Senja masih berdiri terpaku di tempatnya. Pandangan mata terlihat datar, tampak jelas jika hatinya sedang kacau. Tak lama kemudian, Senja melangkah mendekati sofa, dan mendaratkan pantatnya dengan keras. Ia merogoh ponselnya yang berada di dalam tas, sekali lagi ia mencoba menghubungi Fajar. Namun hasilnya tetaplah sama, nomor Fajar masih tidak aktif.
"Kamu kemana Kak, sesibuk itukah di sana, sampai-sampai kamu tidak sempat mengabariku. Kita ini pengantin baru, tapi kenapa sikapmu seperti ini," gerutu Senja sambil menatap layar ponselnya.
Senja memijit pelipisnya dengan pelan, bayangan tentang masa lalu kembali melintas dalam ingatan. Ia dan Fajar sudah lama saling mengenal, namun mereka menjalin hubungan baru enam bulan.
Dulu Senja memiliki kekasih, dia adalah Kenzo Antonio Putra. Mereka menjalin hubungan sejak Senja masih kuliah. Hubungan mereka berjalan selama lima tahun. Namun akhirnya hubungan itu kandas, karena Kenzo menjalin hubungan dengan wanita lain dibelakang Senja.
Sambil menimang-nimang ponselnya, Senja menerawang jauh ke waktu lalu. Waktu ia berencana untuk menikah dengan Fajar. Awalnya Alvin tidak setuju dengan niat Senja, entah apa alasannya, namun Alvin tidak begitu rela jika adiknya menikah dengan Fajar. Berkali-kali Senja menanyakan alasan, namun Alvin hanya menjawabnya dengan sebaris kata tidak apa-apa.
Dengan kesal Senja beranjak dari duduknya. Ia melangkah ke ambang pintu, ia membulatkan niatnya untuk berkunjung ke tempat Alvin. Senja melenggang pergi, setelah menutup pintu apartemen. Ia berjalan menuju parkiran, dan bergegas masuk ke dalam mobil.
Senja melajukan mobilnya dengan pelan, ia menyusuri jalan raya yang cukup padat. Ia membuka kaca jendelanya lebar-lebar, menikmati semilirnya angin yang bertiup meriapkan rambutnya.
Hampir satu jam perjalanan, akhirnya Senja tiba di rumah Alvin, rumah yang beberapa waktu lalu juga menjadi tempat tinggalnya. Sebuah rumah yang tidak terlalu besar, namun terasnya terlihat cukup lebar. Bermacam-macam bunga tampak tumbuh dengan indah di dalam pot. Senja tersenyum, meskipun ia pergi ternyata kakaknya masih peduli dengan tanamannya.
Senja turun dari mobilnya, ia menatap motor ninja yang terparkir di teras rumah. Sejak dulu Alvin lebih menyukai motor, daripada mobil. Senja berjalan memasuki rumah itu sambil berteriak memanggil Kakaknya.
"Kak, Kak Alvin!" panggil Senja sambil melenggang masuk.
"Kak Alvin!" teriak Senja, karena belum ada jawaban dari Kakaknya.
"Jangan berteriak, suara cemprengmu menyakiti telingaku!" sahut Alvin yang baru saja keluar dari ruangan dapur. Ia membawa secangkir kopi hitam, dan sepiring roti bakar.
"Itu apa Kak?" tanya Senja dengan sorot mata yang berbinar senang. Meskipun ia sudah dewasa, tapi sikapnya terhadap Kakaknya tetaplah manja.
"Roti, mau?"
"Mau dong."
"Buat saja sendiri, masih banyak di dapur!" kata Alvin sambil terkekeh. Ia melangkahkan kakinya menuju sofa di ruang tengah, ia meninggalkan Senja yang masih berdiri di tempatnya.
"Kak Alvin tunggu!" teriak Senja sambil membuntuti langkah Kakaknya.
Senja ikut berjalan menuju ruang tengah, lalu ia duduk di sofa yang tak jauh dari Kakaknya.
"Bagaimana kabar Fajar, kenapa dia tidak ikut ke sini?" tanya Alvin sambil menyesap kopinya.
"Baik mungkin," jawab Senja dengan malas.
"Mungkin, apa maksud kamu?" tanya Alvin sambil mengernyit heran.
"Dia masih di Singapura, dua hari ini nomornya sulit sekali dihubungi," jawab Senja sambil menatap Kakaknya.
"Sejak kapan dia pergi?" tanya Alvin.
"Dua hari setelah kami menikah."
Alvin menghela napas panjang, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Alvin menatap adiknya lekat-lekat.
"Hubunganmu dengan dia masih baik-baik saja, kan?" tanya Alvin dengan tatapan mata yang menelisik.
"Baik Kak, mungkin dia sedang sibuk, jadi belum sempat mengabariku," jawab Senja sambil mencomot satu roti bakar, dan menyuapnya dengan pelan.
"Kau yakin dengan pilihanmu ini Nja, kau yakin bisa bahagia menikah dengan Fajar?" tanya Alvin.
Senja menghentikan kunyahannya, ia menilik wajah Kakaknya, "Kak Alvin, kenapa bertanya seperti itu?"
Lagi-lagi Alvin menghela nafas panjang, dan menatap Senja sekilas. Lalu ia meraih rokok yang tergeletak di atas meja, menyulutnya, dan kemudian menyesapnya kuat-kuat.
"Sebenarnya aku sedikit ragu dengan hubungan kalian," ucap Alvin, ia menjeda kalimatnya, dan melihat reaksi Senja. Namun adiknya itu hanya diam, menanti kalimat lain yang akan keluar dari mulutnya.
"Kau dan Ken pacaran sudah 5 tahun, dan akhirnya kandas. Sedangkan Fajar, 5 tahun lebih dia pacaran dengan Adara, dan kandas juga. Kalian baru 6 bulan menjalin hubungan, lalu tiba-tiba menikah. Kalian benar-benar cinta, atau sekedar mencari pelarian. Dan kulihat Tante Rani juga kurang menyukaimu," kata Alvin sambil kembali menyesap rokoknya.
"Aku dan Kak Fajar benar-benar saling mencintai Kak. Dia adalah lelaki yang baik, selama pacaran dia selalu menjagaku, dia tidak pernah meminta yang macam-macam padaku," ucap Senja.
"Tidak seperti Ken, yang sangat senang menciumku. Ahh andai saja waktu bisa diputar kembali, aku tidak akan pernah memberikan bibirku padanya. Aku akan menjaganya, dan memberikannya pada Kak Fajar, suamiku," batin Senja dalam hatinya.
"Baguslah kalau begitu, semoga saja Fajar tidak mengecewakan kamu," kata Alvin.
Sejak dulu Alvin kurang setuju dengan hubungan adiknya. Ia tidak begitu rela, jika Senja menikah dengan Fajar. Meskipun Fajar adalah sahabatnya, namun entah kenapa ia merasa ragu. Mengingat hubungan Fajar, dan Adara dulu, Alvin takut jika Fajar hanya menjadikan adiknya sebagai pelarian saja.
***
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 sore. Senja baru saja keluar dari mobilnya. Ia berjalan menuju apartemennya, sambil menenteng kantong plastik yang berisi jeruk, dan apel.
Tak lama kemudian, ia sudah berdiri di depan pintu apartemennya. Senja membukanya dengan pelan, dan melenggang masuk ke dalam. Namun tiba-tiba ia tersentak kaget, saat matanya menatap sosok lelaki yang sedang duduk di meja makan. Lelaki yang tak lain adalah Fajar, suaminya. Dia sedang duduk sambil menikmati secangkir teh hangat.
"Kak Fajar!" teriak Senja sambil berlari mendekati Fajar. Ia tak menyangka, jika suaminya ternyata sudah kembali.
Fajar tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Senja dengan pandangan yang sulit diartikan. Tangannya mengepal, dan deru napasnya terdengar sangat berat. Sepertinya ada banyak hal yang sedang mengganggu hatinya. Senja yang menyadari hal itu, ia langsung duduk di sebelah Fajar. Mungkinkah suaminya salah paham?
"Aku dari rumahnya Kak Alvin, maaf tadi aku tidak meminta izin dulu, karena nomor Kak Fajar tidak bisa dihubungi," kata Senja sambil meletakkan kantong plastik ke atas meja.
"Tidak apa-apa, maaf tadi ponselku kehabisan baterai," jawab Fajar sambil mencoba untuk tersenyum.
"Oh begitu ya, tadi aku sempat khawatir Kak. Tetapi syukurlah, kamu tidak apa-apa, dan sekarang kamu sudah kembali. Aku sangat senang, aku sangat merindukanmu Kak," ucap Senja sambil bergelayut manja.
Fajar tersenyum, lalu ia merangkul Senja, dan mengusap bahunya dengan pelan. Tak lama kemudian Fajar menggigit bibir, seharusnya ini menjadi hari yang bahagia untuk dirinya. Bisa menikah dengan wanita yang sangat dicintai. Namun nyatanya tidak, ini malah menjadi hari yang sangat sulit baginya.
"Maafkan aku Senja, aku belum bisa menceritakan semuanya padamu. Maafkan aku, aku tidak punya pilihan lain. Aku harus menyembunyikan semua ini sendirian, aku tidak mau kehilangan kamu," batin Fajar dalam hatinya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
yunna
jgn2 pacar nya fajar hamil lg
2023-06-10
1
Lutha Novhia
awal mula kehancuran itu y ini
ktidak jujuran
hem lanjut
2022-10-10
0
Kendarsih Keken
Fajar sakit dan harus berobat ke Singapura tanpa memberitahu Senja sang istri 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-09-04
0