh. Lalu ia beranjak dari duduknya, dan melangkah mendekati adiknya.
"Senja, bagaimana kabar kamu?" tanya Dika sambil menatap Senja. Ada sedikit perasaan sakit didalam hatinya. Mengingat kenyataan bahwa Senja sudah menikah, dan orang yang menikahinya adalah temannya sendiri.
"Aku baik Kak." jawab Senja sambil tersenyum.
"Dimana Fajar?" tanya Dika.
"Kak Fajar tidak ikut, dia sedang bekerja." jawab Senja.
"Bekerja, jadi kau datang kesini sendiri?" tanya Alvin sambil menatap adiknya lekat-lekat, kini ia sudah berdiri tepat di hadapan Senja.
"Aku yakin pernikahanmu tidak berjalan dengan baik Senja." ucap Alvin dalam hatinya.
"Iya."
"Ayo ikut Kakak!" kata Alvin seraya tangannya menarik tangan Senja, dan mengajaknya melangkah pergi.
"Kalian lanjutkan saja, aku ada urusan sebentar." kata Alvin sambil menoleh menatap teman-temannya.
"Oke Vin." jawab Viky, dan Gerry bersamaan.
Sedangkan Dika, ia hanya terdiam, namun pandangan matanya tak lepas dari Senja. Ia terus menatap Senja, hingga gadis itu menghilang di balik dinding.
"Sesungguhnya ini tidak adil Nja, kau menolakku, karena aku sering mabuk-mabukan. Tapi kau malah memilih Fajar, kau tahu bagaimana sifatnya dia. Meskipun dia tidak mabuk, dan tidak merokok, namun kelakuannya jauh lebih parah dariku. Kau bukan yang pertama baginya Nja, kau hanya mendapatkan barang bekas." ucap Dika dalam hatinya.
Sementara itu, Alvin mengajak Senja masuk ke dalam kamar. Bukan kamarnya Alvin, melainkan kamarnya Senja sewaktu ia belum menikah. Senja duduk di tepi ranjang, sedangkan Alvin, ia menarik kursi plastik, dan duduk di depan adiknya.
"Kenapa Kak Alvin mengajakku kesini?" tanya Senja sambil menatap Kakaknya.
"Katakan yang sebenarnya, tentang hubunganmu dengan Fajar!" jawab Alvin dengan tegas.
"Kami...kami baik-baik saja Kak." ucap Senja sambil menunduk.
"Jangan berbohong! Katakan yang sejujurnya." kata Alvin.
Senja terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa. Jika ia mengatakan sejujurnya, pasti Alvin langsung menyuruhnya untuk berpisah. Tapi jika ia berbohong, Alvin tidak akan semudah itu untuk percaya. Tadi Senja merasa sangat kacau, itu sebabnya ia datang menemui Kakaknya. Senja tak punya tempat lain untuk bersandar selain Alvin.
"Senja! Tatap mata Kakak!" kata Alvin sambil memegang kedua bahu Senja.
Dengan pelan Senja mengangkat wajahnya, dan dengan jantung yang berdetak cepat ia memberanikan diri menatap mata Kakaknya.
"Aku Kakakmu, aku pasti menjagamu. Katakan seperti apa pernikahan yang kau jalani. Bibirmu bisa berbohong, tapi tidak dengan matamu. Senyummu itu palsu Senja, aku tahu kau sedang menyimpan luka. Sekarang katakan, apa yang Fajar lakukan padamu, bicara pada Kakak, jangan takut!" kata Alvin dengan tegas.
Senja masih diam, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Namun selang beberapa detik, air matanya mulai menetes. Semakin lama semakin berderaian membasahi pipinya.
Alvin melepaskan genggamannya, lalu ia merangkul tubuh Senja, dan membiarkan adiknya menangis didalam pelukannya.
"Apa yang kau lakukan Fajar, kau telah membuat adikku terluka. Sekian tahun aku selalu membahagiakan dia, berani-beraninya kau membuatnya menangis. Aku akan membuat perhitungan denganmu!" gerutu Alvin didalam hatinya.
"Menangislah jika itu bisa membuatmu lega, tapi setelah itu katakan apa yang terjadi!" kata Alvin sambil mengusap-usap punggung Senja.
Setelah cukup lama menangis, kini Senja melepaskan pelukan Kakaknya. Hatinya terasa sedikit lega. Alvin memang satu-satunya lelaki yang tepat untuk dijadikan tempat bersandar. Alvin selalu menyayanginya, dan tak pernah menyakitinya. Tidak seperti Ken, dan juga Fajar.
"Apa yang terjadi?" tanya Alvin.
"Aku hanya sedih Kak." jawab Senja pelan, sambil menyeka air matanya
"Iya aku tahu, maksudku kenapa kau sedih? Apa yang dilakukan Fajar?"
"Kak Fajar tidak melakukan apa-apa." jawab Senja sedikit gugup.
"Kau tidak ingin mengatakannya? Selama ini aku selalu berusaha membahagiakan kamu Nja. Jadi aku tidak akan tinggal diam, jika ada orang lain yang menyakitimu, meskipun orang itu adalah suamimu. Katakan, atau aku sendiri yang akan mencari tahu!" kata Alvin dengan nada yang sedikit tinggi.
"Kak tenang dulu, jangan emosi." ucap Senja.
"Cepat katakan, apapun itu! Kau tidak perlu takut dengan Fajar, ada Kakak yang akan menjaga kamu." kata Alvin.
"Sebenarnya..." ucap Senja menggantungkan kalimatnya. Ia menunduk sambil menautkan kedua tangannya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Eva Rubani
jujur aja senja dgn kk mu..
2023-05-30
0
Yune Z
krna HIV kali si fajar mknya dia takut nularin ke si senja
2022-10-07
0
Mamax Garissa
monoton... cepetan Thor..biar greget..jangan lemot2..
2022-09-01
0