Sang surya sudah kembali ke peraduannya. Berganti dengan sang rembulan, dan ribuan bintang yang menghiasi langit luas. Senja duduk sendiri di sofa kamarnya, ia sedang menunggu sang suami yang masih membersihkan diri di kamar mandi.
Senja memainkan ujung rambutnya dengan jemarinya, sembari mengukir senyuman manis di bibir ranumnya. Sesekali ia menatap pantulan dirinya di cermin. Dan senyumannya mengembang semakin lebar, kala menatap wajahnya yang sudah dirias cantik bak boneka.
Tak berapa lama kemudian, Fajar keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat segar dengan titik-titik air yang berjatuhan dari ujung rambutnya.
Senja tersenyum, pipinya mulai merona kala menatap sang suami yang terlihat tampan dengan balutan celana pendek, dan kaos pendek warna putih.
Senja beranjak dari duduknya, ia melangkah mendekati Fajar yang sedang menggosok rambutnya dengan handuk kecil.
"Kak Fajar!" panggil Senja dengan nada yang manja.
"Ada apa, hmmm?"
"Aku merindukan Kak Fajar, beberapa hari aku tinggal sendirian. Sepi, sangat tidak nyaman Kak." jawab Senja sambil mengalungkan tangannya di leher Fajar. Fajar tersenyum, lalu ia menggantungkan handuknya di pintu kamar mandi.
Ia menatap wajah istrinya yang sedang tersenyum di hadapannya. Lalu Fajar melingkarkan tangannya di pinggang Senja, kemudian merengkuh wanita itu kedalam pelukannya.
Fajar mencium puncak kepala Senja dengan cukup lama. Seakan ada perasaan lain, yang sangat sulit untuk ia jabarkan.
"Maafkan aku Senja." batin Fajar sambil memejamkan matanya.
Tak lama kemudian, Fajar melepaskan pelukannya. Ia mengusap pipi Senja dengan kedua tangannya.
"Maaf ya, malam ini aku harus lembur menyelesaikan pekerjaanku. Tidak apa-apa kan, jika nanti kau tidur terlebih dahulu, kalau sudah selesai aku akan menyusulmu." kata Fajar sambil tersenyum.
Senyuman Senja langsung menghilang saat itu juga. Mendengar ucapan Fajar, hatinya terasa ngilu. Mungkinkah Fajar sama sekali tidak menginginkannya?
"Tapi Kak." ucap Senja.
"Waktu kita masih panjang, tidak perlu terburu-buru. Pekerjaan ini sangat mendesak sayang, besok pagi harus sudah selesai. Tolong mengertilah!" kata Fajar sambil menatap Senja.
"Baiklah!" jawab Senja sambil mendengus kesal.
"Terima kasih sayang."
"Perlu aku buatkan kopi?" tanya Senja.
"Boleh." jawab Fajar dengan singkat.
Lalu Senja melangkahkan kakinya keluar kamar, dan berjalan menuju ke dapur. Senja mengambil cangkir dari dalam laci, dan mulai menyeduh kopi hitam kesukaan Fajar.
"Percuma dandan cantik, Kak Fajar malah lebih mementingkan pekerjaan." gerutu Senja sambil mengaduk kopinya dengan keras.
"Menyebalkan! Masa pengantin baru seperti ini, tidak ada manis-manisnya!" kata Senja sambil membanting sendok kecilnya ke atas meja.
Dengan hati yang masih kesal, Senja berjalan kembali menuju ke kamar, sembari membawa secangkir kopi hitam yang baru saja diraciknya.
Senja membuka pintu kamarnya dengan pelan, dan matanya menyipit saat menatap Fajar yang sedang fokus dengan layar ponselnya. Inikah lembur yang dimaksud suaminya?
Senja masih berdiri di ambang pintu, ia mengintip suaminya dari celah yang sedikit terbuka. Fajar tampak memijit pelipisnya, dengan tatapan mata yang belum beralih dari layar ponselnya.
" Kamu sedang apa Kak?" tanya Senja sambil membuka pintunya dengan lebar, tak sabar jika hanya mengintipnya dari luar. Akhirnya Senja memutuskan untuk masuk, dan mendekati suaminya.
"Sayang, kamu...kamu tiba-tiba muncul." ucap Fajar dengan gugup.
"Kamu sedang apa, katanya lembur?" sindir Senja, seraya meletakkan secangkir kopi di atas meja.
"Ada klien yang sedang menghubungiku, dia tidak puas dengan pembangunan proyek di puncak, katanya tidak sesuai dengan desain." kata Fajar sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
"Oh begitu." jawab Senja dengan singkat.
"Semoga saja Kak Fajar tidak membohongiku." batin Senja sambil melirik Fajar.
Lalu Senja duduk di kursi, didepan Fajar. Ia terus menatap suaminya yang terlihat salah tingkah.
"Aku menunggumu Kak." ucap Senja sambil tersenyum, memamerkan barisan giginya yang putih, dan rapi.
"Menungguku? Tapi pekerjaanku banyak sayang, mungkin larut nanti baru selesai." jawab Fajar.
"Tidak apa-apa." ucap Senja sambil tersenyum lebih lebar.
"Baiklah, kalau begitu aku bekerja dulu ya." kata Fajar sambil meletakkan ponselnya, dan mulai membuka beberapa berkas yang menumpuk di meja.
"Maafkan aku Senja." batin Fajar sambil menghela nafas panjang.
Lalu ia mulai menenggelamkan dirinya dalam tumpukan pekerjaan. Fajar mencoba menepis semua kenyataan, yang baru ia ketahui beberapa hari yang lalu.
Cukup lama mereka saling diam. Fajar tampak fokus dengan pekerjaannya. Sedangkan Senja, ia larut dalam buku novel yang sedang dibacanya.
Tak berapa lama kemudian, Senja melirik jarum jam yang menggantung di dinding, sudah pukul 11.00 malam. Namun Fajar masih berkutat dengan pekerjaannya, belum terlihat sedikitpun bahwa ia akan beranjak dari duduknya.
Senja menguap, ia berusaha keras untuk tetap membuka matanya. Novel yang sedang ia pegang, tak lagi dibacanya. Tulisannya sudah terlihat menumpuk, dan bergerak-gerak akibat matanya yang terlalu mengantuk.
"Kak Fajar!" panggil Senja sambil menatap suaminya.
"Kenapa sayang?" tanya Fajar sambil menoleh.
"Apakah masih lama?" Senja balik bertanya.
"Yah lumayan, mungkin satu jam lagi." jawab Fajar.
"Tidak bisakah kau tunda esok hari Kak, aku sangat ngantuk." kata Senja sambil menguap.
"Tidurlah dulu sayang, nanti aku akan menyusulmu! Maaf, tapi ini sangat dibutuhkan besok pagi." ucap Fajar sambil menatap tumpukan berkas di depannya.
Senja menghembuskan nafasnya dengan kasar, lalu ia beranjak dari duduknya.
"Baiklah!" kata Senja sambil mendengus kesal. Lalu ia melangkah menuju ranjang, dan meninggalkan Fajar sendirian.
Fajar sedikit menoleh, menatap punggung Senja yang melangkah menjauh. Ia memijit pelipisnya, ada rasa sakit, kesal, marah, dan perasaan buruk lainnya yang bercampur mengacaukan hatinya.
"Aku sangat bodoh, benar-benar bodoh. Apa yang dulu kufikirkan, kenapa aku bisa melakukan kesalahan yang sangat sefatal!" batin Fajar sambil mengepalkan tangannya. Ia merasa marah dengan dirinya sendiri.
***
Sang surya mulai menampakkan keanggunannya. Cahaya jingganya menyorot indah, menyinari alam semesta. Senja menyibakkan tirai kamarnya, membiarkan sinar surya menyeruak masuk, dan memberikan rasa hangat.
Senja melangkah mendekati ranjang, menyibak selimut coklat yang masih menutupi tubuh suaminya. Lalu Senja berbaring di samping suaminya, ia mengusap rahangnya dengan pelan.
Merasakan ada sentuhan di wajahnya, Fajar terjaga dari tidurnya. Ia membuka matanya, dan menatap wajah Senja yang berada tepat di hadapannya.
"Senja!"
"Selamat pagi Kak Fajar." sapa Senja sambil tersenyum.
"Selamat pagi, apa yang kau lakukan?" tanya Fajar.
"Kau bertanya apa yang kulakukan, aku tidak mengerti dengan maksudmu Kak." jawab Senja sambil menarik tangannya. Matanya menyipit, menatap Fajar yang sedang gugup.
"Maaf aku tidak bermaksud begitu, Senja maksudku..."
"Mandilah, aku tunggu di meja makan!" kata Senja dengan kesal. Ia bangkit dari tidurnya, dan dengan langkah cepat ia keluar dari kamarnya.
"Maafkan aku Senja." bisik Fajar sambil mencengkeram selimut coklat yang masih menutupi kakinya.
Senja memukul meja makan dengan keras, hatinya benar-benar kesal saat ini. Ada apa dengan Fajar? Seperti inikah hubungan suami istri?
Senja melipat tangannya di dada, sambil menatap tajam ke arah masakan yang sudah tersaji di atas meja.
"Aku mencintai kamu Kak, aku berusaha menjadi istri yang baik untuk kamu. Aku harap kamu tidak mengecewakan aku, dan aku harap kamu bisa menghargai aku." ucap Senja dalam hatinya.
Disaat Senja masih larut dalam fikirannya, tiba-tiba ada suara wanita paruh baya yang memanggil namanya.
"Senja!"
Senja menoleh, dan menatap ke arah sumber suara. Senja menghela nafas panjang, disaat suasana hatinya sedang buruk, kenapa malah Ibu mertuanya yang datang.
"Mama, silakan duduk! Kebetulan kami belum sarapan." ucap Senja sambil beranjak dari duduknya. Ia berusaha tersenyum, meski hatinya sedang dongkol.
Bu Rani tidak menjawab, beliau hanya melangkah mendekati meja makan. Menatap setiap masakan yang Senja sajikan di atas meja.
"Fajar tidak suka kangkung, kenapa kau memasak kangkung untuknya?" tanya Bu Rani dengan sinis.
"Hanya itu sayur yang ada di rumah Ma, dan aku juga memasak daging rendang, kesukaan Kak Fajar." jawab Senja sambil tetap tersenyum.
Bu Rani menatap Senja sambil tersenyum miring, lalu beliau menyendok daging rendang yang tersaji di dalam mangkok. Beliau menyuapnya, dan mengunyahnya dengan pelan.
"Sangat tidak enak, seperti inikah masakan yang kamu sajikan untuk anakku!" kata Bu Rani dengan tatapan yang sinis.
"Tapi Kak Fajar menyukainya Ma." jawab Senja dengan nada yang tertahan.
"Dia sudah buta karena cinta, sampai tidak bisa melihat kelebihannya Adara. Kau tahu masakannya Adara sangat lezat, tidak seperti ini." kata Bu Rani.
"Cukup Ma! Istriku adalah Senja, jadi jangan pernah menyebut namanya di sini." sahut Fajar yang baru saja muncul, ia melangkah mendekati Ibu, dan istrinya.
"Mama hanya bicara apa adanya Fajar, Adara itu..."
"Dia hanya masa lalu, dia tidak lebih baik dari Senja." sahut Fajar dengan cepat.
"Sudah, ayo kita sarapan!" ajak Senja sambil menatap Bu Rani, dan Fajar secara bergantian.
"Maaf aku terburu-buru. Aku tadi datang kesini hanya untuk menyampaikan kabar gembira. Kalian tahu, Farah sudah hamil." ucap Bu Rani sambil tersenyum. Dan tanpa menunggu jawaban dari Fajar, dan Senja, beliau langsung melangkah pergi meninggalkan mereka.
"Bukan hanya Farah yang bisa hamil, tapi aku juga bisa. Aku bukan wanita mandul, aku pasti bisa memberikan keturunan untuk Kak Fajar." ucap Senja dalam hatinya.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Eva Rubani
kok fajar aneh yaa??
2023-05-30
0
Lutha Novhia
penuh dusta kaya nya ni
2022-10-10
0
Joey Jovie
Baru baca nih, thor.... Jadi masih tebak-tebakan. Kayaknya fajar kebablasan sama cewek dan berakibat cewek itu hamil padahal fajar nggak cinta. Dan lebih parahnya lagi baru ketahuan hanya sesaat sebelum fajar akan menikahi senja. Begitu mungkin ya, thor? Tebakan aku sih ini.... Hehehe 😅😅
2022-09-02
0