Setelah beberapa hari diadakan audiensi dengan para pedagang, Alex kembali mendapatkan sebuah telepon masuk dari nomor yang tidak dikenal. Alex yang mengangap telepon masuk tersebut berasal dari kawan-kawannya lalu mengangkat.
“Salamat siang, benar ini dengan Alex”
“Ya, saya sendiri”
Alex yang merasa suara orang tersebut bukan dari kawan-kawannya yang pernah dia kenal merasa curiga. Seakan orang tersebut seperti orang yang telah berumur, tepatnya seperti bapak-bapak.
“Saya ingin menayakan apakah kamu mengetahui tentang aksi para pedagang?”
“Aksi apa ya pak?, saya merasa belum pernah dengar”
“Saya cuma mengingatkan kamu, jangan pernah main-main dengan PEMKOT. Itu akan berdampak buruk untuk kamu”
Nada bicara orang tersebut seperti mengancam Alex untuk tidak ikut ambil bagian dalam aksi nantinya, lebih tepatnya jika aksi tersebut tidak usah dilakukan. Namun Alex yang tidak ingin mundur dalam membela para pedangang, lebih baik menjawabnya dengan pura-pura tidak tau. Karena Alex memiliki firasat bahwa yang menelfonnya tersebut suruhan dari birokrasi PEMKOT.
“Maaf sebelumnya, bapak siapa ya?, mengapa tiba-tiba menanyakan hal tersebut kepada saya”
“Kamu tidak perlu tau siapa saya, dan apa latar belakang saya, yang jelas sebaiknya kamu tidak usah terlibat dalam aksi tersebut apabila tidak. Saya tidak akan sungkan dengan kamu”
“Tidak sungkan maksudnya pak?”
“Kamu bisa saja di culik, atau bahkan lebih buruk lagi. Oleh karena itu tolong bilang sama yang lain, karena ini berlaku untuk siapa saja yang terlibat”
“Jadi anda mengancam saya!!!”
Seketika telepon tersebut dimatikan oleh orang misterius, ini sebuah ancaman yang mungkin tidak bisa dia anggap remeh. Bagi Alex yang baru ber-urusan dengan birokrasi pemerintah merasa ancaman tersebut merupakan hal yang serius.
Alex yang merasa khawatir tentang acaman tersebut lalu bergegas menuju lapak Beni untuk meminta saran kepadanya. Baru saja Alex keluar dari kost, tiba-tiba ada seorang yang melempar batu bata yang di ikat secarik kertas. Alex yang terkejut akan hal tersebut dikarenakan arah lemparan menuju kepadanya, tetapi untung saja dia sempat menghindar. Jika tidak, mungkin kepalanya akan pecah.
Alex yang penasaran akan kertas tersebut lalu membuakanya, dalam kertas tersebut tertulis, “Jangan pernah coba-coba”. Ini merupakan ancaman yang nyata, bukan hanya sekedar menggertak dirinya. Lebih baik dia segera bertemu dengan Beni.
Sesampainya di lapak Beni, Alex kelihatan sangat ketakutan yang dapat dibaca dari raut wajahnya. Lalu dia menjelaskan semua yang terjadi padanya hari ini.
“Bang Ben!, ada hal penting yang harus saya sampaikan”
“Kau tenangkan dulu dirimu, ada apa emangnya sampai kau pucat begini”
“Jadi gini bang……”
Alex menjelaskan seluruh kejadian yang membuatnya khawatir, hingga membuat Beni naik darah.
“Sialan mereka, berani-beraninya membuat ancaman kepada kita, apa sudah bosan hidup mereka!”
“Saya mengkhawatrikan teman-teman lain juga bang, dan bisa jadi ancaman ini juga di arahkan kepada pedagang. Jika hal itu terjadi, mungkin semangat para pedangan untuk melakukan aksi akan pudar karena hegemoni radikal pemerintah”
“Kau ada benarnya, kalau begitu nanti malam kita kumpul di tempat biasa. Nanti sekalian aku ajak pak Sofyan biar semua tau. Kau sekarang ikut sama aku dulu nanti malam baru kau balik ke kost, bisa saja mereka masih mengincar kau Alex”
“Baik bang”
Seharian Alex mengikuti Beni mulai dari berjualan buku, ke kampus Nusantara untuk menemani Beni bimbingan skripsi. Hingga malam tiba, Alex dan Beni menunggu yang lainnya di kedai kopi Litera sampai semuanya datang.
Tepat pukul 21:00 malam, semua yang di hubungi oleh Beni telah berada di kedai kopi Litera. Beni, Alex, Berto, Danil, Danu, Adit dan pak Sofyan telah berkumpul, lalu Beni menjelaskan tentang ancaman yang di alami oleh Alex.
Seusai Beni menjelaskan semuanya, tiba-tiba pak Sofyan member saran jika aksi tersebut di percepat. Agar semangat dari para pedagang tidak luntur akibat ancaman para pemerintah.
“Menurut bapak, ada baiknya jika kita mempercepat aksi tersebut. Bahaya jika masa dari pedangan nanti semakin sedikit karena mereka takut dengan ancaman pemerintah”
“Menurut aku ada benarnya juga, ini dapat membahayakan mental. Menurut kau bagaimana Alex?”
“Saya setuju bang, 2 hari lagi langsung kita jalankan aksi kita. Bang Adit, persiapan kawan-kawan untuk pertujukan teater bagaimana, apakah sudah siap?”
“Kawan-kawan sudah siap untuk pertunjukan nanti, kita akan membuat siapa saja yang melihat pasti akan mengeluarkan air mata dan marah kepada PEMKOT”
“Bagus bang, selebihnya kita persipkan atribut kita. Mulai dari poster, spanduk, dan hal-hal lain”
“Oke semuanya,sekarang sudah bisa kita bergerak. Danu tolong kau siapkan surat pemberitahuan kepada POLRES untuk aksi kita. Dan pak Sofyan tolong beritahu kepada pedagang lain jika aksi kita di percepat”
“Siap laksanakan bang!”
“Baik, besok saya akan memberi tahu pedangan lain untuk aksi kita”
Selesai rapat dadaka tersebut, Alex masih merasa ragu untuk kembali ke kost-nya karena bisa jadi teror masih menunggu dirinya. Akan tetapi Beni berusaha meyakinkan Alex untuk tidak perlu khawatir akan hal itu.
“Bang, saya masih taku untuk kembali ke kost, mungkin masih ada teror yang menunggu saya”
“Kau tenang saja Alex, pemerintah tidak mungkin kembali lagi hari ini. Inilah perjuangan kita, masih banyak mungkin yang akan terjadi apabila kita mentang pemerintah. Namun dibalik semua itu, kita tidak boleh mundur karena sedikit gertakan dari mereka”
“Baik bang, aku kembali teringat sama perjuangan Wiji Tukul, Munir, Marsinah, dan kawan-kawan lain yang harus kehilangan nyawanya untuk membela hak-hak rakyat”
“Mereka saja berani kehilangan nyawanya, masak kau baru di gertak sedikit saja sudah goyang”
Alex yang mendengar dan mengingat kembali perjuangan mereka yang kehilangan nyawanya demi membela hak-hak rakyat, kini telah kembali keberanian Alex untuk melawan para birokrasi. Alex telah memutuskan untuk kembali ke kost-nya dan siap melawan segala tekanan yang akan datang nantinya.
Beni yang masih khawatir dengan Alex memutuskan untuk mengantar Alex kembali. Karena malam semakin larut, bisa jadi Alex kenapa-napa di jalan, karena kini jalanan semakin sepi untuk di lalui.
Bising sepeda motor vespa milik Beni memecah kesunyian Kota, di atas sepeda motor tersebut Beni mengajak Alex bercanda demi untuk menghilangkan rasa khawatirannya.
“Kau kapan mengenalkan aku sama seorang gadis?, tega kali kau liat aku jomblo terus”
“Nanti bang, sabar dong. Sekarang saya belum menemukan gadis yang pas untuk abang”
“Jangan lama kali, gak lucu kalau aku mati masih aja jomblo. Apa kata dunia nanti”
“Hahaha…, makanya bang jangan mati dulu. Tunggu dapet jodoh baru boleh mati”
“Macam mana pulak itu, kau pikir malaikat maut bisa di ajak diskusi”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments