Sang surya masih menampakkan keperkasaannya di langi tinggi. Sinar teriknya menyinari seluruh Kota Surabaya. Jarum jam tepat menunjukkan pukul 12.00 siang, Fajar baru saja menginjakkan kakinya di halaman apartemen.
Fajar mengulas senyum di bibirnya, setelah melakukan perjalanan panjang akhirnya ia tiba juga di tempat tinggalnya. Ia sengaja pulang pagi-pagi sekali, agar ia bisa secepatnya menemui sang istri yang sudah seminggu tak bersua.
Fajar mulai melangkahkan kakinya menuju ke apartemennya, dan hatinya sedikit berdebar, kali ini ia akan kembali mengatakan kebohongan kepada istrinya. Beberapa menit kemudian, Fajar sudah sampai di ambang pintu. Ia menata hatinya terlebih dahulu, sebelum ia membuka pintu apartemennya.
Namun belum sempat Fajar membuka pintunya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara langkah kaki yang berjalan ke arahnya. Spontan Fajar langsung menoleh, dan matanya memicing saat melihat siapa yang datang, dia adalah Dika.
"Fajar kau sudah pulang?" tanya Dika sambil menghentikan langkahnya, ia berdiri tepat di samping Fajar.
Fajar tidak langsung menjawab, ada rasa panas yang menjalar dihatinya. Ia tahu siapa Dika, dulu lelaki itu mencintai Senja, namun selalu ditolaknya. Sekarang untuk apa dia datang kemari?
Fajar menatap Dika lekat-lekat, lelaki itu sedang menenteng dua kantong plastik yang entah apa isinya.
"Fajar!" panggil Dika, karena Fajar masih diam tanpa kata.
"Ehm...sorry. Kau mau kemana?" tanya Fajar sambil menatap Dika dengan tajam.
"Jangan bilang kau akan menemui Senja, tidak peduli kau temanku, atau bukan. Senja adalah milikku!" kata Fajar dalam hatinya.
"Aku mau kesini, aku baru saja membelikan makanan untuk Senja." jawab Dika sambil menunjukkan kantong plastik yang sedang dibawanya.
"Untuk Senja? Kenapa kau melakukan itu? Aku sedang tidak ada di apartemen, dan kau menemuinya. Apa maksudmu Dik!" bentak Fajar. Mendadak rasa cemburu mulai menguasai hatinya.
"Kenapa kau tiba-tiba emosi? Apa salah jika aku membantunya, dia sendirian, dan diabaikan oleh suaminya. Aku tidak tega melihat wanita yang kukenal mengalami kesulitan." ucap Dika dengan santainya.
"Buang makanan itu, dan jangan pernah menemui Senja!" bentak Fajar sambil mencengkeram kerah kemeja Dika.
Dika terhuyung, dan tubuhnya terdorong ke belakang hingga membentur dinding.
"Hapus semua perasaan kamu untuk Senja, dia istriku, dia sudah menjadi milikku!" kata Fajar tepat di depan wajah Dika.
"Kita ini teman, kenapa kamu jadi sekasar ini? Apa kamu sudah kehilangan kepercayaan diri kamu, hingga begitu takutnya kalau aku akan merebut Senja darimu. Jika kalian saling mencintai, seharusnya kau tidak perlu takut Jar." ucap Dika sambil tersenyum lebar, seolah ia sedang meremehkan Fajar.
"Kita saling mencintai, dan aku tidak suka kau datang menemuinya. Dia istriku, aku yang berhak atas hidupnya. Pergi kamu dari sini!" bentak Fajar sambil melotot tajam, ia melepaskan cengkeramannya dengan satu hentakkan keras.
"Aku tahu dia istrimu, tapi aku tidak tahu kau ini suami macam apa. Kau meninggalkan dia sendirian. Kau mengabaikannya, dan membiarkan dia kesakitan seorang diri." kata Dika sambil memicingkan matanya.
"Ap...apa maksudmu? Apa yang terjadi padanya?" tanya Fajar dengan panik.
"Benar-benar suami idaman, bahkan kau tidak tahu apa yang terjadi pada istrimu sendiri. Kasihan sekali, wanita sebaik Senja harus menderita, karena mencintai lelaki berengsek sepertimu!" kata Dika sambil menatap Fajar dengan tajam. Lalu ia membuka pintunya, dan melenggang masuk meninggalkan Fajar sendirian.
Fajar mengusap wajahnya dengan kasar, dan tanpa banyak kata ia langsung berjalan memasuki apartemennya. Ia mempercepat langkahnya, dan bergegas menuju ke kamarnya. Fajar tertegun saat tiba di ambang pintu. Dilihatnya Senja sedang terbaring di ranjang dengan tubuh yang ditutupi selimut tebal. Dan di sampingnya ada Alvin yang sedang duduk di kursi.
"Jadi ada Alvin juga, aku salah paham, aku fikir hanya Dika seorang yang datang kesini." ucap Fajar dalam hatinya.
Belum sempat Fajar melangkah masuk, tiba-tiba Alvin sudah terlebih dulu menghampirinya.
"Kau sudah pulang?" tanya Alvin dengan pelan, namun nada suaranya terdengar datar, dan pandangan matanya terlihat tajam.
"Aku baru saja sampai." jawab Fajar.
"Ini makanannya Vin." ucap Dika yang baru saja muncul dari ruangan dapur.
"Taruh saja di meja, dia baru saja tidur!" kata Alvin tanpa mengalihkan pandangannya.
"Baik." jawab Dika.
"Ayo ikut aku!" kata Alvin sambil menarik tangan Fajar, dan mengajaknya pergi.
"Kemana Vin? Aku harus melihat Senja." ucap Fajar, namun Alvin tak menghiraukannya.
Dika menatap kepergian mereka sambil tersenyum getir.
"Aku tulus mencintainya, namun dia lebih memilih kamu. Dan sekarang kamu terlihat seperti mengabaikannya, jujur aku sangat kecewa denganmu." ucap Dika sambil menunduk.
Lalu ia melangkah masuk, dan meletakkan nampannya di atas meja. Kemudian ia menoleh, menatap Senja yang sedang terlelap. Wajahnya terlihat ayu alami tanpa polesan make up. Ahh andai saja Senja bisa melihat cinta tulusnya, dan mau menerimanya. Pasti sekarang dirinya akan menjadi lelaki yang paling bahagia.
***
Alvin melepaskan tangan Fajar saat mereka sudah tiba di ruang tamu. Ia menoleh, dan menatap Fajar dengan nanar. Ingin sekali ia mendaratkan beberapa pukulan di wajah Fajar, namun ia sadar segala masalah tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan.
"Ceraikan Senja, jika kamu tidak bisa mencintainya! Aku masih cukup mampu untuk menghidupinya!" bentak Alvin dengan penuh emosi.
Fajar tersentak, lagi-lagi kata cerai, sebuah kata yang sangat ia benci. Tanpa sadar Fajar mengepalkan tangannya, dan nafasnya mulai memburu. Ia sangat marah mendengar kata cerai. Seburuk apapun dia, namun ia sangat mencintai Senja. Dan sekarang wanita itu sudah menjadi istrinya, Fajar tidak akan pernah melepaskannya.
"Apa maksudmu Vin? Aku mencintai Senja, aku tidak akan pernah menceraikan dia!" jawab Fajar seraya menatap Alvin dengan tajam. Kata cerai yang Alvin lontarkan, sukses membuat emosinya tersulut.
"Cinta? Cinta macam apa yang sedang kau bicarakan! Kau meninggalkan Senja sendirian, dia demam, dia kesakitan tanpa ada yang menemaninya. Selama seminggu ini kau kemana, kau sama sekali tidak mengabarinya kan! Katakan jika kamu masih berhubungan dengan Adara!" teriak Alvin.
"Diam! Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan Adara, kami sudah berpisah, dan kau juga tahu itu. Aku ke Singapura, karena urusan bisnis. Aku tidak menghubungi Senja, karena aku di sana sangat sibuk. Aku cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku, demi bisa segera pulang." jawab Fajar dengan nada yang tinggi. Mendengar nama Adara, emosinya semakin membuncah.
"Jika kau kesana hanya untuk urusan bisnis, kenapa kau tidak mengajak Senja? Dua hari setelah kalian menikah, kau juga pergi kesana kan, kau meninggalkan Senja sendirian. Katakan apa yang sebenarnya kau lakukan di sana?" bentak Alvin sambil mengepalkan tangannya. Dadanya terlihat naik turun menahan emosi.
"Percuma aku mengajaknya, di sana aku sangat sibuk, aku tidak akan bisa menemaninya." jawab Fajar.
"Terus saja mencari alasan, kau benar-benar lelaki berengsek!" geram Alvin.
"Aku tidak tahu apa yang ada dalam fikiranmu Vin, kenapa kau menganggapku seperti itu. Aku mencintai Senja, dan aku sudah menikahinya, apa itu belum cukup untuk menjadi bukti bahwa perasaanku ini tulus padanya!"
"Cara kamu memperlakukan Senja, itu tidak terlihat seperti kau mencintainya. Justru terlihat seperti kau hanya menjadikannya pelarian!" bentak Alvin.
"Tutup mulutmu Vin! Aku sudah dewasa, aku sudah tahu apa yang baik untuk keluargaku. Apapun yang kulakukan itu demi kebahagiaannya Senja. Kau memang kakaknya, tapi aku dan dia sudah menikah, kau tidak berhak lagi untuk ikut campur urusan kami." ucap Fajar dengan pelan, namun terdengar sangat tegas.
"Satu hal yang paling aku sesali adalah mengizinkan kamu menikahi adikku. Dengarkan baik-baik Fajar, tak peduli meskipun kau adalah suaminya. Jika kau tidak bisa membahagiakan dia, aku akan mengambilnya kembali. Meskipun aku miskin, tapi aku masih punya ribuan cara untuk membahagiakan dia!" kata Alvin tepat di depan wajah Fajar.
"Sejak kecil orang tua kami sudah tiada, dan aku berjuang melawan kerasnya dunia demi kebahagiaan dia. Jika kamu masih punya hati, kamu tidak akan membelenggunya dalam luka. Pernikahan itu suci, jangan kau jadikan sebagai ikatan yang menyakitkan. Bahagiakan dia, jika kamu memang mencintainya. Dan lepaskan dia, jika cintamu itu hanya setengah-setengah!" sambung Alvin seraya tangannya menyentuh dada Fajar, dan sedikit mendorongnya.
Fajar terhuyung ke belakang dengan bibir yang masih terkatup rapat. Seakan ia kehabisan kata, dan tak mampu lagi menjawab ucapan Alvin.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Eva Rubani
lanjut..
2023-05-30
0
Lail Maubile
hajar dia Alfin,spya dia tau diri .
2022-10-14
0
Mamax Garissa
senja berhak bahagia fajar
2022-09-01
0