"Sayang jangan dengarkan omongan Mama ya." ucap Fajar sambil mengusap lengan Senja.
"Tidak." jawab Senja singkat, hatinya masih kesal dengan sikap Fajar waktu di kamar.
"Ayo sarapan!" ajak Fajar sambil duduk di kursi. Lalu ia mengambil piring, dan mengisinya dengan nasi, dan daging rendang.
"Wah sangat lezat, masakan kamu benar-benar enak sayang." ucap Fajar sambil menyuap makanannya.
Senja masih berdiri terpaku, menatap suaminya yang asyik memuji masakannya. Entah itu benar, atau hanya ingin menyenangkannya saja. Senja mendengus kesal, lalu ia duduk di depan Fajar.
Senja mencentong sedikit nasi, dan menyendok sepotong daging rendang. Fajar menatapnya sambil mengernyit heran.
"Kenapa kamu makan sedikit sekali?" tanya Fajar.
"Diet."
"Untuk apa, tubuhmu sudah ideal sayang, tidak perlu diet." ucap Fajar.
Senja tidak menjawab, ia hanya memutar bola matanya dengan jengah. Kenapa Fajar tidak peka dengan perasaannya, dia itu makan sedikit karena kesal dengan sikapnya Fajar, dan Ibu mertuanya. Haruskah semua itu perlu dijelaskan dengan detail?
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Fajar sambil menatap Senja, dan menggenggam tangannya.
"Kak, kamu itu benar-benar tidak tahu, atau memang sengaja berpura-pura." jawab Senja dengan kesal.
"Sayang aku memang tidak mengerti, kamu kenapa? Apa karena perkataan Mama tadi, aku kan sudah bilang, jangan dengarkan omongan Mama." ucap Fajar.
Senja menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lalu ia menatap Fajar sekilas.
"Ya sudahlah lupakan saja." kata Senja pasrah. Lalu ia menyuap makanannya, dan mengunyahnya dengan kasar.
"Sayang, nanti malam rekan bisnisku menikah. Dia mengundangku, nanti kamu siap-siap ya, acaranya pukul 08.00 malam." kata Fajar.
"Iya."
"Ya sudah sekarang aku berangkat dulu ya, jaga diri baik-baik di rumah." kata Fajar sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
"Iya."
"Aku berangkat ya." ucap Fajar sambil mendekati Senja, dan mencium keningnya.
"Iya, hati-hati." jawab Senja dengan pelan.
Senja menopang dagunya, sambil menatap punggung Fajar yang melangkah semakin menjauh. Ada perasaan resah, gelisah, dan juga kesal yang berkemelut dalam hatinya. Senja merasa ada yang aneh dengan sikap Fajar. Dan tiba-tiba nasihat Alvin padanya dulu, terlintas dalam ingatannya.
"Aku jadi kepikiran dengan omongannya Kak Alvin, mungkinkah Kak Fajar akan mengecewakan aku. Apakah selama ini aku hanyalah pelariannya saja. Dibandingkan dengan Adara, aku memang tidak ada apa-apanya." ucap Senja seorang diri.
Adara Victoria, wanita cantik yang terlahir dari keluarga yang kaya raya. Wajahnya yang putih mulus tanpa cela, serta postur tubuhnya yang nyaris sempurna, juga kecerdasannya yang jauh di atas Senja. Lima tahun lebih, wanita itu menjalin hubungan dengan Fajar. Namun entah ada masalah apa, tiba-tiba mereka putus begitu saja. Sejauh ini Fajar tak pernah membahas tentang Adara. Fajar selalu mengalihkan pembicaraan, setiap kali Senja menanyakan tentangnya.
"Kenapa aku jadi pesimis seperti ini ya." ucap Senja sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Lalu ia mencentong nasi, mengambil daging rendang, dan juga tumis kangkung. Ia mengisi penuh piring di hadapannya. Rasa resah, dan kesal, ternyata juga membuat perutnya lapar.
Dengan cepat Senja melahap habis makanannya. Lalu ia membereskan mejanya, dan membawa piring kotornya ke dapur.
"Tapi aku istri sahnya. Tidak peduli secantik apa Adara, sekaya apa dia, dia hanyalah masa lalu, masa depannya adalah aku. Tidak, aku tidak boleh kalah dari dia. Aku harus mempertahankan Kak Fajar, aku tidak akan membiarkan dia menjadi orang ketiga, dan merusak rumah tanggaku. Tidak peduli berapa lama dulu mereka menjalin hubungan, istrinya tetaplah aku." kata Senja dengan tegas.
***
Dibawah terik mentari yang cukup menyengat kulit. Seorang lelaki muda sedang melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Jaket hitamnya tampak berkibar, seiring gerakan motor yang meluncur semakin kencang. Namun tak lama kemudian, bunyi decitan rem terdengar cukup keras. Motor berhenti dengan tiba-tiba, saat sang empunya melihat sosok wanita yang sedang terjatuh di pinggir jalan.
Lelaki yang ternyata adalah Alvin, dia langsung bergegas turun, dan melangkah mendekati wanita itu.
Alvin berjongkok, membantu wanita itu memunguti beberapa berkas yang berserakan di dekat kakinya.
"Kak Alvin!" sapa wanita itu.
"Lho! Ternyata itu kamu Nin." ucap Alvin sambil menatap Nina. Nina adalah teman baiknya Senja.
"Iya, tadi aku sedang berjalan, tiba-tiba ada orang yang berlari, dan menabrakku." jawab Nina sambil mengusap lututnya yang sedikit lecet.
"Kamu darimana, tidak bekerja ya?" tanya Alvin sambil meraih tangan Nina, dan membantunya berdiri.
"Tadi ada rapat di luar. Pak Remy langsung meninjau ke lokasi, jadi aku harus kembali ke kantor sendirian. Dan kebetulan tadi aku lapar, jadi mampir sebentar di kedai itu." jawab Nina sambil menunjuk kedai yang tak jauh dari tempat mereka.
"Oh! Kalau begitu naiklah, aku antar kamu ke kantor. Kebetulan aku tadi membawa dua helm." ucap Alvin sambil tersenyum.
"Tidak merepotkan?"
"Kalau takut merepotkan, kamu tinggal bayar saja, pasti kuterima." jawab Alvin sambil tertawa.
"Kamu jadi tukang ojek Kak?" goda Nina.
"Kalau bisa jadi duit, kenapa tidak." jawab Alvin sambil mengedipkan matanya.
Disaat mereka sedang tertawa bersama, tiba-tiba dua orang wanita datang menghampiri mereka. Satu paruh baya, dan satu lagi masih muda. Mereka adalah Bu Rani, dan Farah.
"Kak Alvin!" sapa Farah.
"Farah, Tante Rani, apa kabar?" jawab Alvin sambil tersenyum.
"Alhamdulillah baik Kak." jawab Farah.
"Kita orang kaya, kabar kita tidak pernah buruk." sahut Bu Rani dengan tatapan sinis.
"Ma, jangan seperti itu!" ucap Farah sambil menyenggol lengan Ibunya.
"Kenyataaannya memang seperti itu kan Farah. Orang kaya itu selalu bahagia, beda dengan orang miskin, yang sering sengsara." jawab Bu Rani dengan santainya.
Sejak Fajar menjalin hubungan dengan Senja, sikap Bu Rani pada Alvin juga berubah. Jika dulu Bu Rani terlihat baik, dan tidak masalah dengan pertemanan mereka. Namun kini tidak, Bu Rani menjadi sinis terhadap Alvin. Seolah keluarga mereka jauh berbeda, dan tidak layak untuk saling mengenal.
"Bagus kalau begitu. Tapi kita sedang terburu-buru, kita permisi dulu ya Tante." ucap Alvin sambil menarik tangan Nina. Berbicara dengan Bu Rani, selalu saja membuat emosi Alvin tersulut.
"Tunggu!" teriak Bu Rani saat melihat Alvin, dan Nina mulai melangkah pergi.
"Ada apa Tante?" tanya Alvin sambil menoleh.
"Aku hanya ingin menyampaikan kabar gembira. Kamu tahu, Farah anakku, sekarang sudah hamil. Kira-kira adik kamu kapan ya hamilnya." kata Bu Rani dengan tatapan yang meremehkan.
"Pernikahan Senja dan Fajar belum genap dua minggu Tante. Seharusnya kita belum membicarakan tentang kehamilan. Dan satu lagi Tante, Farah menikah baru satu bulan, tapi sekarang sudah hamil. Kira-kira hamil dulu, atau menikah dulu ya Tante?" ucap Alvin sambil tersenyum miring. Ia sangat benci, jika ada orang yang meremehkan adiknya.
"Kau!!" geram Bu Rani sambil mengepalkan tangannya, matanya menyipit, menatap Alvin dengan penuh kebencian.
Lain halnya dengan Farah. Dia menunduk, menahan rasa sesak didalam hatinya. Alvin adalah lelaki pertama yang berhasil mencuri hatinya. Namun lelaki itu tidak pernah menanggapinya sedikitpun, Alvin hanya menganggap dirinya tak lebih dari teman.
Berbagai cara, dan usaha ia lakukan, demi mendapatkan hati Alvin. Namun sekian tahun lamanya, hati Alvin tak jua bergeming. Perasaannya terhadap Farah tak berubah sedikitpun.
Dan mendengar Fajar, dan Senja merencanakan pernikahan, Farah merasa putus asa, lalu ia menerima lamaran Dion. Lelaki tampan, dan mapan yang dulu pernah menjadi kekasihnya waktu masih sekolah. Dan akhirnya Farah menikah, dua puluh hari sebelum Fajar menikah. Hanya saja pesta pernikahannya, digelar di tempatnya Dion.
"Aku tahu kau kesal dengan Mama Kak, tapi tidak tahukah kamu, bahwa kata-katamu itu sangat menyakitiku. Seburuk itukah aku dimatamu Kak?" batin Farah sambil menggigit bibirnya.
"Jangan sembarangan berbicara, Senja tidak lebih baik dari Farah, dan dia juga tidak lebih baik dari Adara!" kata Bu Rani dengan nada tinggi.
"Jodoh itu adalah cerminan diri Tante. Jadi jika Senja memang seburuk itu, berarti...ahh sudahlah, aku buru-buru Tante. Kita pergi dulu ya." kata Alvin sambil tersenyum. Lalu ia naik ke atas motornya. Sedangkan Nina, ia iuga naik, dan duduk di belakang Alvin.
"Kau kurang ajar!" geram Bu Rani sambil menatap Alvin, dan Nina yang sedang memakai helm.
"Kakak, dan adik sama saja. Menyebalkan!" teriak Bu Rani sambil menatap motor Alvin yang sudah melaju meninggalkan mereka.
"Dasar orang miskin!" umpat Bu Rani.
"Sudahlah Ma, ayo pulang!" ajak Farah sambil menatap Ibunya.
"Tahu begini, dulu aku tidak akan pernah mengijinkan Fajar berteman dengan Alvin. Dasar orang miskin tidak tahu diri!" kata Bu Rani sambil melangkahkan kakinya dengan cepat.
"Untung saja Mama tidak tahu, kalau aku dulu pernah menyukai Kak Alvin begitu lama. Andai saja Mama tahu, pasti Mama akan memarahiku, dan lebih membenci Kak Alvin." batin Farah sambil mengikuti langkah Ibunya.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Eva Rubani
orang kaya kok jln kaki..
2023-05-30
0
Lail Maubile
kasian Bu Rani,sombong nya minta ampun.
2022-10-14
0
Lutha Novhia
huh org kaya yg sombong
2022-10-10
0